Hakikat Media Massa sebagai Komunikator Sejati
Wartawan perlu memahami jati diri sebagai komunikator sejati. Mewartakan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan bersama.

Peserta diskusi dan talkshow menjelang hari komunikasi sosial sedunia di Kupang, Sabtu (20/5/2023). Media massa perlu memahami jati diri sebagai komunikator sejati. Bekerja semata-mata demi kebaikan bersama.
Media massa memegang peranan utama dalam membangun kesejahteraan dan keadilan di masyarakat, selain tokoh agama dan pengambil kebijakan. Kesejahteraan dan keadilan itu berawal dari cinta kasih. Komunikasi sejati berlangsung dari hati ke hati. Komunikasi yang tulus itu pula yang harus diperlihatkan dalam politik.
Peran penting media massa dalam membangun kesejahteraan dan keadilan itu diuraikan oleh Uskup Agung Kupang Mgr Petrus Turang Pr saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi dan talkshow di Kupang, Sabtu (20/5/2023, dalam rangka peringatan Hari Komunikasi Sosial (Komsos) dunia dari Gereja Katolik. Komsos diperingati setiap 21 Mei. Diskusi itu bertema ”Bicara dari Hati ke Hati”.
Peserta diskusi meliputi para romo, pastor, suster, frater, bruder, seminaris, wartawan, dan beberapa politisi Kristen. Mereka kerap menyuarakan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan.
Konsili Vatikan II (1962-1965), antara lain, menggarisbawahi, semua alat komunikasi yang diciptakan dan dibentuk manusia sejak awal penciptaan sampai hari ini ialah untuk menyampaikan kebenaran dan keadilan. Menyampaikan informasi dengan hati tulus, menyentuh rasa kemanusiaan, diterima, dicerna, dan dilaksanakan.
Baca juga : Media Massa Berperan Menverifikasi dan Memastikan Aneka Konten

Uskup Agung Kupang Mgr Petrus Turang Pr, Sabtu (20/5/2023). Ia mengajak peserta diskusi dan masyarakat umum untuk berbicara dari hati ke hati demi perdamaian dan kerukunan bersama.
Turang mengingatkan kembali ajaran Fransiskus de Sales (1557-1622), seorang uskup dan tokoh komunikator ulung dalam sejarah gereja. Ia adalah pelindung para wartawan, dalam pemahaman Gereja Katolik. Sales mengajarkan bagaimana cara berkomunikasi yang menyentuh dan menggugah orang untuk bertindak atau berubah ke jalan yang benar.
”Wartawan sebagai komunikator sejati di berbagai bidang. Biarawan, biarawati, dan tokoh agama pada umumnya serta masyarakat juga demikian," ujar Turang.
Kalangan ini, menurut rohaniawan Katolik ini, membawa pesan kemanusiaan, keadilan, kejujuran, dan kesejahteraan. Keharmonisan hidup antara umat manusia dapat terwujud jika dibangun dalam komunikasi sejati, tulus, dan berdampak bagi kebaikan bersama.
Berbicara dengan hati, menurut Turang, berarti juga memahami lawan bicara apa adanya. Mengandalkan bahasa yang mudah dipahami, dimengerti, dihayati, dan dilaksanakan untuk menghasilkan kebaikan bersama.
Berbicara dengan hati
”Saya baca di media massa, provinsi ini dengan tingkat korupsi tertinggi. Entah benar atau tidak. Jika benar, pertanda orang tidak saling mengasihi. Tidak memberi kesempatan orang lain menikmati hak-hak mereka sebagai warga negara. Intinya, tidak mau melayani dan mengasihi. Padahal, ini daerah (NTT) dengan penganut cinta kasih terbesar,” katanya.
Baca juga : Triliunan Rupiah Mengalir ke NTT, Kemiskinan Hanya Turun Tipis

