BBIB Singosari Produksi 3,3 Juta Dosis Semen Beku untuk Bantu Peternak Sapi
Untuk mendukung peningkatan pengembangbiakan ternak, khususnya sapi, Balai Benih dan Inseminasi Buatan Singosari memproduksi 3,3 juta dosis semen beku setiap tahunnya.
MALANG, KOMPAS — Selain peningkatan sumber daya manusia di kalangan peternak, komponen lain yang dilakukan untuk memacu peningkatan populasi ternak di Tanah Air, khususnya sapi, ialah dengan menyediakan benih berkualitas sesuai standar.
Dengan benih yang berkualitas, hasil anakan sapi yang dimiliki petani akan memiliki sifat lebih unggul dari genetika yang sebelumnya dipunyai induk. Anakan yang dihasilkan melalui metode inseminasi buatan dinilai lebih baik dari perkawinan alami yang terjadi begitu saja di lapangan.
Balai Benih Inseminasi Buatan (BBIB) di Singosari, Malang, Jawa Timur, selaku salah satu Unit Pelaksana Teknis dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, tahun ini memproduksi 3.325.000 dosis semen beku untuk didistribusikan ke seluruh Indonesia. Sementara total target distribusi sebanyak 3.350.000 dosis, terbesar untuk Jawa Timur.
Koordinator Pemasaran dan Informasi BBIB Singosari, Drh Sarastina MP, Jumat (26/5/2023), mengatakan, produksi semen beku tidak terpengaruh meski beberapa tahun terakhir muncul pandemi Covid-19 dan penyakit mulut dan kuku (PMK).
”Peran kami membantu peningkatan produktivitas ternak di Indonesia. Meningkatkan individu sapi di lapangan. Caranya dengan menyediakan bibit pejantan unggul yang siap mengawini betina guna menghasilkan anakan pedet dengan nilai genetik lebih tinggi dibanding induk di lapangan,” ujarnya.
Sifat unggul yang dimaksud, antara lain anakan sapi memiliki tubuh lebih bagus, mulai dari berat badan, daya tahan, hingga produktivitas susu yang lebih tinggi. BBIB Singosari memiliki 14 jenis bangsa sapi dan 4 kambing.
Pejantan di BBIB terdiri dari jenis lokal dan luar. Sapi lokal di antaranya sapi bali, madura, aceh, donggala, ongole, dan brahman. Sementara keturunan luar ada simmental, limosin, dan wagyu. Selain itu, ada sapi holstein dan jersey di kelas sapi perah. Adapun untuk jenis kambing ada peranakan etawa, peranakan etawa senduro, saanen, dan boer.
”Saat ini ada 230 sapi yang siap menghasilkan sperma beku. Mereka dalam kondisi siap dan berproduksi setiap hari sesuai agenda. Semua ini pejantan bibit unggul dan ada sertifikatnya, termasuk kambing,” katanya.
Dengan inseminasi buatan, kata Sarastina, pengembangbiakan sapi bisa terkontrol dan terseleksi. Mereka akan terhindar dari perkawinan dengan saudara sendiri sebagaimana berpotensi terjadi dalam perkawinan konvensional di alam bebas. Perkawinan dengan darah terlalu dekat berpengaruh terhadap kualitas anakan, genetika menurun.
BBIB sendiri menjadi penyedia bibit terbesar untuk program Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri (Sikomandan) yang dicetuskan oleh Kementerian Pertanian. BBIB memasok sampai 60 persen kebutuhan semen beku dalam program tersebut dengan dikoodinir oleh pemerintah provinsi.
Adapun untuk distribusi benih, BBIB berkoordinasi dengan dinas peternakan di daerah yang memiliki tenaga inseminator. Petugas kawin suntik inilah nantinya yang akan mendistribusikan semen-semen itu ke peternak.
Saat terjadi wabah PMK beberapa waktu lalu, distribusi sperma beku ke peternak sedikit turun karena beberapa daerah mengalami zona merah. Ada pembatasan mobilitas orang ke kandang ternak. Sementara itu, sapi yang sakit juga butuh waktu pemulihan, tidak bisa langsung dilakukan inseminasi.
