Kasus Pembakaran Sekolah Diharapkan Diselesaikan secara Kekeluargaan
Kasus pembakaran SMPN 2 Pringsurat diharapkan bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Hal ini perlu dilakukan demi masa depan pelaku yang masih anak-anak.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS - Kasus pembakaran SMP Negeri 2 Pringsurat yang dilakukan oleh salah seorang siswanya, RSE (15), diharapkan bisa diselesaikan secara restorative justice atau secara kekeluargaan saja. Selain karena kedua belah pihak, sekolahdan keluarga RSE, sudah bisa menerima kejadian tersebut, penyelesaian secara kekeluargaan dianggap sebagai solusi yang terbaik demi masa depan RSE.
”Restorative justice adalah solusi yang terbaik karena siswa RSE masih anak-anak, masih membutuhkan pendidikan dan pembinaan lebih lanjut. Masa depan yang bersangkutan masih panjang,” ujar Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Temanggung Agus Sujarwo, saat ditemui, Senin (3/7/2023).
Agus mengatakan, pihak SMPN 2 Pringsurat telah bertemu dengan orangtua RSE. Pihak sekolah sudah menyatakan sikap, memaafkan perbuatan pelaku, dan orangtua RSE sudah menyatakan siap untuk membantu sekolah memperbaiki kerusakan bangunan akibat aksi pembakaran yang dilakukan RSE.
Sejak ditangkap polisi, RSE terus didampingi Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Temanggung bekerja sama dengan Sentra Terpadu Kartini. Pendampingan yang dilakukan adalah pendampingan psikologis untuk menguatkan mental RSE setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Diberitakan sebelumnya, tersangka RSE dinyatakan melanggar Pasal 187 KUHP Ayat 1 Huruf e. Jika pelaku orang dewasa menghadapi ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara, maka pelaku yang bahkan belum genap berusia 14 tahun menghadapi ancaman hukuman separuhnya atau 6 tahun penjara.
Agus mengatakan, pihaknya juga akan membantu memfasilitasi RSE untuk kembali ke belajar di sekolah.
”Jika siswa RSE mengaku tidak ingin kembali ke sekolahnya yang lama, kami akan memfasilitasi agar yang bersangkutan bisa bersekolah di sekolah lain sesuai keinginan,” ujarnya.
Sejak 1 Juli 2023, Agus mengatakan, pihaknya juga sudah meminta keterangan dari sekolah, termasuk teman-teman RSE, terkait kasus yang dialami pelaku. Dari keterangan yang didapatkan, ejekan memanggil RSE dengan menyebut nama ayahnya adalah ejekan yang juga biasa dilakukan pada teman-teman lain.
Teman-temannya juga mengaku tidak pernah mengeroyok, memukul, atau memarahi RSE.
”Beberapa anak malah mengatakan justru RSE yang sempat marah-marah saat telepon selulernya dipakai sebagai bahan mainan dari rekan-rekannya,” lanjutnya.
Jika siswa RSE mengaku tidak ingin kembali ke sekolahnya yang lama, kami akan memfasilitasi agar yang bersangkutan bisa bersekolah di sekolah lain sesuai keinginan.
Guru sekolah itu juga menuturkan bahwa dirinya tidak pernah menyobek kertas berisi hasil karya atau pekerjaan RSE karena tugas yang diberikan kepada siswa tidak pernah dikerjakan di lembaran kertas, tetapi langsung di buku.
Pencabutan laporan
Kepala Kepolisian Resor (Polres) Temanggung Ajun Komisaris Besar Agus Puryadi mengatakan, hingga saat ini, pihaknya belum menerima laporan permintaan pencabutan laporan kasus pembakaran sekolah dari SMPN 2 Pringsurat.
”Sejauh ini, kami hanya mendapatkan informasi bahwa sekolah sudah melakukan pertemuan dengan orangtua RSE untuk membicarakan perihal kasus pembakaran sekolah ini,” ujarnya.
Di luar itu, Polres Temanggung terus berupaya membantu memberikan pendampingan psikologis bagi pelaku. Saat ini, RSE, didampingi psikolog dari Sentra Terpadu Kartini, tengah menjalani pemeriksaan lanjutan di Magelang. Tidak hanya itu, psikolog dari Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah juga akan segera terjun langsung membantu mendampingi pelaku.
RSE, pelaku pembakaran SMPN 2 Pringsurat yang masih berusia anak-anak, diamankan Polres Temanggung, Rabu (28/6/2023).
Sementara itu, Polda Jawa Tengah meminta maaf kepada publik terkait penyelenggaraan konferensi pers kasus pembakaran SMPN 2 Pringsurat di Polres Temanggung, yang ketika itu menghadirkan pelaku yang masih anak-anak.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Iqbal Alqudussy memohon maaf jika kemudian hal tersebut justru mengundang kritik dan menimbulkan polemik.
”Kami memohon maaf jika penyelenggaraan konferensi pers kurang sesuai dengan harapan,” ucapnya.
Iqbal menyebutkan, pihaknya berterima kasih dan menerima semua masukan dari masyarakat terkait penyelenggaraan konferensi pers tersebut.
Seluruh jajaran Polda Jawa Tengah memahami aturan bagaimana memperlakukan pelaku anak, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Hadir di depan jurnalis, RSE dikawal dan didampingi dua polisi yang memegang senjata laras panjang di sisi kanan dan kirinya. RSE hadir sejak awal Kepala Polres Temanggung Agus Puryadi memberikan keterangan.
Ketika itu, para wartawan juga diizinkan untuk memotret dan bertanya langsung kepada pelaku.
Agus mengakui apa yang sudah dilakukannya salah. Dia meminta maaf dan memastikan hal tersebut tidak akan terulang kembali.
”Saya sungguh-sungguh minta maaf. Semoga apa yang sudah terjadi kemarin dapat menjadi catatan, pelajaran berharga bagi kami dan di polres-polres lain,” ujarnya.