Joben Tampani (38), ayah Rina atau anak Tanel Tampani, sedang makan nasi kosong sebelum berangkat mengojek konvensional di Kelurahan Babau, Kupang, Rabu (2/3/2022). Kemiskinan, pandemi, dan bencana alam memperburuk mutu pendidikan di NTT.
Saling mengasihi berarti juga bersikap adil atas hak-hak orang sekitar terutama masyarakat kecil. Orang Kristen mesti memahami dan mengerti apa itu saling mengasihi. Tokoh agama hanya mengajak dan mewartakan soal itu di berbagai kesempatan. Realisasinya ada pada masing-masing orang, termasuk para pengambil kebijakan.
Mari berkomunikasi dengan hati tulus. Demi kebaikan dan kedamaian bersama. (Petrus Turang)
Turang menegaskan, korupsi terlahir karena orang ingin memiliki lebih dari apa yang diperoleh saat ini. Meskipun dengan cara-cara yang melanggar hukum dan hak-hak orang lain. Padahal, dengan penghasilan sah yang diperoleh, sebenarnya ia sudah layak hidup.
Manusia memang rapuh, lemah. Tetapi, itu bukan alasan. Ia mengingatkan, Tuhan memberi kelebihan pada manusia, yakni hati dan pikiran untuk menentukan pilihan yang terbaik antara membangun kesejahteraan hidup. Manusia harus berkenan di hadapan Tuhan dan sesama. Bagaimana orang menghayati dan memahami tugas untuk membangun kesejahteraan, persahabatan, dan kerukunan.
Akan tetapi, pada kenyataannya, menurut Turang, ada juga manusia yang membangun komunikasi tidak untuk kebaikan orang lain. Mereka itu cenderung mencari keuntungan pribadi atau kelompok. Orang seperti ini pada akhirnya sulit dipercaya masyarakat.
Baca juga : Menanti Komunikasi yang Jujur dari Elite

Pastor Pembantu Paroki Santo Yosep Penfui Kupang, RD Jonas Kamlasi, saat memimpin misa pada hari Komunikasi Sosial sedunia, Minggu (20/5/2023). Ia mengingatkan, komunikasi yang tulus begitu penting dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi yang buruk sering membawa kekacauan dan kesengsaraan dalam masyarakat.
Contoh lainnya dari dampak komunikasi tidak dari hati ialah kerusakan lingkungan yang kian tak terkendali. Lingkungan dengan segala ekosistemnya dibiarkan hancur atas nama kesejahteraan.
Memasuki tahun politik, media punya peran penting. Wartakan fakta lapangan, sesuai etika. ”Mari berkomunikasi dengan hati tulus. Demi kebaikan dan kedamaian bersama,” pesan Turang.
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pastoral Keuskupan Agung Kupang RD Florens Un Bria Pr mengatakan, cara berkomunikasi atau menyampaikan informasi dari tokoh agama, media massa, dan LSM soal melayani secara jujur, dan adil belum pas. Belum menyentuh dan menggugah hati para pengambil kebijakan, dari unsur pemerintah terkecil sampai penguasa tertinggi.
”Seni berkomunikasi itu harus bisa menggugah hati dan pikiran orang untuk bertindak. Dengan memaparkan nilai-nilai kemanusiaan yang paling utama, sebagai bagian panggilan hidup setiap orang untuk mengabdi. Entah itu di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya,” kata Maksi.
Baca juga : Etika Komunikasi, Pengertian dan Fungsinya

