Pesona bahari, keberadaan pusat konservasi penyu, dan suaka margasatwa menjadi nilai jual untuk menarik wisatawan ke Aceh Singkil.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
SINGKIL, KOMPAS — Kepulauan Banyak, Kabupaten Aceh Singkil, dijadikan pusat wisata konservasi di Aceh. Pesona bahari, keberadaan pusat konservasi penyu, dan suaka margasatwa menjadi nilai jual untuk menarik wisatawan.
Penjabat Bupati Aceh Singkil Marthunis, Rabu (5/7/2023), mengatakan, mereka harus meningkatkan promosi dan membuat banyak kegiatan wisata. ”Aceh Singkil punya potensi wisata bahari dan konservasi. Karena itu, semangat wisata harus berkelanjutan, menjaga lingkungan,” ujarnya.
Festival Pulau Banyak yang digelar pada 4-8 Juli 2023 menjadi salah satu kegiatan wisata tahunan yang paling diandalkan. Tahun ini rangkaian kegiatan dalam festival itu meliputi jelajah pulau-pulau kecil, menanam mangrove, pelepasan penyu, lomba memancing, hingga pembersihan pantai.
Pembukaan festival dipusatkan di Desa Pulau Balai, Kecamatan Pulau Banyak, Selasa (4/7/2023) malam. Peserta festival dari sejumlah daerah dan warga setempat memadati lapangan menyaksikan seremonial pembukaan. Para pedagang usaha kecil menengah pun ikut ambil bagian.
Paginya, peserta diajak berjalan santai menyusuri tepi laut di Desa Pulau Balai. Laut yang biru dan tenang memberi kesan damai saat berada di sana. Pada sore hari, peserta melakukan pelepasan tukik dan menanam mangrove.
Kepulauan Banyak merupakan gugusan pulau-pulau kecil terdepan di Indonesia. Sebagian besar pulau-pulau itu berstatus Taman Wisata Alam. Pantai di sana masih alami. Beberapa lokasi cocok jadi tempat berselancar. Pulau Bangkaru sebagai pusat konservasi penyu juga menjadi daya tarik wisata konservasi.
Marthunis mengatakan, sejak dulu Kepulauan Banyak menjadi tujuan utama para wisatawan ke Aceh Singkil. Sempat sepi selama pandemi Covid-19, kini kunjungan wisatawan mulai bergairah lagi. Pulau Palambak, Pulau Haloban, dan Pulau Panjang termasuk lokasi yang paling banyak dikunjungi.
Marthunis menjelaskan, salah satu kendala pengembangan wisata di Aceh Singkil adalah akses yang sulit. Dari Banda Aceh, ibu kota provinsi, perjalanan harus ditempuh selama 14 jam berkendara. Sementara dari Medan, Sumatera Utara, dapat ditempuh tujuh jam perjalanan. Belum ada layanan penerbangan ke Aceh Singkil.
”Kami telah mengusulkan kepada Kementerian Perhubungan agar membantu pembenahan bandara supaya ada penerbangan,” kata Marthunis.
Pembukaan jalan alternatif dari Aceh Selatan melintasi Kecamatan Kuala Baru belum rampung. Padahal, jika jalur ini rampung, jarak tempuh bisa lebih dekat.
Layanan pelayaran dari Singkil ke Pulau Banyak kini jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2020, Pemprov Aceh membeli tiga kapal penumpang untuk membangun koneksi antarpulau. Salah satu dari tiga kapal ro-ro, yang diberi nama Kapal Aceh Hebat 3, dioperasikan melayani pelayaran Singkil-Pulau Banyak.
Kepulauan Banyak adalah anugerah bagi Aceh Singkil yang harus kita kelola dengan baik.
Marthunis menambahkan, saat ini kontribusi sektor wisata untuk pendapatan daerah belum optimal. Namun, dia optimistis, jika dikelola dengan baik, wisata akan menjadi salah satu sektor unggulan daerah.
”Kepulauan Banyak adalah anugerah bagi Aceh Singkil yang harus kita kelola dengan baik. Dengan keindahan alam kami harus bisa menarik wisatawan,” kata Marthunis.
Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Aceh Singkil Muzni mengatakan, sejak 2017 hingga 2022, jumlah kunjungan ke Aceh Singkil meningkat. Pada 2017, jumlah wisatawan nusantara 42.000 orang, melonjak menjadi 126.000 orang pada 2022.
Pada masa pandemi Covid-19, kunjungan wisatawan nusantara masih mengalir ke Aceh Singkil, tetapi kunjungan wisatawan asing nihil. Pada 2022, saat pintu masuk dari luar negeri dibuka, Aceh Singkil dikunjungi 272 wisatawan asing. Dia memprediksi tahun 2023 kunjungan wisatawan asing mencapai 5.000 orang.
Muzni menambahkan, jumlah penginapan di Pulau Banyak masih terbatas sehingga saat ada kegiatan tidak mampu menampung tamu. Sebagai solusinya, mereka akan mendorong warga untuk mempersiapkan rumah mereka sebagai homestay.
Zubaidah, wisatawan asal Banda Aceh peserta festival, mengatakan, Pulau Banyak menawarkan keindahan pantai kelas wahid. Dia mengunjungi pulau-pulau kecil menggunakan kapal kayu dan pada malamnya berkemah di Pulau Palambak.
Namun, saat berada di Pulau Banyak, dia kesulitan mendapatkan kuliner khas. Meski sebagai daerah penghasil ikan, sulit menemukan sajian ikan-ikan segar. ”Padahal, kuliner salah satu pemikat wisatawan. Seharusnya warga mulai mengelola sektor kuliner juga,” kata Zubaidah.
Zubaidah juga melihat pantai-pantai di Pulau Banyak didominasi oleh pohon kelapa, tetapi nyaris tidak ada warung di desa-desa yang menyediakan minuman kelapa muda. Dia menilai warga belum memanfaatkan hasil alam sebagai bagian dari komoditas wisata.
Kepala Desa Pulau Baguk, Kecamatan Pulau Banyak, Hardi, mengatakan, sebagian besar warganya hidup dari hasil melaut. Meski begitu, sektor wisata juga menjadi sandaran warga.
Desa Pulau Baguk juga mengelola kawasan wisata milik badan usaha milik desa. Keuntungan dari lokasi wisata itu menjadi pemasukan untuk pendapatan asli desa. Menurut Hardi, wisata menjadi harapan baru untuk membangun ekonomi desa.