Warga Sijunjung Disiksa dan Disuruh Jadi Penipu Daring di Myanmar
Muhamat Husni Sabil (28), warga Kabupaten Sijunjung, Sumbar, menjadi satu dari 20 korban dugaan tindak pidana perdagangan orang di Myanmar. Korban disiksa dan dipaksa menjadi tukang tipu daring dan promosi judi daring.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Seorang warga Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, menjadi satu dari 20 korban dugaan tindak pidana perdagangan orang atau TPPO di Myanmar. Para korban dipaksa bekerja sebagai tukang tipu daring dan promosi judi daring. Mereka juga mengalami penyiksaan.
Kasus tersebut mengemuka usai video pengakuan para korban viral di media sosial beberapa hari terakhir. Para korban memohon kepada pemerintah agar dipulangkan ke Tanah Air. Beberapa di antara korban mengalami sakit dan terus mengalami penyiksaan jika pekerjaan tidak mencapai target.
”Anak saya, Muhamat Husni Sabil (28), salah satu korban dari 20 orang itu,” kata Dewi Murni (47), ibu korban bernama Sabil, warga Jorong Tanjung Beringin, Nagari Tanjung, Kecamatan Koto Tujuh, Sijunjung, ketika dihubungi dari Padang, Rabu (3/5/2023).
Dewi menjelaskan, ia mengetahui kejadian yang dialami putra sulungnya itu sejak Februari lalu, bulan ketiga bekerja di Myanmar. Sabil mengaku, ia dan kawan-kawannya telah ditipu. Alih-alih bekerja di bagian komputer perkantoran sebuah perusahaan di Thailand, mereka justru dipaksa bekerja sebagai tukang tipu daring dan promosi judi daring di Myanmar.
”Kami sudah ditipu. Kerja kami memang dengan komputer, tetapi sudah salah kerja, ini penipuan. Ini sebenarnya (pekerjaan) penipu daring dan judi daring,” ujar Dewi menirukan perkataan Sabil. Sabil sebelumnya bekerja sebagai aktor figuran di sejumlah sinetron di Jakarta.
Menurut Dewi, Sabil dan kawan-kawan juga mengalami penyiksaan jika tidak mencapai target. Bentuk penyiksaan itu antara lain setruman, cambukan, hingga pemukulan.
”Awalnya siksaan ringan, seperti push up, lari keliling lapangan, jalan jongkok, dan jalan bebek, itu makanan sehari-hari mereka. Cuma, belakangan, yang tidak tahan itu kena setrum, cambuk, dan pukul. Makanya, anak-anak ini melapor. Jadilah anak-anak ini buat video dikirim ke keluarga,” ujar Dewi.
Selain itu, sejak bekerja akhir November 2022, Sabil hanya menerima gaji dua bulan pertama sekitar Rp 4 juta dan Rp 2 juta. Bulan ketiga dan seterusnya, ia dan kawan-kawan tak lagi digaji. Padahal, sebelumnya mereka dijanjikan gaji menggiurkan Rp 11 juta-Rp 12 juta sebulan.
Dilanjutkan Dewi, para keluarga korban lainnya yang berada di Pulau Jawa sudah melaporkan kasus ini ke Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Agen yang mengirimkan Sabil dan kawan-kawan ke Myanmar juga sudah dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Polri.
Dewi mengaku, sekarang ia tidak tahu lagi bagaimana kondisi anaknya. Terakhir mereka berkontak pada Idul Fitri, 22 April lalu. Saat itu, Sabil menanyakan soal perkembangan proses pemulangan karena ia sudah tidak tahan bekerja di Myanmar.
Jadi, bisa dikatakan ini adalah bentuk tindak pidana perdagangan orang.
”Saya minta kepada pemerintah agar anak saya bisa pulang dengan selamat. Saya mohon kepada Presiden Joko Widodo, Gubernur Sumbar, dan Bupati Sijunjung untuk membebaskan anak saya yang sedang disekap agar secepatnya dievakuasi, dipulangkan dengan selamat,” kata Dewi.
Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sumbar Bayu Aryadhi mengatakan, pekerja migran Indonesia (PMI) di Myanmar itu merupakan PMI nonprosedural. Mereka berangkat bekerja ke luar negeri tidak sesuai prosedur. ”Jadi, bisa dikatakan ini adalah bentuk tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” katanya ketika ditemui di Padang.
Menurut Bayu, salah satu indikasi PMI tersebut berangkat tidak sesuai prosedur adalah Myanmar bukan negara tujuan penempatan PMI. Selain itu, data para PMI tersebut, termasuk Sabil, tidak tercatat di BP3MI.
Bayu pun meminta warga Sumbar yang anggota keluarganya jadi korban kasus TPPO di Myanmar untuk melapor ke BP3MI. Laporan itu jadi dasar pihaknya untuk menindaklanjutinya ke pusat lalu berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) setempat untuk pemulangan.
Selain itu, Bayu juga mengimbau agar warga Sumbar tidak mudah tertipu lowongan kerja di luar negeri tanpa prosedur yang jelas dengan iming-iming gaji besar. ”Jika dapat informasi lowongan kerja di luar negeri, bisa klarifikasi apakah lowongan itu benar dan terdaftar di kantor Disnaker dan BP3MI Sumbar,” ujarnya.