Erupsi Anak Krakatau Semburkan Abu Vulkanik 2.000 Meter
Aktivitas Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, kembali bergejolak dalam tiga hari terakhir. Gunung api itu mengalami erupsi dan menyemburkan abu vulkanik hingga 2.000 meter.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, kembali bergejolak dalam tiga hari terakhir. Semua pihak diminta mengantisipasi risiko bahaya dengan tidak mendekat ke gunung api itu.
Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM, Sabtu (13/5/2023) hingga pukul 12.00, Gunung Anak Krakatau tercatat mengalami satu kali erupsi. Erupsi terjadi pukul 07.10 dengan ketinggian kolom abu mencapai 2.000 meter dari atas puncak. Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan condong ke arah barat daya. Erupsi ini terekam dalam seismograf dengan amplitudo maksimum 65 milimeter dan durasi 1 menit 8 detik.
Sementara pada Jumat (12/5/2023), Anak Krakatau mengalami dua kali erupsi dengan ketinggian kolom abu berkirsar 1.500-2.500 meter dari atas puncak. Erupsi pertama dan terbesar tercatat terjadi pukul 09.20, kemudian disusul erupsi kedua pukul 23.20. Adapun pada Kamis (11/5/2023), Anak Krakatau juga mengalami dua kali erupsi dengan tinggi kolom abu masing-masing mencapai 1.000 meter dan 3.000 meter dari atas puncak.
Kepala Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau di Desa Hargopancuran, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, Andi Suardi mengatakan, peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau tiga hari terakhir cukup signifikan. Meski terus bergejolak, belum ada peningkatan status gunung anak ini karena erupsi belum membahayakan warga. Walaupun luncuran abu cukup tinggi, kondisi angin tidak membuat abu sampai ke daratan Lampung.
”Status Gunung Anak Krakatau masih level III (Siaga). Masyarakat tidak boleh mendekat dalam radius 5 kilometer dari kawah,” kata Andi saat dihubungi dari Bandar Lampung, Sabtu.
Dalam tiga hari terakhir, gunung api itu tercatat mengalami lima kali letusan. Sepanjang Sabtu, Anak Krakatau juga masih terus mengalami tremor dengan amplituda 1-13 mm dan gempa tektonik sebanyak 1 kali kejadian dengan durasi 34 detik.
Saat ini, petugas terus memantau kondisi gunung api itu. Meski aktivitas Anak Krakatau masih fluktuatif, meningkatnya aktivitas gunung api itu belum menimbulkan gangguan bagi aktivitas masyarakat di sekitar pesisir Kecamatan Rajabasa maupun Pulau Sebesi, Lampung Selatan.
Camat Rajabasa Sabtudin menuturkan, meningkatkan aktivitas Gunung Anak Krakatau sejak tiga hari terakhir tidak berdampak pada aktivitas nelayan dan masyarakat sekitar. Mereka masih beraktivitas seperti biasa. Nelayan juga tetap mencari ikan di perairan sekitar Kepulauan Krakatau dengan tetap mematuhi aturan tidak mendekat ke gunung api itu pada radius 5 kilometer.
Menurut dia, setelah tsunami Selat Sunda pada Desember 2018, kewaspadaan masyarakat di sekitar pesisir Rajabasa meningkat. Saat ini, masyarakat yang pernah menjadi korban tsunami sudah menempati hunian yang dibangun pemerintah di dataran tinggi dan lebih aman dari bencana tsunami maupun gelombang tinggi.
Selain itu, masyarakat juga sudah mendapatkan pelatihan terkait mitigasi bencana gempa dan tsunami. Di dese-desa kawasan pesisir Rajabasa, jalur evakuasi dan petunjuk menuju tempat evakuasi saat terjadi bencana juga sudah disiapkan.
Syamsul (45), nelayan asal Kecamatan Rajabasa, menuturkan, peningkatan aktivitas Anak Krakatau tidak membuat nelayan takut melaut. Meski aktivitas gunung api masih bergejolak, tidak ada peningkatan gelombang maupun angin kencang di tengah laut.