Keterlibatan Keluarga dalam Penanganan Tengkes Sangat Krusial
Penanganan tengkes harus dimulai dari keluarga. Karena itu, pendampingan dan peningkatan kesejahteraan keluarga menjadi aspek yang paling krusial. Keterlibatan semua pihak sangat diperlukan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PANGKALAN BALAI, KOMPAS - Penanganan tengkes (stunting) harus dimulai dari keluarga. Karena itu pendampingan dan peningkatan kesejahteraan keluarga menjadi aspek yang paling krusial. Keterlibatan semua pihak sangat dibutuhkan termasuk tokoh agama dan masyarakat.
Hal ini mengemuka saat Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengunjungi Kampung Cegah Stunting di Desa Rimba Balai, Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis (6/7/2023). Hadir mendampingi Wapres, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru, dan Bupati Banyuasin Askolani Jasi.
Dalam kunjungan tersebut, Wapres mendatangi 30 "rumah sehat" yang dibangun bagi masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap. Rumah sehat berdiri dari kumpulan dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate social responsibility/CSR) , instansi, maupun perorangan.
Di kampung tersebut akan dibangun 100 rumah serupa yang ditargetkan selesai pada akhir tahun. Pembangunan rumah sehat ini merupakan upaya pemerintah kabupaten Banyuasin untuk menekan risiko stunting.
Menurut Wapres, keluarga merupakan aspek penting untuk pencegahan stunting. Karena itu, keluarga mesti memiliki kesadaran untuk memprioritaskan pemenuhan asupan gizi dan pengasuhan anak secara layak, termasuk menjaga kebersihan tempat tinggal dan lingkungan.
Statistik Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) 2020 mencatat, lebih dari 149 juta (22 persen) balita di seluruh dunia mengalami stunting. Dari jumlah itu, 6,3 juta balita stunting adalah balita Indonesia.
Saat ini, prevalensi stunting di Indonesia adalah 21,6 persen, sementara target yang ingin dicapai adalah 14 persen pada 2024. Untuk itu, diperlukan upaya bersama untuk mencapai target yang telah ditetapkan, salah satunya dimulai dari unit terkecil dalam masyarakat, yakni keluarga.
Agar visi itu terwujud butuh peran semua pihak, tidak hanya pemerintah tetapi juga pihak swasta untuk menyokong kesejahteraan setiap keluarga di Indonesia. Salah satunya dari program Bapak Asuh yang melibatkan semua pihak, seperti dari anggota TNI/Polri hingga pihak swasta, bahkan perorangan.
Peran tokoh agama dan tokoh masyarakat juga dibutuhkan untuk mengedukasi warganya agar turut berperan dalam pencegahan stunting. Misalnya saja mengajak masyarakat untuk tidak melakukan pernikahan terlalu dini.
Kolaborasi ini sangat penting agar visi Indonesia untuk menurunkan prevalensi stunting menjadi 14 persen di tahun 2024 dapat terwujud. "Saya berharap pada 2023 dan 2024, stunting dapat ditekan minimal 3,8 persen setiap tahunnya," ujar Wapres, yang meyakini target tersebut dapat tercapai karena semua program sudah terkonsolidasi dengan baik.
Wapres mengapresiasi Sumsel yang bisa menurunkan prevalensi stunting hingga 6,2 persen dari 24,8 persen pada 2021 menjadi 18,6 persen pada 2022. Angka ini lebih rendah dari prevalensi nasional sebesar 21,6 persen.
Wapres juga berharap agar daerah yang terbukti mampu menurunkan angka stunting dapat menjadi contoh untuk daerah lain agar bisa melakukan hal serupa. Di sisi lain, pihaknya menegaskan agar anggaran yang memang dialokasikan untuk intervensi penanganan stunting benar-benar digunakan sebagaimana mestinya.
"Kalau perlu memang anggaran (penanganan stunting) tersebut ditandai agar tidak digunakan untuk kepentingan yang lain," katanya.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo meyakini upaya untuk menurunkan stunting dapat tercapai dengan melakukan sejumlah intervensi spesifik dan sensitif. Intervensi itu harus sudah dimulai sejak calon pengantin dan berlanjut sampai pengantin tersebut memiliki anak usia di bawah lima tahun.
Hasto meyakini target penurunan stunting dapat terwujud, karena saat ini saja Indonesia dapat menurunkan stunting sebesar 2,8 persen. Padahal, upaya itu dilakukan enam bulan setelah Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting baru berjalan dan dalam situasi pandemi Covid-19.
"Sekarang kondisinya sudah lebih baik tentu upaya intervensi akan lebih masif. Target penurunan stunting hingga 3,8 persen tentu tidak akan sulit," ucap Hasto.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru bahkan menargetkan penurunan stunting di Sumsel pada tahun 2023 bisa mencapai 5 persen. Kondisi ini dimungkinkan terjadi dengan keterlibatan semua pihak.
Dia menuturkan keberhasilan Sumsel menurunkan stunting karena diaktifkannya kembali Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Langkah ini penting guna memperinci pendataan kepada mereka yang berisiko stunting. Dengan begitu penanganan akan lebih tepat sasaran.