Produksi Masih Rendah, Sultra Kembangkan 3.000 Hektar Lahan Kedelai
Pemprov Sulawesi Tenggara berupaya menggenjot produksi kedelai dengan mengembangkan lahan seluas 3.000 hektar. Selama ini, produksi kedelai di Sultra masih rendah sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan di daerah itu.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Para petani merontokkan kedelai hasil panen menggunakan mesin penggiling di Dusun Sedayu, Desa Kembang, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Selasa (6/9/2011).
KENDARI, KOMPAS — Produksi kedelai di Sulawesi Tenggara masih rendah sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan di daerah tersebut. Pemerintah Provinsi Sultra pun berupaya menggenjot produksi dengan mengembangkan lahan seluas 3.000 hektar untuk penanaman kedelai.
Kepala Seksi Produksi Benih Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan (Distanak) Sultra Sarmin menyampaikan, kebutuhan kedelai di wilayah Sultra masih sangat tinggi. Sementara itu, produksi oleh petani masih berada jauh di bawah kebutuhan.
”Sebagian kedelai kita didatangkan dari luar, khususnya Surabaya. Hal ini karena produksi kita sendiri belum mampu memenuhi kebutuhan,” katanya di Kendari, Selasa (23/5/2023).
Sarmin memaparkan, saat ini ada sejumlah daerah sentra kedelai di Sultra, misalnya Konawe dan Konawe Selatan. Sementara itu, wilayah Kolaka yang dulunya menjadi penghasil utama kedelai justru mengalami penurunan produksi seiring beralihnya petani menjadi pekebun jangka menengah. Masalah lainnya adalah banyak petani yang belum terbiasa menanam kedelai.
SAIFUL RIJAL YUNUS
Sagu menjadi dagangan utama di wilayah Sulawesi Tenggara, terlebih saat jelang Lebaran tiba, seperti terlihat di Pasar Korem Kendari pada Selasa (11/5/2021).
Berbagai masalah itu membuat produksi kedelai di Sultra tidak stabil. Pada tahun 2020, produksi kedelai di provinsi itu hanya sekitar 800 ton, menurun signifikan dibandingkan dengan kondisi tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai ribuan ton.
Pada 2021, produksi kedelai di Sultra kembali menurun menjadi hanya 574 ton. Namun, jumlah produksi itu kemudian melonjak pada 2022 hingga mencapai 11.053 ton. Meski begitu, jumlah itu belum mampu memenuhi kebutuhan kedelai di Sultra.
Sarmin menyatakan, luas lahan kedelai di Sultra saat ini sekitar 20.000 hektar. Adapun produktivitas lahan kedelai di provinsi itu mencapai 2 ton per hektar. Dia juga menyebut, harga kedelai saat ini sedang bagus, yaitu berkisar Rp 16.000 per kilogram.
Oleh karena itu, Distanak Sultra terus berupaya meningkatkan produksi kedelai. Salah satunya dengan program penanaman kedelai di lahan seluas 3.000 hektar. Program ini merupakan bantuan dari pemerintah pusat dengan total anggaran Rp 5,6 miliar.
”Kalau dari kami memang anggarannya kurang, jadi kami ke pemerintah pusat dan dapat bantuan. Calon petani dan calon lokasi sudah ada, tersebar di delapan kabupaten di Sultra,” tutur Sarmin.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Kantor Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan Sulawesi Tenggara di Kendari, Sultra, Jumat (1/7/2022).
Sarmin menyatakan, program tersebut bakal dijalankan mulai Juni mendatang. Petani yang menjadi penerima bantuan akan mendapatkan benih, pupuk, hingga pengusir hama. Meski tidak mencakup seluruh kebutuhan, bantuan itu diharapkan menjadi pemicu untuk petani dalam mengelola lahan.
”Jika berhasil, Oktober nanti sudah bisa panen. Dalam hitung-hitungan kami, per hektarnya petani bisa mendapatkan lebih dari Rp 30 juta. Selain itu, dengan luasan 3.000 hektar dan produktivitas 2 ton per hektar, maka akan menambah produksi 6.000 ton kedelai,” katanya.
Sebagian kedelai kita didatangkan dari luar, khususnya Surabaya. Hal ini karena produksi kita sendiri belum mampu memenuhi kebutuhan.
Kepala Distanak Sultra La Ode M Rusdin Jaya menuturkan, program itu merupakan bantuan dari Kementerian Pertanian yang telah diusulkan sejak 2022. Menurut dia, total lahan yang diusulkan untuk penanaman kedelai itu awalnya mencapai 12.000 hektar. Namun, luas lahan yang masuk dalam program itu kemudian susut menjadi 3.000 hektar.
Meski begitu, jika program itu berhasil, luas lahan yang ditanami kedelai bisa saja bertambah ke depan. ”Rencananya, ke depan, kedelai di Sultra akan menjadi cadangan kedelai nasional. Makanya, kami terus berupaya mengembangkan kedelai,” ujar Rusdin.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Hamparan persawahan warga yang berbatasan dengan industri pengolahan nikel atau smelter di Desa Paku Jaya, Bondoala, Konawe, Sulawesi Tenggara, Kamis (30/3/2023). Sawah di wilayah ini terus berkurang seiring masifnya industri pengolahan nikel tersebut. Hal serupa terjadi di wilayah lain di Sultra akibat pembukaan pertambangan skala besar.
Salah seorang petani di Konawe Selatan, Suardi mengungkapkan, dirinya dan 20 orang rekannya menjadi penerima bantuan penanaman kedelai tahun ini. Para petani itu memiliki lahan seluas 30 hektar di Kecamatan Angata, Konawe Selatan.
Menurut Suardi, dirinya memang tidak memiliki pengalaman menanam kedelai sebelumnya. Namun, dengan pengalaman puluhan tahun menjadi petani, ia mengaku memiliki pengetahuan dasar untuk bercocok tanam.
”Kami tertarik dengan program ini karena bantuan dari pemerintah dan ada pendampingan dari penyuluh. Semoga hasilnya baik ke depannya,” kata Suardi.