Hindari Tersesat di Labirin Informasi, Literasi Mahasiswa Dikuatkan
Literasi digital dinilai penting bagi masyarakat, khususnya mahasiswa, dalam menghadapi banjir informasi. Agar tidak terjebak pada labirin informasi, mahasiswa diajak untuk mengakses informasi dari sumber tepercaya.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Ratusan mahasiswa Universitas Diponegoro di Kota Semarang, Jawa Tengah, diingatkan kembali akan pentingnya literasi agar tak tersesat dalam labirin informasi. Upaya yang bisa dilakukan agar tak tersesat ialah cermat dan selektif terhadap informasi, memilih sumber tepercaya, serta menyebarkan informasi yang sudah terverifikasi kebenarannya.
Sebanyak 500 mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) antusias mengikuti seminar literasi digital bertajuk ”Labirin Informasi, Tersesat atau Melesat” yang diselenggarakan Undip bekerja sama dengan PT Pertamina dan harian Kompas pada Rabu (24/5/2023) di Kota Semarang. Pada kegiatan itu, hadir sejumlah narasumber, yakni Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FISIP Undip Teguh Yuwono, Presiden Direktur Pertamina Foundation Agus Mashud S Asngari, dan Redaktur Pelaksana Harian Kompas Adi Prinantyo.
Dalam pemaparannya, Teguh mengatakan, di era digitalisasi ini perputaran informasi begitu cepat dan hampir tanpa kontrol. Tak hanya informasi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, tak sedikit pula informasi bohong yang turut disebar. Karena terus disebar dan dikonsumsi berulang, informasi bohong bisa dipercayai sebagai kebenaran.
”Berita hoaks yang biasanya memainkan emosi masyarakat ini terkadang dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu, termasuk kepentingan politik. Korbannya orang-orang yang tidak menyimak. Dengan terus disebarkan, hoaks bisa diyakini sebagai kebenaran yang pada akhirnya bisa membuat orang terjebak dalam kebenaran semu,” kata Teguh.
Hoaks disebut Teguh sangat merugikan karena bisa membuat masyarakat terjebak dalam kebenaran semu. Ia mencontohkan, pernah ada warga yang tersesat di tengah hutan saat mudik karena mengikuti arahan dari satu aplikasi perpetaan. ”Itu tidak akan terjadi jika mereka melakukan pengecekan silang dengan sumber lain, misalnya pakai aplikasi peta lain atau bertanya kepada masyarakat setempat,” katanya.
Menurut Teguh, mahasiswa adalah tumpuan melawan hoaks. Perlawanan itu bisa dilakukan dengan berpikir kritis. Setiap kali menerima informasi, seseorang harus menyimak dan memahami informasi tersebut secara hati-hati. Upaya pencarian informasi juga sebaiknya tidak berhenti dilakukan sampai menemukan kebenaran yang sejati.
Sementara itu, Adi menyebut, pada era digitalisasi ini banjir informasi menggerus pengaruh media arus utama. Kendati demikian, hal itu tak banyak menggoyahkan kepercayaan publik.
Upaya pencarian informasi juga sebaiknya tidak berhenti dilakukan sampai menemukan kebenaran yang sejati.
Untuk tetap menjaga kepercayaan publik, Kompas setia menekuni jurnalisme berkualitas, apa pun platformnya. Kompas juga terus berupaya memproduksi konten-konten pembeda, dari sisi akurasi, eksklusivisme, kekuatan agenda setting, pengungkapan fakta, dan lain-lain.
Dalam membuat konten berkualitas, Kompas juga menyesuaikannya dengan kebutuhan pembaca. Cara yang dilakukan adalah menggali, mengolah, mendiskusikan, dan mendalami konten di ruang redaksi dengan prinsip saling menghargai pendapat dan keputusan kolektif-kolegial.
Adi menyarankan masyarakat untuk cermat dan selektif terhadap informasi supaya tidak tersesat dalam labirin informasi. ”Selain itu, pilih sumber-sumber informasi yang tepercaya. Jika ingin menyebarkan informasi, pastikan dulu kebenarannya,” ucapnya.
500 mahasiswa
Dalam seminar tersebut, Pertamina Foundation memberikan akses langganan gratis Kompas.id selama satu tahun bagi 500 mahasiswa Undip. Kompas.id merupakan laman berbayar harian Kompas, sekaligus perluasan produk dari cetak, yang diluncurkan pada Februari 2017. Di dalamnya terdapat e-paper, dan konten-konten non-agenda setting atau non-eksklusif, yang dipublikasikan hari itu juga.
”Kami berharap, dengan akses yang kami berikan kepada 500 mahasiswa itu, mereka akan sangat gampang dalam melakukan check and recheck maupun memperbarui informasi dari sumber yang kredibel. Dengan akses tersebut, para mahasiswa ini akan punya referensi dan panduan dalam mengerjakan tugas-tugasnya sebagai mahasiswa,” ujar Agus.
Pada seminar tersebut, Agus juga memaparkan tentang kompetisi proyek sosial PFmuda. PFmuda merupakan ajang adu gagasan anak muda dalam menuntaskan permasalahan sosial di sekitarnya. Untuk bisa berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, para pemuda dengan usia 17-35 tahun harus mengirimkan proposal proyek sosial. Proposal yang dianggap berkelanjutan dan berdampak akan mendapatkan dana pengembangan total miliaran rupiah dari Pertamina Foundation.
”Dengan berlangganan Kompas.id, para mahasiswa ini bisa mendapatkan informasi yang akurat untuk mendukung proposal proyek sosial mereka,” imbuh Agus.