Penggembala Bebek Tersambar Petir di Purbalingga, Waspadai Cuaca Ekstrem Masa Pancaroba
Wilayah Jateng bagian selatan memasuki masa pancaroba atau peralihan. Masyarakat diimbau waspada cuaca ekstrem, seperti hujan lebat disertai petir. Seorang warga di Purbalingga tewas tersambar petir ketika di sawah.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURBALINGGA, KOMPAS — Seorang penggembala bebek di Desa Wlahar, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, ditemukan tewas di persawahan desa setempat, Kamis (4/5/2023) sore. Korban diduga meninggal akibat tersambar petir. Selama sepekan di Jateng tercatat ada 77.464 sambaran petir. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika atau BMKG mengimbau masyarakat agar mewaspadai cuaca ekstrem pada musim pancaroba atau peralihan.
”Korban ditemukan pertama kali oleh saksi yang sedang mencari keberadaannya karena sejak siang menggembala bebek belum juga pulang,” kata Kepala Kepolisian Sektor Rembang Inspektur Satu Khaliman, Jumat (5/5/2023) pagi.
Khaliman mengatakan, korban bernama Yogi Suhendra (28) warga Desa Wlahar RT 005 RW 001, Kecamatan Rembang. Adapun saksi adalah kerabatnya, Hadi Sutarmo (45). ”Dari keterangan saksi, sebelum kejadian, korban berangkat menggembala bebek pada pukul 14.00. Namun, hingga pukul 18.00 korban tidak kunjung pulang,” paparnya.
Menurut Khaliman, Hadi kemudian mencari keberadaan korban di persawahan desa setempat. Korban ditemukan dalam posisi tergeletak. Saat dilakukan pengecekan diketahui korban sudah meninggal.
Khaliman menyebutkan, jajarannya bersama Inafis Polres Purbalingga dan petugas medis yang datang kemudian melakukan pemeriksaan jenazah. ”Hasil pemeriksaan jenazah tidak ditemukan tanda penganiayaan. Ditemukan sejumlah luka bakar pada punggung belakang dan pinggang belakang. Diduga korban tersambar petir saat menggembala bebek. Setelah diperiksa, jenazah korban kami serahkan kepada pihak keluarga untuk dimakamkan,” katanya.
Dihubungi terpisah, prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap, Rendi Krisnawan, menyampaikan, petir disertai hujan dengan intesitas sedang dan lebat yang terjadi di wilayah Purbalingga dan sekitarnya adalah akibat kondisi cuaca di musim peralihan dari musim hujan ke kemarau. ”Wilayah Purbalingga dan sekitarnya atau Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen) umumnya itu masih dalam masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau,” kata Rendi.
Kondisi pancaroba itu diperkirakan masih berlangsung hingga sebulan ke depan. ”Sebagian wilayah Purbalingga ada yang memasuki kemarau pada Juni dasarian pertama atau awal Juni, kemudian ada yang Juni dasarian kedua atau awal Juni,” katanya.
Menurut Rendi, di masa transisi ini, hujan mulai ringan hingga lebat bisa terjadi siang menjelang sore hari hingga malam hari. ”Hujan itu terbentuk dari awan kumolonimbus yang bergumpal-gumpal, besar, tinggi, berwarna hitam, disertai kilat dan petir, kadang juga ada embusan angin kencang,” tuturnya.
Jika sudah mulai gelap dan berpetir, sebaiknya berlindung di dalam rumah.
Awan kumolonimbus itu, lanjut Rendi, biasanya terbentuk mulai pagi hari ketika cuaca terasa panas terik. ”Kemudian menjelang siang mulai muncul awan jenis kumulus, yaitu yang bergumpal-gumpal, mulai dari yang kecil, kemudian berkembang tumbuh jadi besar dan menjadi awan kumolonimbus,” paparnya.
Oleh karena itu, perlu diwaspadai jika pagi hingga siang hari panas terik dan terasa gerah, lalu terbentuk awan kumolonimbus, sebaiknya siang atau sore harinya masyarakat tidak beraktivitas di area yang lapang, seperti sawah.
”Jika sudah mulai gelap dan berpetir, sebaiknya berlindung di dalam rumah. Jangan berlindung di bawah pohon atau tiang listrik karena bisa terjadi potensi loncatan petir,” paparnya.
Berdasarkan data dari Stasiun Geofisika Banjarnegara, sepanjang 28 April hingga 4 Mei 2023 di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya tercatat ada 77.464 sambaran petir. Sambaran tertinggi pada 4 Mei dengan jumlah 23.233 sambaran dan sambaran terendah pada 30 April dengan 4.783 sambaran.