Pemadaman Karhutla dari Darat Terkendala, Helikopter Bom Air di Sumsel Ditambah
Jumlah helikopter bom air di Sumsel ditambah menjadi enam unit. Hal itu dilakukan karena ekskalasi karhutla di Sumsel terus meningkat, sedangkan pemadaman dari darat mengalami sejumlah kendala.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengirim tambahan helikopter bom air di wilayah Sumatera Selatan untuk memperkuat upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Hal itu dilakukan karena ekskalasi karhutla di Sumsel terus meningkat, sedangkan pemadaman dari darat mengalami sejumlah kendala.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumsel Ansori mengatakan, pada awal Juni lalu, jumlah helikopter bom air di provinsi itu hanya dua unit. Namun, saat ini, total helikopter bom air di Sumsel bertambah menjadi enam unit.
”Penambahan ini dilakukan karena kebakaran lahan yang mulai muncul di sejumlah daerah rawan,” kata Ansori, Selasa (13/6/2023).
Dia menambahkan, penambahan helikopter bom air juga diperlukan karena waktu terbang helikopter itu cukup terbatas. ”Helikopter bom air hanya bisa beroperasi kurang dari empat jam karena memang itulah batasan bahan bakarnya. Karena itu, penambahan helikopter sangat dibutuhkan,” tuturnya.
Hampir semua helikopter bom air jenis Bell-412 itu telah beroperasi ke sejumlah wilayah Sumsel, misalnya Banyuasin, Musi Banyuasin, Muara Enim, Ogan Komering Ilir, dan Musi Rawas Utara. ”Daerah-daerah tersebut merupakan kawasan yang memang rawan karhutla,” ujar Ansori.
Di sejumlah wilayah itu, helikopter-helikopter tersebut telah melakukan water bombing atau penyiraman air dari udara untuk membantu pemadaman karhutla. Ansori menyebut, ada dua helikopter yang dioperasikan setiap hari, yakni pada pagi dan siang hari, untuk melakukan patroli.
Patroli tersebut bertujuan untuk memantau apakah ada titik api di wilayah tertentu atau tidak. Jika ditemukan adanya titik api, helikopter tersebut juga langsung bisa melakukan pemadaman.
”Keberadaan helikopter bom air juga bertujuan untuk mengakses lahan terbakar yang tidak terjangkau oleh tim darat,” ujar Ansori.
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan Lahan Wilayah Sumatera Ferdian Kristanto menyebut, melihat ekskalasi karhutla di Sumsel saat ini, jumlah helikopter bom air yang dibutuhkan mencapai delapan unit. Oleh karena itu, masih dibutuhkan tambahan dua helikopter.
”Kebakaran berlangsung sporadis dengan luas lahan terbakar mencapai 1-2 hektar,” ujarnya.
Ferdian menyebut, para petugas mengalami berbagai kendala saat berupaya memadamkan kebakaran dari darat. Kendala itu misalnya keterbatasan akses masuk ke lokasi kebakaran atau jauhnya sumber air dengan titik api sehingga tidak memungkinkan dilakukan pemadaman dari darat. ”Karena itu, helikopter bom air sangat diperlukan,” ujarnya.
Pada Januari-Mei 2023, jumlah lahan terbakar di Sumsel telah mencapai 1.050 hektar. Angka ini memang lebih kecil dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai 1.977 hektar.
Sebagian besar karhutla di Sumsel itu disebabkan oleh pembukaan lahan untuk pertanian. Namun, ada juga karhutla yang terjadi di wilayah permukiman. Beberapa hari lalu, misalnya, terjadi kebakaran lahan di kawasan permukiman di Palembang.
Kebakaran itu harus segera dipadamkan karena asapnya berpotensi mengganggu lalu lintas penerbangan di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, Sumsel, yang letaknya tidak jauh dari lokasi kebakaran.
Kebakaran berlangsung sporadis dengan luas lahan terbakar mencapai 1-2 hektar.
Status siaga darurat
Ferdian menuturkan, penurunan luas lahan terbakar di Sumsel disebabkan oleh sejumlah faktor. Salah satunya adalah kondisi para petugas yang lebih siap karena sebagian besar daerah yang rawan karhutla di Sumsel sudah menetapkan status siaga darurat.
”Dengan penetapan itu, petugas dari berbagai instansi terkait bisa lebih leluasa bergerak,” ujarnya.
Menurut Ferdian, sejumlah daerah yang sudah menetapkan status siaga darurat karhutla mengalami penurunan luas lahan terbakar. Di Riau, misalnya, luas lahan terbakar pada Januari-Mei 2023 mencapai 1.860 hektar, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu seluas 2.325 hektar.
Kondisi serupa juga terjadi di Jambi. Luas lahan terbakar di provinsi itu menurun dari 267 hektar pada Januari-Mei 2022 menjadi 127 hektar pada periode sama tahun ini. ”Namun, kewaspadaan perlu ditingkatkan karena puncak musim kemarau diprediksi akan terjadi pada Agustus hingga September,” ujar Ferdian.
Kepala Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, Siswanto, menuturkan, saat ini Sumsel sudah memasuki musim kemarau. Hal ini ditandai dengan semakin berkurangnya intensitas hujan. ”Hanya saja pada masa peralihan ini masih ada awan hujan yang bisa dikonversikan menjadi hujan buatan dengan bantuan teknologi modifikasi cuaca,” katanya.
Siswanto menambahkan, akibat fenomena El Nino, kemungkinan musim kemarau tahun ini akan lebih panas dibandingkan tiga tahun lalu. Bahkan, di masa puncak, hari tanpa hujan di Sumsel bisa mencapai sepuluh hari. ”Jika tidak diantisipasi segera, dikhawatirkan lahan akan menjadi kering dan potensi terbakar pun semakin besar,” ujarnya.