Polisi Tahan Lima Tersangka Kasus Persekusi Dua Perempuan di Pesisir Selatan
Polisi menahan lima tersangka kasus persekusi dua perempuan di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, yang viral di media sosial pada April lalu. Beberapa orang lain yang diduga terlibat masih dalam pencarian.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Kepolisian Resor Pesisir Selatan, Sumatera Barat, menahan lima tersangka terkait kasus persekusi dua perempuan di Kecamatan Lengayang, Kabupaten Pesisir Selatan, yang viral di media sosial pada April lalu. Sementara itu, beberapa orang lain yang diduga terlibat dalam persekusi itu masih dalam pencarian.
Kelima tersangka tersebut adalah AK (38), Z (47), J (47), O (45), dan G (48). Tersangka AK ditangkap pada 20 April 2023, disusul tersangka Z dan J yang menyerahkan diri. Adapun tersangka O dan G ditangkap pada 27 April 2023 berdasarkan hasil pengembangan penyelidikan.
”Satu lagi, inisial A, yang menjadi penyebar video viral, sedang dalam pencarian. Identitas dan foto tersangka sudah kami kantongi. Tiga pelaku lain juga dalam pencarian,” kata Kepala Polres Pesisir Selatan Ajun Komisaris Besar Novianto Taryono, dalam keterangan tertulis, Kamis (4/5/2023).
Kasus persekusi ini terungkap setelah rekaman video peristiwa itu viral di media sosial Instagram dan Twitter. Dalam video itu, tampak sekelompok warga mengarak dan menceburkan dua perempuan ke pantai pada malam hari. Tidak hanya itu, kedua perempuan tersebut juga ditelanjangi.
Polisi kemudian membenarkan kejadian di video tersebut. Korban persekusi itu adalah WDP (23) dan L (20) yang merupakan ibu rumah tangga. Peristiwa itu terjadi di Kafe Natasya di kawasan Pasir Putih Kambang, Nagari Kambang Barat, Kecamatan Lengayang, pada 8 April 2023 pukul 23.00.
Kejadian itu bermula dari kedatangan sekitar 300 warga ke Kafe Natasya. Warga resah karena tempat hiburan malam itu diduga masih beroperasi saat bulan Ramadhan dengan menyediakan jasa lady companion (LC) atau pemandu karaoke. Kedua korban itu dituduh sebagai pemandu karaoke.
Sekelompok pemuda selanjutnya menggiring dan menceburkan WDP dan L. Tidak hanya itu, kedua korban juga ditelanjangi dan dilecehkan. Perbuatan tersebut direkam dan kemudian disebarkan di media sosial.
Novianto menjelaskan, dalam peristiwa itu, tersangka AK berperan sebagai orang yang berteriak-teriak di pantai. AK berteriak ”bawa keluar, perlihatkan keluar” saat korban tidak berbusana. Adapun Z melakukan pelecehan seksual dengan memegang payudara dua korban, sedangkan J adalah pencetus ide agar kedua korban ditelanjangi.
Tersangka berinisial O, yang merupakan tokoh pemuda setempat, berperan memberikan izin agar kedua korban dipersekusi. Adapun tersangka G berperan membawa kedua korban dari belakang Kafe Natasya dan menyerahkannya kepada sekelompok pemuda hingga diseret dan dipersekusi di tepi pantai.
”Para pelaku yang belum tertangkap kami minta kooperatif (menyerahkan diri). Cepat atau lambat (mereka) pasti tertangkap,” ujar Novianto.
Kelima tersangka sesuai perannya masing-masing akan dijerat sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Indira Suryani menyebut, kedua korban persekusi itu mengalami kekerasan seksual berlapis. Kesimpulan itu berdasarkan pengakuan korban dan verifikasi video yang beredar di media sosial.
”Kedua teman perempuan kami ini menjadi korban kekerasan seksual yang berlapis. Pelecehan seksual fisik, pencabulan, kekerasan berbasis jender daring, mendapatkan penyiksaan seksual berupa persekusi, dan perendahan martabat secara seksual,” kata Indira yang juga kuasa hukum korban WDP.
Para pelaku yang belum tertangkap kami minta kooperatif (menyerahkan diri). Cepat atau lambat (mereka) pasti tertangkap
Indira menjelaskan, kedua korban itu bukan pemandu karaoke di kafe tersebut. WDP dan L, yang bekerja sebagai musisi organ tunggal, waktu itu hanya berkunjung untuk makan dan saling curhat di belakang kafe. Tiba-tiba, sekitar 300 orang dari wilayah setempat datang ke kafe tersebut.
Kedua korban yang tidak tahu apa-apa, kata Indira, kemudian dipersekusi belasan pemuda bagian dari massa tersebut. Mereka diseret dan diceburkan ke laut tidak jauh dari kafe. Para pelaku persekusi juga memaksa korban membuka pakaian hingga telanjang. Tindakan persekusi itu direkam dan disebarkan di media sosial.
”Kami melihat ada semacam mobilisasi orang dengan alasan agama, orang jadi bertindak barbar. Siapa pun yang terlibat permasalahan ini, harusnya dia mampu bertanggung jawab. Apa yang mereka lakukan sangat kejam dan biadab,” kata Indira.
Indira pun mendesak polisi agar mengusut tuntas kasus main hakim sendiri oleh warga ini. Jika dibiarkan, hal ini akan menjadi preseden buruk. Apalagi, dari penelusuran LBH Padang, lokasi kejadian itu termasuk wilayah yang sering terjadi kasus main hakim sendiri.