Desa Wisata di Lombok Mulai Bangun Kolaborasi Gaet Wisatawan
Desa wisata di Lombok, NTB, tidak ingin berkembang sendiri. Mereka mulai membangun kolaborasi lintas desa wisata agar semakin bisa menggaet wisatawan.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
PRAYA, KOMPAS — Menggeliatnya kembali sektor pariwisata pascapandemi Covid-19, mendorong desa wisata di Lombok, Nusa Tenggara Barat, berbenah agar semakin menarik dan bisa menggaet wisatawan. Upaya itu tidak dilakukan sendiri oleh satu desa, tetapi berkolaborasi antardesa wisata.
Desa-desa wisata di Lombok Tengah bagian utara, seperti di Kecamatan Batukliang Utara, juga mendorong kolaborasi tersebut. Di kecamatan tersebut, terdapat delapan desa, yakni Aik Berik, Aik Bukak, Karang Sidemen, Lantan, Mas-Mas, Setiling, Tanak Beak, dan Teratak.
Camat Batukliang Utara H Muhammad Syukri dalam acara peluncuran Datu Kedai & Coffee Shop dan Andewi Homestay Desa Wisata Karang Sidemen, Minggu (11/6/2023), mengatakan, delapan desa di Batukliang Utara telah berstatus desa wisata.
”Masing-masing desa wisata mengembangkan diri sesuai dengan potensinya. Tetapi yang terjadi, mereka masih jalan sendiri-sendiri sehingga perkembangan wisatanya sedikit lambat,” kata Muhammad Syukri.
Menurut Muhammad Syukri, menggeliatnya sektor pariwisata pascapandemi, apalagi dengan kehadiran Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika di Lombok Tengah, adalah peluang yang harus diraih bersama-sama.
”Di masa mendatang, sinergi atau kolaborasi menjadi hal mutlak. Desa wisata tidak bisa lagi napsi-napsi (sendiri-sendiri),” kata Muhammad Syukri.
Berangkat dari kondisi itu, kata Muhammad Syukri, dibentuklah Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) Wisata. ”BKAD wisata ini dibentuk atas inisiasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Lombok Tengah). Tujuannya agar desa-desa wisata itu bersinergi mengembangkan wisatanya,” kata Muhammad Syukri.
Syukri menambahkan, kepengurusan BKAD wisata Batukliang Utara telah terbentuk dan telah dilakukan sosialisasi. Saat itu, mereka tengah menyusun peraturan desa untuk mengatur seperti apa kerja sama mereka.
”Dalam waktu dekat, kami berharap sudah ada bentuk nyata kerja sama tersebut. Misalnya dalam bentuk paket wisata bersama,” kata Muhammad Syukri.
Menurut Muhammad Syukri, Karang Sidemen, misalnya, mempunyai potensi tempat pemandian Danau Biru dan homestay. Desa wisata lainnya, seperti Lantan, memiliki sirkuit motokros dan air terjun, lalu Aik Berik punya air terjun. Potensi-potensi itu bisa dijadikan satu paket yang bisa dijual.
”Apalagi dalam waktu dekat, akan ada gelaran balap motor MotoGP di Sirkuit Mandalika. Sebagai penyangga KEK Mandalika, kita harus menangkap peluang,” kata Muhammad Syukri.
Kepala Desa Karang Sidemen Yuda Praya Cindra Budi menambahkan, sinergi menjadi penting dan harus tumbuh di antara desa wisata tanpa ada rasa persaingan. ”Sehingga ke depan, kita betul-betul punya paket wisata yang bisa menarik minat wisatawan untuk datang berkunjung ke sini,” kata Yuda.
Tidak hanya di Lombok Tengah, desa wisata di Lombok Barat, seperti di Kecamatan Narmada, juga mendorong sinergi. Misalnya antara Desa Wisata Sesaot, Pakuan, dan Buwun Sejati.
Ketua Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Gatari Mass Sesaot Windi Lestari mengatakan, sinergi mereka disebut sebagai Sekawan Sejati yang merupakan singkatan dari ketiga desa tersebut.
”Kami berada di satu hamparan kawasan (air dan hutan) yang tidak bisa kita klaim batas-batasnya sehingga menggunakan istilah itu. Saat ini, promosi dengan istilah itu terus kita gencarkan, sambil terus mempersiapkan paket bersama,” kata Windi.
Berbenah
Sambil mendorong sinergi lintas desa, setiap desa wisata juga mempersiapkan diri. Ketua Kelompok Sadar Wisata Selendang Biru Rinjani Karang Sidemen Irwan Afandi mengatakan, desa wisata mereka telah berjalan lima tahun.
”Awalnya, di Karang Sidemen, tidak banyak yang bisa dibanggakan, tetapi kami terus berinovasi bersama semua pihak terkait, baik desa maupun pemerintah kecamatan dan kabupaten,” kata Irwan.
Saat ini, kata Irwan, Karang Sidemen terkenal dengan pemandian Danau Biru. Kunjungan ke pemandian alami tersebut rata-rata di atas 10.000 orang per tahun. Selain lokal, juga sudah ada wisatawan domestik dan mancanegara.
Menurut Irwan, tingginya kunjungan belum dibarengi dengan ketersediaan fasilitas seperti akomodasi. Oleh karena itu, selain membangun Datu Kedai & Coffee Shop sebagai pusat informasi bagi wisatawan, mereka juga terus mendorong hadirnya homestay.
”Saat ini, baru ada delapan homestay dengan kamar 20 unit. Kami berharap, semakin banyak masyarakat yang terlibat baik untuk membangun homestay atau tempat kuliner,” kata Irwan.
Pada Minggu siang, homestay yang diresmikan adalah Andewi Homestay. Zohdriandi (41), pemilik homestay tersebut mengatakan, baru memiliki tiga kamar di lantai dua rumahnya. ”Kami sudah beroperasi sekitar satu bulan. Kalau dihitung, tamunya sudah sekitar 80 orang,” kata Zohriandi.
Menurut Zohriandi, ia membangun homestay karena melihat peluang berkembangnya pariwisata di Karang Sidemen. ”Ternyata banyak yang mencari kamar. Apalagi saat ada ajang motokros di Sirkuit Lantan, dan juga kemarin saat MotoGP di Mandalika. Jadi sangat berpeluang,” kata Zohriandi.
Kami berharap, semakin banyak masyarakat yang terlibat baik untuk membangun homestay atau tempat kulineran
Sementara di Sesaot, selain Pusat Rekreasi Masyarakat (Purekmas) berupa pemandian alami di sungai dan kolam yang telah berjalan, kata Windi, mereka juga menyusun berbagai paket. Misalnya bersepeda, berkemah, hingga trekking. Mereka juga telah menyiapkan peralatan dan pemandu, baik untuk wisatawan lokal maupun asing.
”Kami sedang berusaha agar dusun-dusun di Sesaot bisa mengembangkan potensinya. Hal itu karena selama ini fokusnya di Purekmas ini. Dengan upaya itu, harapannya, dampak pariwisata ini bisa ke seluruh masyarakat,” kata Windi.