Pemkot Singkawang Berupaya Pulangkan Warga Korban Kekerasan di Myanmar
Sebanyak 11 warga Kota Singkawang, Kalimantan Barat, yang bekerja di Myanmar diduga mengalami kekerasan. Mereka diduga dipekerjakan oleh sindikasi di tempat judi ”online” dan ”scammer”. Pemerintah berupaya memulangkan.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Sebanyak 11 warga Kota Singkawang, Kalimantan Barat, yang bekerja di Myanmar, diduga mengalami kekerasan di tempat kerja. Mereka diduga dipekerjakan oleh sindikasi di tempat semacam judi online dan scammer. Pemerintah Kota Singkawang kini berupaya memulangkan mereka.
Penjabat Wali Kota Singkawang Sumastro, Kamis (27/4/2023), menuturkan, pihaknya sudah mengirim surat secara resmi kepada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon, Myanmar, dengan tembusan kepada Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri. Selain itu, juga kepada gubernur dan kepolisian. Karena duta besar di sana sudah ditarik ke Jakarta, maka surat ditujukan kepada Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) KBRI Yangon.
”Kami terus berkomunikasi dengan staf lokal di Yangon. Upaya memulangkan 11 warga Singkawang memerlukan waktu dan ekstra hati-hati. Sepertinya mereka terjebak dalam sebuah pengerahan tenaga kerja yang mungkin saja disampaikan via online dengan iming-iming gaji tinggi, tidak diprediksi faktor risikonya,” ungkap Sumastro.
Menurut informasi, mereka awalnya akan dipekerjakan ke Kamboja, tapi kemudian malah bergeser ke Myanmar yang ”zona merah”. Berdasarkan informasi, mereka mengalami kekerasan jika tidak bekerja sesuai perintah majikan.
Warga Singkawang yang ada di Myanmar tersebut masih bisa berkomunikasi dengan kerabatnya di Singkawang meskipun sebagian besar handphone (HP) mereka disita majikan. Mereka baru satu bulan berada di Myanmar.
”Begitu masuk, mereka sudah menghadapi persoalan seperti itu. Mereka dipekerjakan seperti operator judi online atau penipuan (scammer). Sumastro mengingatkan kepada masyarakat agar berhati-hati. Jangan mudah terkena iming-iming gaji besar,” ujarnya.
Perwakilan berupaya melakukan pelacakan dan koordinasi dengan pemerintah setempat.
Usia para pekerja asal Singkawang tersebut berkisar 20-25 tahun. KBRI berupaya terus-menerus untuk memulangkan mereka, tapi perlu proses. Apalagi, Myanmar saat ini dilanda konflik dalam negeri yang cukup rumit.
Kepala Balai Pelayanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PB3MI) Kalbar Fadzar Allimin menuturkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Pemkot Singkawang dan Kementerian Luar Negeri, terutama dengan Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI).
Laporan sudah masuk kepada perwakilan di Yangon dan sudah ditindaklanjuti dengan nota diplomatik atau surat kepada Kementerian Luar Negeri Myanmar. ”Perwakilan berupaya melakukan pelacakan dan koordinasi dengan pemerintah setempat,” ungkapnya.
Fadzar menuturkan, warga Singkawang yang berada di Myanmar tersebut tidak terdaftar di dalam sistem BP3MI Kalbar untuk bekerja di Myanmar sehingga kemungkinan berstatus nonprosedural. Diduga mereka terkena bujuk rayu sindikasi penempatan pekerja nonprosedural.
”Kemungkinan ada sindikat penempatan nonprosedural. Ada yang memberikan janji tentang kerjaan gampang dan gaji besar,” ujarnya lagi.
Ia mengingatkan masyarakat agar berhati-hati terhadap informasi peluang pekerjaan, khususnya melalui media sosial yang tidak diketahui validitas informasinya. Apalagi, khusus Myanmar, Laos, dan Kamboja secara formal bukan negara penempatan pekerja migran Indonesia. Kalau memang warga berniat bekerja ke luar negeri hendaknya mendapat informasi resmi di dinas yang membidangi ketenagakerjaan di tempat masing-masing atau BP3MI.
Wakil Ketua DPRD Kota Singkawang Sumberanto Tjitra menuturkan, pihaknya juga sudah berkomunikasi dengan Pemkot Singkawang menanyakan terkait 11 warga di Myanmar tersebut. Hal ini penting ditindaklanjuti mengingat terkait nasib warga.
Dia menyatakan, upaya pemulangan ini tidak hanya cukup dari pemkot, tetapi juga perlu upaya dari kementerian terkait. Pemerintah pusat memiliki akses lebih besar. Selain itu, perlu sosialisasi dari pemerintah kepada masyarakat supaya masyarakat lebih berhati-hati. Orangtua juga jangan terlalu membebaskan anaknya bekerja ke luar negeri. Lebih baik mencegah terlebih dahulu.
Catatan Kompas, kejadian yang hampir serupa bukanlah pertama kalinya terjadi. Desember tahun lalu, sebanyak 17 warga Kalbar diduga menjadi korban perdagangan orang di Laos. Awalnya, mereka dijanjikan agen bekerja di supermarket. Setiba di Laos, korban dipekerjakan sebagai scammer atau penipuan berkedok investasi serta mengalami kekerasan.