Minta Warga Laporkan Kasus Perdagangan Orang, Polres Indramayu Jamin Keselamatan Korban
Kasus perdagangan orang di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, terus berulang. Kepolisian Resor Indramayu pun meminta warga untuk melaporkan kasus tersebut.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Kasus tindak pidana perdagangan orang atau TPPO di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, terus berulang. Kepolisian Resor Indramayu pun meminta warga untuk melaporkan kasus tersebut. Polisi juga menjamin keselamatan korban dan keluarganya dari intimidasi pelaku.
Upaya menjamin keselamatan korban, antara lain, tampak saat Kepala Polres Indramayu Ajun Komisaris Besar Fahri Siregar beserta jajarannya mengunjungi Daenah Wasmun (32) di Desa Pranggong, Kecamatan Arahan, Jumat (9/6/2023). Daenah merupakan korban dugaan TPPO.
Daenah yang sedang hamil tujuh bulan adalah mantan pekerja migran Indonesia (PMI) di Uni Emirat Arab. Ia berangkat ke Abu Dhabi awal Januari 2022 secara ilegal lewat sponsor. Padahal, sejak 2015, pemerintah memoratorium pengiriman PMI ke wilayah Timur Tengah, termasuk UEA.
Selain memberikan bingkisan, seperti buah-buahan, kepada korban, Fahri juga mengajak seorang dokter dan psikolog. Pendampingan psikologis dan pemeriksaan kesehatan terhadap korban itu berasal dari Satuan Tugas TPPO Polres Indramayu. Aparat desa dan kecamatan juga turut hadir.
Fahri mengatakan, kehadiran satgas TPPO ke rumah korban untuk mengecek kondisi korban. ”Kami mendapatkan informasi bahwa korban ada rasa cemas dan trauma. Kami ke sini untuk memotivasi. Kalau ada yang mengintimidasi dan mencoba mengganggu, laporkan ke kami,” ujarnya.
Tidak hanya Daenah, Fahri juga akan menjamin keselamatan korban lainnya dan keluarganya. ”Biasanya, pelaku TPPO merupakan tetangga korban sehingga korban takut dan merasa tidak enak melapor. Mereka juga tidak sadar jadi korban. Jangan takut melapor,” ujarnya.
Fahri mengatakan, kasus TPPO sudah akut karena beberapa kali terjadi dan merugikan korban. Daenah, misalnya, yang dijanji menerima gaji Rp 4,5 juta-Rp 5 juta per bulan, ternyata hanya menerima sekitar Rp 3 juta dalam tiga bulan. Tangan kiri ibu satu anak ini juga patah akibat kecelakaan kerja.
Biasanya, pelaku TPPO merupakan tetangga korban sehingga korban takut dan merasa tidak enak melapor.
Itu sebabnya, pihaknya meminta warga segera melapor jika mengetahui atau mengalami menjadi korban TPPO. Fahri tidak mengetahui pasti berapa kasus TPPO yang tengah ditangani Polres Indramayu. Namun, ia memastikan akan memproses kasus itu tanpa keadilan restoratif.
”Kami sudah menangani beberapa kasus TPPO, bahkan sebelum satgas TPPO terbentuk. Kami juga akan mengecek LPK (lembaga pelatihan kerja) dan perusahaan yang memberangkatkan PMI. Jika ada yang tidak sesuai prosedur, kami akan proses hukum,” ungkapnya.
Casmana (35), suami Daenah, mengapresiasi langkah satgas TPPO menangkap tiga tersangka yang terlibat memberangkatkan istrinya tidak sesuai prosedur. Mereka adalah DS (30), seorang perempuan, dan dua pria, yakni ES (45) dan TR (46). Ketiganya adalah perekrut PMI.
Menurut dia, istrinya mengenal DS melalui akun Facebook milik bernama ”Mamahnya Hanna Fattah”. Ketiga tersangka juga bukan merupakan tetangganya, tetapi dari kecamatan lainnya dan Kabupaten Majalengka. ”Saat ini belum ada intimidasi. Nmaun, saya khawatir ada seperti itu,” katanya.
Kasus intimidasi terhadap korban dugaan TPPO pernah terjadi di Indramayu. Rokaya (41), mantan PMI di Irak, menjadi korban intimidasi setelah melaporkan kasus TPPO tahun 2021. Ibu dua anak ini mengaku didatangi sejumlah orang tak dikenal yang memintanya mencabut laporan kasus TPPO.
Polisi telah meringkus pelaku TPPO terkait kasus Rokaya. Namun, Koordinator Departemen Advokasi Dewan Pimpinan Nasional Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Juwarih mendorong polisi terus mengungkap kasus perdagangan orang dan menjamin keselamatan korban dan keluarganya.
Apalagi, Indramayu termasuk kantong PMI. Tahun lalu, jumlah PMI asal daerah di pantura itu mencapai 12.794 orang. Badan Perlindungan PMI juga mencatat, jumlah pengaduan PMI asal Indramayu pada 2022 mencapai 133 kasus, mulai dari penempatan tak prosedural hingga masalah gaji PMI.