Erupsi, Kolom Abu Vulkanik Anak Krakatau Semakin Tinggi
Aktivitas Gunung Anak Krakatau Krakatau di Selat Sunda, Provinsi Lampung, masih terus bergejolak. Masyarakat berharap pemerintah bisa segera membangun jalur mitigasi bencana di Pulau Sebesi.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Aktivitas Gunung Anak Krakatau yang berada di Selat Sunda, Provinsi Lampung, kembali bergejolak dalam sepekan terakhir. Sejak 6 Juni 2023, gunung api itu tercatat sudah mengalami sembilan kali erupsi. Bahkan, semburan kolom abu vulkanik erupsi semakin tinggi mencapai 3,5 kilometer.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat, pada Minggu (11/6/2023), Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi pukul 00.30. Tinggi kolom abu teramati sekitar 2.000 meter di atas puncak.
Pada Sabtu (10/6/2023), Anak Krakatau erupsi sebanyak tiga kali dengan ketinggian kolom abu berkisar 1.500-3.500 meter dari puncak. Erupsi terbesar terjadi pada Sabtu pukul 17.50 dengan semburan abu vulkanik mencapai 3.500 meter atau 3,5 kilometer dari puncak. Erupsi ini terekam seismogram dengan amplitudo maksimum 70 milimeter dan durasi 2 menit 37 detik.
Adapun selama 6-9 Juni 2023, Anak Krakatau erupsi sebanyak lima kali dengan tinggi kolom abu berkisar 500-3.000 dari atas puncak. Cuaca cerah di Selat Sunda membuat kolom abu kelabu dapat teramati dengan jelas. Api vulkanik tampak berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat laut.
”Sejak erupsi pada 6 Juni lalu, erupsi pada Sabtu pukul 17.50 kolom abu vulkaniknya paling tinggi,” kata Andi Suardi, Kepala Pos Pengamatan Gunung Anak Krakatau di Desa Hargopancuran, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, Minggu.
Hingga saat ini, aktivitas Anak Krakatau memang masih terus bergejolak dan fluktuatif. Sepekan terakhir, semburan abu vulkanik dari Anak Krakatau semakin meningkat. Awalnya, kolom abu berkisar 500-1.000 meter dari atas puncak.
Pada Jumat (9/6/2023), kolom abu meningkat menjadi 800-3.000 meter dari puncak. Aktivitas erupsi pada Sabtu (10/6/2023) juga menunjukkan kolom abu vulkanik semakin tinggi berkisar pada 2.000-3.500 meter di atas puncak. Selain erupsi, Anak Krakatau juga terus mengalami tremor.
Walakin, status gunung api itu masih tetap berada pada level III (Siaga). Masyarakat direkomendasikan untuk tidak mendekat pada radius lima kilometer.
Secara terpisah, Ketua Rukun Nelayan Desa Tejang, Pulau Sebesi, Rahmatullah mengatakan, masyarakat di Pulau Sebesi tidak terdampak semburan abu vulkanik karena arah angin condong ke arah barat. Masyarakat yang bermukim di pulau yang berjarak 16,5 km dari Anak Krakatau itu juga tidak mendengar suara dentuman atau merasakan gempa saat gunung api itu erupsi. Hanya saja, kolom abu vulkanik memang terlihat semakin tinggi.
”Semburan abu vulkanik berwarna kelabu pekat dan terlihat semakin tinggi dari pinggir Pulau Sebesi, tetapi nelayan di pulau ini masih tetap melaut seperti biasa,” kata Rahmatullah.
Kami sudah mengusulkan pada pemerintah agar membangun jalur mitigasi bencana serta menangani dampak abrasi pulau.
Meski aktivitas vulkanik gunung api itu terus meningkat, masyarakat di Pulau Sebesi tidak begitu khawatir. Pasalnya, saat ini ketinggian Anak Krakatau sudah lebih pendek dibandingkan sebelum erupsi pada 2018. Risiko tubuh gunung api itu runtuh ke laut juga dinilai tidak sebesar sebelumnya.
Saat ini, tinggi Anak Krakatau 157 meter dari permukaan laut. Berdasarkan catatan Kompas, pada Oktober 2018, tinggi Gunung Anak Krakatau tercatat setinggi 338 meter. Tinggi gunung api itu mengalami peningkatan 33 meter dibandingkan pengukuran tahun 2007 dengan ketinggian 305 meter dari permukaan laut.
Meski begitu, masyarakat berharap pemerintah bisa segera membangun jalur mitigasi bencana di Pulau Sebesi. ”Kami sudah mengusulkan pada pemerintah agar membangun jalur mitigasi bencana dan menangani dampak abrasi pulau. Kami juga berharap ada program penanaman mangrove sebagai pemecah ombak dan pelindung pulau ini,” katanya.