Aneka Upaya dan Tantangan Menumpas Rokok Elektrik di Asia Tenggara
Pelarangan rokok elektrik terus digencarkan di Asia Tenggara untuk melindungi kesehatan masyarakat. Namun, masih ada negara yang belum melarang tetapi membatasi, seperti Indonesia.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·5 menit baca
CHIANG MAI, KOMPAS — Sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara mulai melarang penggunaan produk rokok elektrik demi alasan kesehatan. Salah satu tantangan utamanya adalah penjualan rokok elektrik daring yang sangat masif.
Rokok elektrik semakin populer, terutama di kalangan anak muda di Asia Tenggara. Kondisi itu dipengaruhi berbagai faktor, salah satunya miskonsepsi tentang rokok elektrik.
Selama ini, rokok elektrik diklam 95 persen lebih aman dari rokok konvensional. Padahal, berbagai riset menunjukkan dampak rokok elektrik yang sangat berbahaya.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto menyebut, rokok elektrik berisiko mengakibatkan asma, kanker paru, dan penyakit infeksi yang lebih tinggi. Rokok elektrik mengandung karsinogen dan bahan toksik lain yang dapat merusak DNA dan kemampuan perbaikan sel manusia serta hewan (Kompas.id, 5/1/2023).
Untuk melindungi warganya dari dampak buruk rokok elektrik, sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara mengeluarkan berbagai aturan. Di Kamboja, misalnya, larangan penggunaan rokok elektrik sudah diberlakukan sejak 2014.
Larangan itu muncul setelah NACD (otoritas pemberantas narkoba setempat) menganggap rokok elektrik merupakan gerbang menuju narkoba.
”Di awal tahun 2021, NACD menginisiasi munculnya aturan bar. Tidak hanya melarang penggunaan rokok elektrik, tetapi produk tembakau yang dipanaskan. Alasannya, penggunaan alat tersebut secara bergantian dalam satu komunitas bisa memicu ledakan kasus Covid-19,” kata Direktur Cambodia Movement for Health Kong Mom di Chiang Mai, Thailand, Rabu (10/5/2023).
Tidak hanya NACD yang berperan dalam menumpas penggunaan rokok elektrik di Kamboja. Menurut Mom, sejumlah kementerian turut mendukung upaya itu.
Pada pertengahan tahun 2021, Kementerian Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kamboja menerbitkan larangan penggunaan rokok elektrik di lingkungan pendidikan.
Sementara itu, pada akhir tahun 2021, Kementerian Pariwisata setempat melarang penggunaan dan penjualan rokok elektrik di tempat-tempat wisata, pusat-pusat kuliner, serta tempat hiburan.
Setelah pemberlakuan aturan-aturan itu, kata Mom, hampir tidak ada lagi pemajangan dan penjualan rokok elektrik. Para pengguna rokok elektrik juga tidak muncul di publik.
”Orangtua juga mulai mengampanyekan bahaya rokok elektrik di media sosial,” tutur Mom.
Di Laos, Perdana Menteri menerbitkan larangan penggunaan rokok elektrik mulai tahun 2018. Pada tahun 2021, aturan itu diperkuat.
Selain melarang penggunaan, pemerintah setempat juga melarang pembuatan, impor, ekspor, distribusi produk, dan penjualan rokok elektrik.
”Kementerian Keuangan Laos bersama Kementerian Informasi memonitor dan menjatuhkan denda bagi para pelanggar. Sementara itu, Bea dan Cukai serta Kementerian Kesehatan bertugas menginspeksi di daerah perbatasan,” ujar Kepala Satuan Tugas Pengendalian Tembakau Kementerian Kesehatan Laos Maniphanh Vongphosy.
Vongphosy menambahkan, Kementerian Kesehatan juga turut menggandeng media untuk mengedukasi masyarakat. Kementerian Pendidikan setempat juga meningkatkan kesadaran para siswa tentang dampak buruk rokok elektrik. Penetapan kawasan bebas dari rokok di lingkungan pendidikan juga diterapkan.
Eksekutif Direktur Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) Ulysses Dorotheo menyebut, ada sekitar 40 negara di dunia yang sudah melarang penggunaan rokok elektrik.
Di Asia Tenggara, pelarangan rokok elektrik diberlakukan di Brunei Darussalam sejak tahun 2005 dan Laos pada 2018. Sementara di Singapura, Kamboja, dan Thailand, pelarangan itu dilakukan sejak 2014.
”Ada tiga negara di Asia Tenggara yang belum melarang penggunaan tetapi mengetatkan penggunaan rokok elektrik, yakni Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Sementara itu, Myanmar dan Vietnam sama sekali belum melarang dan meregulasi penggunaan rokok elektrik,” ujar Dorotheo.
Direktur Pelaksana Health Justice Filipina Ralph Emerson Degollacion menyebut, pengetatan aturan mengenai penggunaan rokok elektrik dilakukan pemerintah setempat mulai tahun 2020. Wujudnya peningkatan besaran pajak bagi rokok elektrik dan peningkatan batasan umur pengguna rokok dari minimal 18 tahun menjadi 21 tahun.
Sementara itu, Tenaga Ahli Madya Kantor Staf Presiden Erlinda mengatakan, pembatasan paparan zat adiktif dari rokok konvensional dan rokok elektrik menjadi upaya melindungi masyarakat, terutama masyarakat generasi muda.
”Kita sangat berkomitmen mendorong regulasi tentang rokok elektronik melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan,” tuturnya (Kompas.id, 20/7/2022).
Di tengah upaya tersebut, negara-negara di Asia Tenggara terganjal berbagai tantangan. Negara-negara di kawasan tersebut sepakat, tantangan yang paling sulit dihadapi adalah penjualan rokok elektrik secara daring.
Mom mengatakan, di Kamboja, belum ada mekanisme penegakan hukum terhadap penjualan rokok elektrik secara daring. Selain itu, pemasaran rokok elektrik memang tidak lagi menggunakan media sosial yang bisa diakses secara umum.
”Sekarang mulai bergeser ke media sosial yang lebih privat, seperti telegram dan grup aplikasi perpesanan yang hanya bisa diakses oleh anggota,” ujar Mom.
Sulitnya mengendalikan penjualan rokok elektrik secara daring juga dikeluhkan Laos. Menurut Vongphosy, hal itu terjadi karena belum ada denda yang ditetapkan secara jelas bagi penjual rokok elektrik secara daring.
Ke depan, pihaknya akan segera menentukan denda yang jelas bagi para pelanggar. Penguatan kerja sama dan kolaborasi antarlembaga hingga memasukkan edukasi terkait bahaya rokok dalam kurikulum pendidikan bakal dilakukan.
Penasihat Kebijakan Senior Seatca, Mary Assunta, menuturkan, ada berbagai hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk menumpas penggunaan rokok elektrik. Pertama, negara harus menegaskan bahwa segala bentuk tembakau berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat.
Kedua, katanya, mengurangi akses anak muda terhadap produk tembakau dan segera melarang penjualan
”Akses anak muda kepada terhadap produk tembakau bisa dibatasi. Hal itu bisa dimulai dari mengharuskan pembeli punya izin khusus, produk tidak boleh dipajang, dan tempat yang menjual produk tembakau diawasi,” kata Mary.