Gubernur NTT Harap Birokrat Tak Tergoda Politik Praktis
Godaan politik menjelang Pemilu 2024 harus dihindari. Kelompok birokrat berpotensi dieksploitasi untuk kepentingan tertentu.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat berharap agar para birokrat di daerah itu fokus melaksanakan tugas pelayanan kepada masyarakat lewat berbagai program pembangunan yang kini sedang bergulir. Godaan politik menyongsong Pemilihan Umum 2024 harus dihindari.
”Urus pekerjaan (di birokrasi) saja, mengapa harus urus politik?” ujar Viktor dalam acara pelantikan Kosmas Damianus Lana menjadi Sekretaris Daerah Provinsi NTT. Pelantikan berlangsung di Aula Eltari, kompleks Kantor Gubernur NTT, Kamis (25/5/2023).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Pernyataan Viktor itu untuk mengingatkan para birokrat agar selalu hati-hati dalam menghadapi Pemilu 2024. Suasana pesta demokrasi itu kini sudah terasa. Dalam pemilihan umum, birokrat menjadi kelompok yang rentan dieksploitasi untuk kepentingan politik tertentu.
Hadir dalam kesempatan itu sejumlah birokrat di lingkungan Pemprov NTT, seperti Kepala Dinas Peternakan Johanna Lisapaly, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT Linus Lusi, serta puluhan aparatur sipil negara.
Hadir pula Penjabat Wali Kota Kupang George Hadjoh, Penjabat Bupati Flores Timur Doris Alexander Rihi, dan Penjabat Bupati Lembata Mateos Tan. Ketiga penjabat tersebut merupakan birokrat yang ditugaskan memimpin daerah selama masa transisi hingga Pilkada 2024.
Menurut Viktor, tugas birokrat yang belum tuntas adalah penyelesaian masalah tengkes. NTT merupakan daerah dengan prevalensi tengkes tertinggi di Indonesia. Penyelesaian tengkes melibatkan berbagai sektor, seperti pangan, gizi, dan air bersih. Birokrat harus mampu bekerja secara kolaboratif.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia, dari 22 kabupaten/kota di NTT, 15 berada pada zona merah (prevalensi di atas 30 persen) dan 7 lainnya berada pada zona kuning (20-30 persen). Tidak ada satu kabupaten/kota pun di NTT yang masuk zona hijau (10-20 persen), apalagi zona biru (di bawah 10 persen).
Kabupaten Timor Tengah Selatan menjadi daerah dengan prevalensi tertinggi, yakni 48,3 persen. Hal ini berarti 48 dari 100 anak balita di daerah itu mengalami tengkes. Itu merupakan angka tertinggi nasional, lebih dari dua kali lipat dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang memberi toleransi pada angka 20 persen.
Penjabat Bupati Flores Timur Doris Alexander Rihi mengatakan, sebagai birokrat yang ditugasi memimpin daerah, ia tidak membawa misi politik tertentu. ”Orang tanya warna saya apa, saya jawab, warna saya adalah warna pelayanan. Saya sudah buktikan itu selama satu tahun terakhir di Flores Timur,” katanya.
Doris kembali dipercaya menjadi Penjabat Bupati Flores Timur untuk satu tahun ke depan. Ia memimpin daerah itu sejak Mei 2022 dan melakukan sejumlah gebrakan yang mendapat dukungan dari masyarakat setempat. Harapan masyarakat agar Doris tetap memimpin Flores Timur itu kini terjawab.
Kebijakan Doris yang paling menonjol adalah pengetatan anggaran. Di satu sisi, banyak oknum elite merasa terganggu, tetapi di sisi lain banyak kalangan, terutama masyarakat akar rumput, yang mendukungnya.
”Kami bersyukur beliau kembali dipercaya memimpin Flores Timur. Meski beliau bukan orang asli Flores Timur, dia sangat tulus membangun daerah ini. Beliau juga tidak menunjukkan keberpihakan pada partai politik tertentu,” kata Ambros Miten (34), warga Pulau Adonara.