Tingkatkan Sektor Pertanian, Kaltim Siapkan Rp 4,5 Miliar Bangun Bendungan dan Jaringan Air
Pemprov Kaltim menyiapkan daerahnya untuk mandiri pangan dengan membangun bendungan dan jaringan irigasi. Selama ini, lebih dari 50 persen kebutuhan beras Kaltim disuplai dari Sulawesi dan Jawa Timur.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
SUCIPTO
Sawah yang berada di atas lahan bekas galian tambang batubara di Jalan Letter S, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegata, Kalimantan Timur, Jumat (10/1/2019).
BALIKPAPAN, KOMPAS — Bendungan Marangkayu di Kabupaten Kutai Kartanegara disiapkan untuk mendukung irigasi pertanian demi kemandirian pangan daerah. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menyiapkan Rp 4,5 miliar untuk program tersebut tahun ini.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan Rakyat Kaltim Aji Muhammad Fitra Firnanda mengatakan, Bendungan Marangkayu sudah dibangun sejak 2019. Menurut Nanda, progres pembangunannya sudah mencapai 90 persen.
”Kami menargetkan tahun ini sudah bisa penggenangan waduk,” ujar Nanda saat dihubungi, Minggu (30/4/2023).
Bendungan tersebut dibangun untuk mengairi lahan pertanian dan persawahan seluas 1.500 hektar di Kecamatan Marangkayu. Selain untuk mengairi lahan pertanian, bendungan itu juga disiapkan untuk memenuhi kebutuhan air baku warga Bontang, Marangkayu, dan Muara Badak. Kapasitasnya mencapai 450 liter per detik.
Petani menanam padi di sawah di Desa Karya Jaya, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Selasa (5/11/2019).
Sejauh ini, APBD Kaltim yang sudah digunakan untuk pembangunan tersebut pada 2019 sebanyak Rp 13,1 miliar. Pada 2021, anggaran yang sudah digunakan untuk pembangunan itu Rp 3,4 miliar dan Rp 4,9 miliar di tahun 2022.
Selain di Bendungan Marangkayu, Pemprov Kaltim sedang membangun jaringan air untuk mengalirkan air dari bendungan ke sejumlah sentra pertanian dan persawahan. Terakhir, tahun 2022, Pemprov Kaltim membangun jaringan primer sepanjang 200 meter dan pembuatan jaringan sekunder sepanjang 664 meter.
Nanda mengatakan, tahun ini Bendungan Marangkayu akan diselesaikan bersama penambahan jaringan air. ”Menurut rencana, anggaran tahun 2023 ini kami siapkan di APBD Provinsi Kaltim murni sebesar Rp 4,5 miliar,” katanya.
Kebutuhan pangan
Dalam keterangan tertulisnya, Gubernur Kaltim Isran Noor mengatakan, kebutuhan pangan Kaltim akan meningkat seiring pertambahan penduduk, terutama dengan adanya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Pembangunan ibu kota baru itu diprediksi bakal berdampak ke sejumlah daerah di Kaltim, termasuk bertambahnya pendatang dan lapangan usaha baru.
Untuk itu, kata Isran, kebutuhan pangan perlu disiapkan dengan meningkatkan produktifitas pertanian dan persawahan.
”Karena itu, Kaltim juga harus siapkan infrastruktur pertanian yang baik. Terlebih Kaltim sudah dipilih menjadi IKN,” kata Isran.
Saat ini, Kaltim belum bisa memenuhi kebutuhan sejumlah bahan pokok pangan, seperti beras, sayur, dan bumbu-bumbu dari wilayahnya sendiri.
Lebih dari 50 persen kebutuhan beras Kaltim, misalnya, berasal dari beberapa daerah di Sulawesi dan Jawa Timur. Dengan kondisi tersebut, harga kebutuhan pokok di sejumlah daerah di Kaltim tinggi lantaran rantai pasok yang panjang.
Hal itu terjadi seiring menurunnya hasil panen dan luasan sawah di Kaltim dalam beberapa tahun terakhir. Badan Pusat Statistik mencatat, sawah irigasi dan nonirigasi di Kaltim pada 2012 seluas 68.120 hektar. Luasan tersebut menurun sekitar 4.000 hektar pada 2022 menjadi 64.030 hektar.
Syadari merumput di persawahan yang berhadapan langsung dengan tambang batubara di Desa Desa Karang Tunggal, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (7/1/2023).
Roedy Haryo Widjono, budayawan sekaligus peneliti di Nomaden Institute Cross Cultural Studies, menilai belum terpenuhinya kebutuhan pangan dari Kaltim lantaran pembangunan di provinsi ini tak memiliki strategi kebudayaan.
Akibatnya, sejumlah pengetahuan tradisional yang penting, seperti ladang bergilir dan sistem lumbung pangan yang dibangun turun-temurun oleh warga, kini sirna.
Misalnya, kata Roedy, sejumlah izin pertambangan diberikan di daerah pertanian. Beberapa kasus menunjukkan, sungai yang digunakan warga untuk irigasi dan minum hilang akibat terpotong pertambangan. Selain itu, larangan membakar untuk membuka lahan secara tradisional juga dilarang.
Menurut Roedy, itu berdampak terhadap banyak hal, terutama ruang hidup dan cara hidup masyarakat di Kaltim. ”Setidaknya di daerah Penajam Paser Utara itu saat ini ada 14 padi endemik yang hilang. Cara hidup yang lebih egaliter, seperti menggunakan lahan bersama-sama, kini sudah tak ada, hilang menjadi melulu transaksional,” katanya (Kompas, 26/4/2023).