Pemprov Jabar Tampik Stigma Adopsi Anak secara Legal Itu Mahal dan Sulit
Kepala Dinas Sosial Jawa Barat Dodo Suhendar menyatakan, pengurusan adopsi anak melalui jalur hukum dari pemerintah bebas biaya. Warga yang ingin adopsi anak seharusnya bisa melaksanakan dengan legal demi identitas anak.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pemerintah Jawa Barat menampik stigma proses adopsi anak secara legal yang mahal dan berbelit-belit. Masyarakat diimbau berkonsultasi kepada pemerintah agar mendapatkan anak yang sah secara hukum.
Kepala Dinas Sosial Jabar Dodo Suhendar di Bandung, Selasa (16/5/2023), menjelaskan, pihaknya membuka kesempatan kepada masyarakat untuk berkonsultasi terkait dengan proses adopsi anak. Hal ini diharapkan bisa menghindari praktik adopsi ilegal yang melanggar hukum.
Dodo juga menanggapi terkait dengan sejumlah temuan Kompas terhadap praktik adopsi ilegal di sejumlah wilayah di Indonesia yang dipublikasikan 11-12 Mei 2023 lalu. Dia menilai, hal tersebut terjadi karena stigma yang berkembang di masyarakat terkait dengan mahalnya adopsi anak serta birokrasi yang rumit.
”Ada stigma yang berkembang bahwa proses adopsi mahal dan berbelit-belit. Setelah kami evaluasi, semuanya tidak sepenuhnya benar karena proses izin adopsi dari Dinsos Jabar tidak dipungut biaya. Anggapan berbelit-belit itu mungkin karena persyaratan administrasi,” ujarnya.
Syarat-syarat administrasi ini, lanjut Dodo, bisa saja terjadi karena ada urusan administrasi yang tidak sesuai ketentuan, salah satunya terkait dengan perbaikan akta kelahiran. Namun, dia meminta masyarakat untuk bersabar demi tertib administrasi dan hukum sehingga tidak bermasalah di kemudian hari.
Dodo menyatakan, Dinsos Jabar terus-menerus menyosialisasikan proses penyerahan hingga pengangkatan anak sesuai dengan ketentuan. Kerja sama dengan para penegak hukum juga diperlukan untuk memantau Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).
”Kami melaksanakan pemantauan kepada LKSA yang melaksanakan pengasuhan dan perawatan kepada anak terlantar, khususnya bayi. Dari media sosial, kami terus menyebar informasi terkait dengan adopsi secara legal dengan meminta orangtua asuh yang telah selesai proses izinnya untuk memberikan testimoni,” ujarnya.
Menurut Dodo, pemantauan ini dilakukan karena praktik adopsi ilegal ini bermula dari penyediaan bayi telantar secara ilegal. Hal ini berdampak pada proses penyerahan bayi telantar tidak sesuai prosedur dan berujung pada pelanggaran hukum.
”Setelah dipelajari, praktik adopsi ilegal ini bermula dari penampungan bayi telantar secara ilegal. Seharusnya proses penyerahan bayi yang telantar dilaksanakan melalui pihak dinsos setempat untuk selanjutnya diserahkan kepada LKSA,” ujarnya.
Dodo berujar, pelayanan untk pengasuhan dan perawatan anak-anak telantar melalui UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) Griya Rahmah Anak juga ditanggung pemerintah. Terakhir, pada tahun 2022, Pemprov Jabar menganggarkan Rp 457,9 juta untuk pengasuhan 35 anak, proses adopsi enam anak hingga kebutuhan lainnya.
”Untuk proses pengangkatan anak atau adopsi per tahun dialokasikan untuk 150 anak angkat hingga Rp 150 jutaan. Pembiayaan termasuk sampai penyaluran anak ke pengasuhan pada keluarga pengganti melalui adopsi, foster care (orangtua asuh) ataupun perwalian,” ujarnya.
Aturan terhadap pengasuhan anak tersebut ada dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak. Salah satu aturan ini, antara lain, mengharuskan pengangkatan anak harus mengantongi penetapan pengadilan.
Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial Kanya Eka Santi di Kompas, Kamis (11/5), menilai, pihak yang menempuh jalur ilegal tidak memikirkan status sosial dan hukum anak. Ada juga hak anak lainnya terkait dengan identitas terkait nasabnya.
”Pengangkatan anak adalah perbuatan hukum karena ada kewajiban dari orangtua untuk memelihara, merawat, dan mendidik kepada pihak lain,” ujarnya.