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pastoral Keuskupan Agung Kupang RD Florens Un Bria Pr. Ia memaparkan, komunikasi sejati pun memiliki seni tertentu agar bisa membawa dampak positif bagi orang lain.
Komunikasi yang intens dari hati ke hati perlu dibangun antara semua pihak yang beperan sebagai komunikator. Media massa, para pastor, pendeta, pejabat negara, dan antara warga masyarakat. Semua pihak mestinya saling mengingatkan satu sama lain.
Sulit dibedakan
Maria Gorety Ana Kaka sebagai Co-Creator Development Media Daring mengatakan, pekerja media sejati makin sulit dibedakan. Wartawan sejati bekerja demi kesejahteraan, keadilan, dan kebaikan umum. Tetapi saat ini ada kecenderungan orang mengejar jam tayang ketimbang konten yang bersifat mendidik masyarakat. ”Jika ingin mendapatkan informasi yang akurat, carilah media yang terdaftar resmi di PWI,” katanya.
Terpisah, dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang, Yohanes Tuba Helan, mengatakan, pembinaan rohani terhadap para calon anggota legislatif (caleg) dan calon kepala daerah menjelang pemilu sudah sering dilakukan. Setiap Sabtu ada pembinaan oleh tokoh agama terhadap para caleg dan calon kepala daerah itu.
Tetapi, menurut dia, karakter seseorang tidak bisa dibentuk secara mendadak. Harus dimulai dari masa kecil, masuk bangku sekolah dasar dan menengah sampai perguruan tinggi. Orang yang sudah terbiasa mencontek, plagiat, dan membohongi guru dan dosen di masa pendidikan, akan tetap terbawa sampai di dunia kerja.
”Termasuk saat menjabat sebagai politisi atau kepala daerah,” kata Tuba Helan.
Baca juga : Perjuangan Panjang Pimpinan PDIP Meraih Pimpinan DPRD

Pelantikan anggota DPRD NTT periode 2019-2024 oleh Gubernur NTT di Kupang, Agustus 2019. Kini, banyak caleg mendaftar di KPU daerah. Semua berjuang atas nama rakyat dan demi kesejahteraan rakyat. Seuntaian narasi yang berulang tahun tanpa realisasi.
Caleg dengan perilaku buruk tetap buruk. Perilaku yang buruk sangat sulit menjadi baik. Tetapi, semua caleg, yang baik dan buruk, sama-sama menampilkan diri sebagai orang baik menjelang pesta demokrasi.
Pemilih harus melihat setiap rekam jejak masing-masing caleg apakah mereka caleg petahana yang berintegritas ataukah mereka yang selama ini tidak punya pekerjaan jelas, atau kader partai dan pekerja serabutan.
”Banyak muncul nama baru. Masyarakat tidak kenal. Tiba-tiba minta dukungan lewat media sosial. Sebagian dari mereka tidak punya pekerjaan jelas. Ada pula yang sudah lebih dari lima kali sebagai caleg, tidak pernah lolos, tetapi masih berani mencalonkan diri. Itu hak demokrasi setiap warga. Masyarakat punya kewenangan memberi hak suara,” kata Tuba Helan.
Jumlah caleg yang diajukan masing-masing parpol pun cukup banyak. Kabupaten Flores Timur, misalnya, kuota kursi DPRD 30 orang, tetapi pendaftar caleg dari 11 partai nasional lebih dari 400 orang. Andai 22 kabupaten/kota di NTT mendaftarkan jumlah yang sama, ada sekitar 8.800 caleg. Belum termasuk caleg provinsi.
Baca juga : Pemilu 2019 Menjadi Bahan Evaluasi

Sejumlah pejabat dan mantan pejabat daerah di Kupang bergembira bersama seusai mengunjungi salah satu TPS di Kupang pada pemilu untuk DPR RI, DPD RI, DPRD, dan presiden 2019.
Tidak semua caleg itu akan terpilih. Namun, paling tidak nama mereka sudah terdaftar sebagai politisi yang sah. Hal itu merupakan modal baik untuk melangkah lebih jauh karena setidaknya mereka sudah dikenal khalayak.
Tidak sedikit pula yang akhirnya mundur dari dunia politik setelah gagal di pemilu. Mereka kecewa dan frustrasi karena sudah mengeluarkan biaya yang cukup.
”Ada caleg sebelumnya memimpin salah satu koperasi terbesar di NTT. Waktu 30 tahun ia memimpin dengan sukses. Ribuan orang terbantu dari koperasi itu, dan aset koperasi triliunan rupiah. Kini, ia maju caleg di Senayan,” katanya.
Rekam jejak orang seperti ini, menurut Tuba Helan, termasuk bagus. Tetapi, pilihan ada di tangan rakyat. Perlu pendidikan politik yang kuat terhadap rakyat. Jangan mudah tergoda dengan uang. Tetapi melihat rekam jejak mereka.