Di Pondok Literasi Kopi, tidak sebatas ”ngopi”. Di sana juga menjadi etalase memperkenalkan kopi petani lokal Kalimantan Barat. Mahasiswa dan pengunjung bisa belajar menciptakan nilai tambah dari biji kopi.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
Pondok Literasi Kopi tidak sebatas ngopi. Di sana juga menjadi etalase memperkenalkan kopi petani lokal Kalimantan Barat. Mahasiswa dan pengunjung bisa belajar menciptakan nilai tambah dan belajar tentang seluk-beluk kopi dari hulu hingga hilir sehingga diharapkan muncul wirausaha baru berbasis komoditas lokal.
Faisal (18), mahasiswa semester 2 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tanjungpura (Untan), Pontianak, sedang menyeduh kopi robusta dan liberika di Pondok Literasi Kopi, Kawasan Kolaborasi Untan Kampoengpreneur, Senin (12/6/2023). Ia sudah tiga minggu magang di sana.
Selama magang, ia belajar jenis-jenis kopi. Selama itu pula bersama mitra pendamping, ia melihat potensi kopi lokal Kalbar yang tidak kalah dari produk kopi lainnya.
”Yang membuat saya mau magang di Pondok Literasi Kopi karena tertarik menjadi barista. Menyeduh kopi itu keren. Saya tertarik. Saya melihat dari media sosial bagaimana aksi barista. Dari situ muncul ketertarikan saya untuk menjadi barista profesional,” tuturnya.
Tomi (18), mahasiswa semester 2 FKIP Unta,n juga magang di Pondok Literasi Kopi. Ia mempelajari dasar-dasar penyeduhan kopi. Ia tertarik magang di Pondok Literasi Kopi karena bisa belajar lebih banyak nantinya seluk-beluk perkopian.
”Ke depan, saya bercita-cita setelah lulus kuliah dan kembali ke daerah asal, ingin mengajak petani mengembangkan kopi,” ujar Tomi.
Mahasiswa dari berbagai fakultas bisa magang di pondok itu. Masyarakat pun boleh ngopi di sana sembari berbincang mengenai kopi baik terkait aspek hulu di tingkat petani hingga di hilir bisnis kedai atau warung kopi.
Pondok Literasi Kopi terletak di kawasan rusunawa Untan. Rusunawa Untan sendiri telah berdiri sekitar 20 tahun. Adapun program kewirausahaan mahasiswa sudah dijalankan sejak 2005. Hingga 2014 sudah lebih dari 700 wirausaha yang dilatih.
Bidang Pengembangan dan Penataan Usaha (BPPU) Untan pun diminta menata dan mengembangkan rusunawa. Koordinator Pengembangan dan Penataan Unit Usaha Untan dan juga pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untan, Irfani, menuturkan, pada tahun 2021 BPPU Untan coba membuat konsep Untan Village. Ini sebagai program untuk menciptakan nilai agar rusunawa tidak hanya menjadi hunian bagi mahasiswa, tetapi juga untuk masyarakat.
Ke depan, saya bercita-cita setelah lulus kuliah dan kembali ke daerah asal, ingin mengajak petani mengembangkan kopi.
Kawasan rusunawa Untan pun dikembangkan menjadi Kawasan Kolaborasi Untan Kampoengpreneur. Dalam pogram ini, BPPU bermitra dengan banyak organisasi, di antaranya Pesona Kalbar Hijau, yang merupakan lembaga yang bergerak pada bidang sosial dan entrepreneur.
BPPU juga melibatkan wirausaha juga alumni mahasiswa Untan yang pernah dilatih sejak 2005-2014. Mereka dikumpulkan lagi untuk mendampingi Kawasan Kolaborasi Kampoengpreneur.
Para alumni ini melatih mahasiswa agar memiliki karakter kewirausahaan. Mereka pada umumnya berkolaborasi dengan pemberdayaan masyarakat di desa-desa. Bidang kewirausahaan yang dikembangkan di antaranya kopi melalui Pondok Literasi Kopi.
Selain mahasiswa, ke depan diharapkan masyarakat umum dapat mengikuti pelatihan di lokasi tersebut. Pada akhirnya bisa menggeliatkan ekonomi dan menjadi penghubung produk-produk dari desa.
Ketua Pengelola Kawasan Kolaborasi Untan Kampoengpreneur Rusunawa Karakter dan Kewirausahaan yang juga pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untan M Fahmi, menuturkan, di tempat itu juga dilatih bagaimana menciptakan nilai tambah kopi.
Ketika orang datang ke pondok literasi kopi diharapkan muncul ketertarikan mengetahui di mana pengembangan kebun kopi tersebut. Para mitra pendamping bisa menunjukkan kopi yang sedang dikembangkan di desa-desa. Dengan demikian, ekosistem dari hulu hingga hilir bisa terbentuk.
”Begitu mahasiswa kembali ke kampung diharapkan bisa menjadi agen perubahan di daerahnya melalui komoditas yang telah mereka pelajari,” tuturnya lagi.
Dede Purwansyah dari Pesona Kalbar Hijau yang mendampingi Pondok Literasi Kopi menuturkan, Pondok Literasi Kopi juga memperkenalkan komoditas lokal kopi robusta dan liberika. Kopi lokal ditanam di perhuluan, misalnya di Kabupaten Sintang. Ada juga yang ditanam di Kabupaten Kubu Raya.
Selama ini, banyak warung kopi di Pontianak tak banyak menggunakan kopi lokal. Kopi yang diseduh lebih banyak berasal dari Lampung dan Jawa. Ada 100 gerai (warung kopi dan coffee shop) yang disurvei hasilnya hanya beberapa yang menggunakan kopi lokal Kalbar. Itu pun untuk campuran.
Tak banyaknya pemakaian kopi lokal salah satuya disebabkan oleh minimnya pasokan. Produksi kopi di Kabupaten Sintang dan Kubu Raya baik liberika maupun robusta hanya 200 kilogram per bulan di area perhutanan sosial. Angka produksi tersebut, menurut Dede, masih terbilang rendah.
Agar kopi lokal mendapatkan tempat, pasokan harus diperbanyak. Di area perhutanan sosial, dalam hal ini hutan desa, perlu memperbanyak penanaman kopi. ”Ini diharapkan bisa menjadi pemantik petani untuk mengolah area-area perhutanan sosial. Kopi-kopi yang ada di Pondok Literasi Kopi dihasikan perhutan sosial,” kata Dede.
Saat ini kebutuhan kopi di Pontianak per bulan mencapai lebih dari 5 ton. Bahkan, salah satu warung kopi per hari memerlukan 25 kg kopi. Artinya, potensi ekonomi sangat besar. Lahan-lahan di Kalbar masih banyak yang bisa ditanami kopi.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menuturkan, warga kota senang ngopi. Segala urusan dari yang kecil sampai besar di warung kopi. Ngopi menjadi budaya. Tinggal bagaimana para pengusaha warung kopi bisa merespons potensi ini termasuk juga para petani kopi di Kalbar.