Kekeringan Panjang akibat El Nino dan Jalan Rusak Ancaman Inflasi di Sumut
Sumut mampu mengendalikan inflasi pangan dari 11,5 persen di Agustus 2022 menjadi 3,28 persen pada April 2023. Ancaman inflasi masih menghadang, yakni kekeringan akibat El Nino dan jalan rusak di sentra pertanian.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Sumatera Utara mampu mengendalikan inflasi sektor pangan dari 11,5 persen pada Agustus 2022 menjadi 3,28 persen pada April 2023. Berbagai tantangan pengendalian inflasi masih menghadang, seperti ancaman kekeringan panjang akibat El Nino dan infrastruktur jalan yang rusak berat di sentra pertanian Sumut.
”Tahun lalu saya hadir di Sumut meluncurkan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Agustus 2023 inflasi pangan meloncak tinggi hingga 11,5 persen. Dengan upaya konsisten, sinergi, dan inovasi, inflasi pangan Sumut pada April tahun ini 3,28 persen,” kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung saat pencanangan GNPIP di Kantor Gubernur Sumut, Medan, Rabu (31/5/2023).
Juda mengatakan, Indonesia dan negara lain sedang berjuang menghadapi inflasi. Salah satu ancaman yang ada di depan mata adalah penurunan produksi pangan akibat kekeringan panjang yang disebabkan El Nino. Berbagai langkah harus disiapkan pemerintah untuk bisa meningkatkan produksi pangan.
Selain dengan kebijakan moneter, Juda menyebut bahwa Bank Indonesia juga melakukan berbagai program untuk mengendalikan inflasi seperti memberikan bantuan pompa air, traktor, alat sensor tanah, dan alat pemantau cuaca kepada petani. “Bank Indonesia juga bersinergi dengan memberi bantuan bibit cabai merah untuk mendukung keberhasilan program digital farming dan urban farming,” kata Juda.
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi mengatakan, kekeringan panjang akibat El Nino akan diantisipasi dengan pengadaan program satu juta polybag (media tanam plastik). Program itu, menurut Edy, bisa meningkatkan produksi pertanian meskipun terjadi kekeringan.
Edy menyebut, mereka masih menghitung seberapa besar kemungkinan penurunan produksi akibat kekeringan panjang agar produksi tidak berlimpah dan menyebabkan harga malah menurun drastis. ”Kalau satu polybag menghasilkan 1 kilogram cabai merah, cabai rawit, atau tomat, ini berarti hasilnya berlimpah. Ini repot lagi urusannya,” katanya.
Bank Indonesia juga bersinergi dengan memberi bantuan bibit cabai merah untuk mendukung keberhasilan program digital farming dan urban farming (Juda Agung)
Dia menyebutkan, produksi beberapa jenis bahan pangan di Sumut surplus dibanding kebutuhan sehingga bisa memasok untuk daerah lain seperti beras, cabai merah, cabai rawit, minyak goreng, daging ayam, dan telur. Sementara, beberapa jenis pangan lainnya masih minus yakni bawang merah, bawang putih, dan gula pasir.
Kondisi surplus dan minus bahan pangan ini, kata Edy, diatasi dengan kerja sama antar daerah untuk saling memasok bahan pangan. Namun, ada beberapa persoalan seperti Batam yang justru mengimpor minyak goreng dari Singapura.
Jalan rusak
Bupati Toba Poltak Sitorus mengatakan, salah satu penyebab inflasi adalah jalan rusak di sentra-sentra pertanian. Hal ini menyebabkan ekonomi biaya tinggi sehingga harga pangan meningkat pesat. Di sisi lain, petani juga terpuruk karena biaya distribusi hasil pertanian yang mahal. Pupuk juga menjadi mahal.
“Di Kabupaten Toba, jalan provinsi di empat kecamatan sentra pertanian yakni Silaen, Habinsaran, Borbor, dan Nassau rusak berat. Padahal, kawasan itu sentra pertanian utama di Toba yang ditinggali 70 ribu penduduk. Daerah itu juga sepertiga daerah pertanian di Toba,” kata Poltak. Dia berharap, Pemprov Sumut dan pemerintah pusat bisa membantu perbaikan jalan di daerah-daerah sentra pertanian.
Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri Tomsi Tohir mengatakan, pemerintah daerah harus mengantisipasi ancaman inflasi di sektor pangan khususnya kekeringan panjang. Dampak kekeringan panjang ini terutama akan dirasakan di Indonesia timur dan tengah seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, dan Bali. Sumut diperkirakan terimbas sedikit.
Tomsi juga mengingatkan agar pemerintah daerah juga berfokus memperbaiki jalan-jalan yang rusak berat khususnya di sentra-sentra pertanian. ”Pemerintah daerah harus fokus pada perbaikan jalan,” katanya.