”Itu ada pengaruhnya terhadap proses inseminasi buatan di masyarakat. Hampir semua daerah. Namun, untuk produksi semen sendiri tidak terpengaruh karena sebagai produsen kami harus pastikan di tempat kami nol kasus. Kami ketat dan melakukan biosecurity,” ujarnya.
Disinggung soal perkembangbiakan sapi di Tanah Air yang belum optimal sehingga masih harus impor, Sarastina menilai perkembangan sapi di Indonesia sebenarnya sudah bagus. Hanya saja, pola pemeliharaan di setiap daerah berbeda. Ada yang pemeliharaanya secara modern dan intensif, tetapi masih ada juga yang menerapkan cara konvensional.
Pemeliharaan secara intensif membuat sapi-sapi itu lebih terkontrol. Sebanyak 90 persen cara ini telah menggunakan inseminasi buatan, sebaliknya jika dengan cara konvensional.
Baca juga: Delegasi Suriname Kunjungi BBIB Singosari
”Di luar Jawa lahannya luas. Sebagian ternak dilepas di hutan dan padang rumput. Ini sebenarnya bagus, tetapi harus dibarengi dengan peningkatan sumber daya manusia petani yang andal, sarana dan prasarananya. Sejauh ini, SDM perlu terus ditingkatkan,” ujarnya.
Dalam hal peningkatan SDM petani, BBIB juga berfungsi sebagai tempat untuk memberikan pelatihan terhadap petugas dan peternak. Mereka bisa belajar perihal manajemen perawatan dan masalah lainnya.
”Kami juga membina peternak baru, terutama anak muda milenial sehingga orientasi manajemennya lebih mudah ketimbang kaum tua. Harapannya sapi tidak lagi usaha sampingan, tetapi bisnis. Agar mereka paham pola usahanya, kita kenalkan dengan perbankan,” katanya.
Selain memenuhi kebutuhan peternak di Tanah Air, BBIB Singosari juga sudah mengekspor semen beku. Sejauh ini sudah ada sembilan kali proses distribusi ke tujuh negara, seperti Malaysia, Timor Leste, dan Kirgistan. ”Yang diekspor 30.000-an dosis atau nol koma sekian dari total produksi. Masih kecil, tetapi kita siap karena semen kita kualitasnya tidak kalah dengan negara lain,” katanya.
Salah satu peternak di Desa Jabung, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, Jatim, Sutrisno (60), Minggu (28/5/2023), mengatakan, saat ini hampir tidak ada perkawinan sapi secara konvensional di wilayahnya. Peternak sudah bisa melakukan inseminasi buatan.
”Kebanyakan di sini memang inseminasi buatan. Sekali suntik bayar Rp 100.000. Untuk bisa bunting perlu satu-dua kali suntikan, ada juga yang sampai tiga kali. Kawin langsung tidak ada,” ujarnya.
Baca juga: Pastikan Ketersediaan Stok Sapi Jantan untuk Idul Adha
Peternak juga mengakui sejauh ini jarang menjual sapi betina untuk kebutuhan daging. Jika kedapatan ada satu sapi betina produktif hendak dijual ke luar daerah (di atas truk), semua sapi yang ada bakal dikembalikan ke tempat asal. Sapi betina biasanya dijual untuk dikembangbiakkan lagi oleh peternak lain, kecuali yang sudah tidak produktif karena umur.
Pihak Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Malang yang biasa memotong 30-40 sapi setiap hari membenarkan hal itu. Sebagian besar sapi yang dipotong di RPH yang berdiri sejak zaman kolonial itu merupakan sapi jantan. Mereka berasal dari peternak di Malang dan Batu.
”Sapi betina jarang dipotong. Kalaupun ada, paling afkiran (sapi tua dan tidak produktif). Sapi perah juga jarang. Yang banyak sapi lokal, termasuk simmental,” ujar Dedy Eko, staf Bagian Umum RPH Kota Malang.
Menurut Dedy, semua sapi yang hendak dipotong selalu dicek kesehatannya. RPH telah menyiapkan dokter hewan. Jika ketahuan ada yang sakit, ada penanganan tersendiri terhadap hewan yang dimaksud.