Kasus penculikan yang menimpa Induk Nyado menyingkap tabir praktik liar dukun gadungan. Para induk dan pemangku adat Orang Rimba mendesak aparat menerapkan hukuman berat bagi pelaku.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Induk Nyado (tengah) yang sempat ditahan sepekan lamanya di Kepolisian Resor Sarolangun akhirnya dilepas, Kamis (25/3/2023). Nyado merupakan korban penculikan oleh dukun gadungan bernama Samsu. Samsu terancam hukuman kurungan maksimal sembilan tahun.
Praktik dukun gadungan yang menjerat para induk dan remaja Orang Rimba kian terkuak. Tidak tanggung-tanggung, jumlah korbannya mencapai 27 orang. Orang Rimba menuntut hukuman berat bagi pelaku.
Fenomena itu diungkapkan Temenggung Ngelembo di markas Kepolisian Resor Sarolangun, Jambi, Kamis (25/5/2023). Ngelembo adalah pimpinan rombong Orang Rimba di wilayah Terab, Jambi.
Ia datang bersama puluhan Orang Rimba lainnya dari tiga wilayah di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun untuk menjemput Nyado yang menjadi korban dukun gadungan bernama Samsu. Setelah sempat ditahan satu pekan, Nyado dilepaskan aparat. Sementara Samsu mendekam dalam tahanan dengan status sebagai tersangka.
Kalau bukan karena musibah yang menimpa Nyado, praktik liar itu mungkin takkan terungkap. Penculikan oleh si dukun dialami Nyado pada awal April lalu. Peristiwa itu membuat gempar Orang Rimba. Nyado dan Samsu baru ditemukan pertengahan Mei lalu.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Mangku Nyelang (kanan), suami Nyado, menandatangani surat pelepasan Nyado di markas Kepolisian Resor Sarolangun, Kamis (25/4/2023).
Setelah mengetahui Samsu ditahan, satu per satu para korban mulai berani bicara. Salah satunya NS (40), yang mengaku dua kali dibawa Samsu ke sungai untuk menjalani pengobatan.
Di sungai, dukun gadungan itu memaksanya buka pakaian. Badannya dibasuh dengan air sungai. ”Kata datuk, supaya sembuh penyakitnyo,” ujarnya tertunduk.
NS mengaku malu. Selama ini ia menutup rapat-rapat hal itu dari suami. Pasalnya, NS takut. Samsu mengancam jika ritual pengobatan dibeberkan, penyembuhan akan terancam gagal. Selain itu, NS juga diancam akan kehilangan nyawa anaknya jika memberitahukan pada suami.
Setelah kedua kali mengikuti ”ritual” penyembuhan di sungai, NS baru mengetahui berita induk Nyado yang hilang dibawa lari Samsu. Dari situlah ia memberanikan diri untuk bercerita. Begitu pula induk-induk lainnya mengungkap hal yang sama. Setelah dihitung, jumlah korban mencapai 27 orang, termasuk Nyado.
Usai dilepaskan dari tahanan, Nyado turut menceritakan bagaimana dirinya mengikuti ”ritual” pengobatan oleh Samsu hingga sembilan kali. Awalnya, ia mengeluh perutnya sakit. Samsu yang merupakan penjual ikan keliling menawarkan penyembuhan. Karena menilai sang dukun cukup baik, ia pun percaya. Apalagi, Samsu tak pernah mematok biaya pengobatan. Berapa pun uang yang diberikan diterimanya.
Cara pengobatan yang dilakukan Samsu diakuinya berbeda dibandingkan dukun-dukun lainnya. Dukun Orang Rimba melibatkan ritual yang menggunakan bunga-bunga dalam hutan. Ritual dapat disaksikan seluruh warga. Sementara pengobatan ”mandi” yang dilakukan Samsu tak boleh dilihat siapa pun selain dukun dan pasien. ”Kalau dilihat atau diceritakan ke orang lain, bisa gagal (penyembuhannya),” katanya.
Ancaman tersebut rupanya dipatuhi oleh para induk Orang Rimba yang masih percaya pada hal-hal mistis. Itu sebabnya, Nyado tak berani menolak ajakan pengobatan. Proses demi proses ”ritual” di sungai rutin dijabaninya hampir tiga bulan terakhir.
Gempar terjadi tatkala hilang, pada April lalu. Rupanya ia dibawa lari oleh dukun itu. Setelah proses pencarian yang panjang, Orang Rimba berhasil menangkap Samsu. Ia pun diserahkan kepada polisi.
Perihal penculikan itu, Nyado mengaku tak sadar. Kala ia berbelanja di pasar, tiba-tiba pundaknya ditepuk dari belakang. Ia pun mengikuti orang tersebut meninggalkan pasar. Sewaktu dalam perjalanan di atas motor, Nyado akhirnya tersadar. Ia mengaku ingin lari, tetapi Samsu mengancamnya.
Selama masa-masa itu, uang yang disimpannya dalam kain hampir habis. Seperti diketahui, dalam tradisi Orang Rimba, uang keluarga dibawa oleh induk di bawah kainnya. Uang itu dibawa ke mana pun si induk pergi.
Sebagian besar uang itu diambil Samsu untuk diberikan Samsu kepada keluarganya. Samsu juga memanfaatkan uang itu mengurus dokumen surat nikah siri yang diduga untuk melapangkan jalannya mengeruk seluruh uang. Nyado mengaku membawa uang Rp 21 juta.
Saat Nyado dilepas dari tahanan, uangnya tinggal Rp 1,3 juta. Menurut Mangku Nyelang, suaminya, uang itu merupakan hasil tabungan keluarga yang dikumpulkan selama bertahun-tahun dari usaha menyadap getah-getahan.
Jangan sampai para korban diabaikan hanya kerena statusnya sebagai komunitas pedalaman. (Zubaidah)
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Sarolangun Inspektur Satu Cindo Kottama mengatakan, pihaknya akan mendalami informasi tersebut. Atas perbuatannya membawa lari Nyado, Samsu dapat dijerat ancaman hukuman kurungan maksimal sembilan tahun. Adapun terkait praktik perdukunan yang diduga asusila, ancaman hukumannya bisa lebih berat. Apalagi, beberapa korban di antaranya merupakan remaja.
”Jika korbannya di bawah umur, hukumannya terancam lebih berat,” katanya
Kejahatan luar biasa
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Bulu perindu milik dukun gadungan bernama Samsu disita Kepolisian Resor Sarolangun. Korbannya, Nyado, dilepas pada Kamis (25/5/2023). Samsu terancam hukuman kurungan maksimal sembilan tahun.
Direktur Beranda Perempuan, lembaga yang mengadvokasi perempuan korban kekerasan seksual, Zubaidah, mengatakan, praktik dukun gadungan tersebut merupakan kejahatan luar biasa. Aparat penegak hukum harus tegas menindak pelaku agar memberi efek jera yang kuat.
Jangan sampai para korban diabaikan hanya kerena statusnya sebagai komunitas pedalaman. Apalagi, diketahui sebagian besar korban belum melek huruf dan angka. Mereka juga memiliki keterbatasan dalam berbahasa Indonesia. Hal itu jangan sampai menjadi penghalang.
Terkait itu, aparat selayaknya memberi perlakuan khusus pada para korban, termasuk pada saat proses pemberkasan kasus. Termasuk di antaranya memfasilitasi pendampingan dan pemulihan bagi para korban.