Dua Orang Tewas akibat Konflik Batas Lahan di Papua Tengah
Konflik yang dipicu perebutan batas wilayah di lahan adat di Nabire, Papua Tengah, mengakibatkan dua warga tewas. Sejumlah rumah juga dibakar.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Dua warga tewas akibat sengketa batas lahan di Nabire, Papua Tengah. Sejumlah rumah juga dibakar massa, Senin-Rabu (5/6-7/6/2023) malam.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Komisaris Besar Ignatius Benny Ady Prabowo di Jayapura, Kamis (8/6/2023), mengatakan, dua warga tewas dari kelompok masyarakat Mee. Mereka tewas setelah terkena senjata tajam dan busur panah.
Ignatius memaparkan, pertikaian terjadi antara kelompok masyarakat Mee dan Dani di Kampung Urumusu, Senin sekitar pukul 12.00 WIT. Pertikaian dipicu kelompok masyarakat Dani yang diduga mengambil area batas wilayah tanah adat milik warga Mee.
Selain korban jiwa, pertikaian ini juga menghanguskan tujuh rumah di ruas jalan lintas Nabire-Dogiyai Kilometer 80 dan Kilometer 64, Rabu pukul 20.30.
”Sebenarnya masalah tapal batas tanah kedua kelompok akan diselesaikan di Polres Nabire pada Senin sore. Namun, sudah terjadi konflik kedua kelompok pada Senin siang,” ungkap Ignatius.
Ignatius menuturkan, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kabupaten Nabire dan sejumlah kepala daerah di Papua Tengah masih berupaya meredam konflik ini. Upaya mediasi dilakukan untuk mencari solusi terbaik.
”Tujuannya menghindari korban jiwa dan kerugian materi lebih besar,” tutur Ignatius.
Ke depan, ia mengimbau warga di Kabupaten Nabire dan daerah lain tidak terpancing isu menyesatkan. Warga diminta tidak menyebarkan kabar bohong terkait konflik di Nabire.
Kelompok masyarakat Mee merupakan salah satu suku besar di tanah Papua. Mereka tersebar di Nabire, Paniai, Dogiyai, dan Deiyai.
”Jajaran Polres Nabire dan sejumlah polres lainnya di Papua Tengah telah bersiaga mengantisipasi mobilisasi massa ke Nabire,” katanya.
Bupati Nabire Mesak Magai, Bupati Paniai Meki Nawipa, beserta perwakilan Polri-TNI telah bertemu dengan perwakilan tokoh masyarakat Mee pada Kamis. Mesak turut berdukacita dan berkomitmen menyelesaikan masalah ini hingga tuntas.
”Kami tidak ingin kembali ada korban dan aksi pembakaran rumah warga. Konflik harus segera diselesaikan agar warga dapat kembali beraktivitas tanpa takut,” tegas Mesak.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua, Laurenzus Kadepa, berpendapat, sengketa kepemilikan lahan rawan memicu konflik di tanah Papua. Karena itu, diperlukan peran mediasi dari pemda menentukan tapal batas wilayah adat di setiap kelompok masyarakat.
”Pemprov Papua Tengah harus mengambil langkah cepat mengundang pemda tingkat kota/kabupaten. Pembahasan tapal batas tanah di Papua Tengah harus dilakukan transparan dan komprehensif,” ujar Laurenzus.