Idul Fitri tahun ini membawa berkah untuk setiap warga. Setelah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dihapus, pekerjaan yang dulu sempat meredup kini kembali bergairah.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
Fauzi (45), seorang serang (pengemudi perahu), sedang mendorong perahu keteknya dari tepi Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (22/4/2023). Ia akan kembali berlayar di bagian ulu Kota Palembang guna mengangkut penumpang. Itu kali ketiga ia mondar-mandir mengangkut penumpang yang ingin shalat Idul Fitri salah satunya di Jembatan Ampera.
”Alhamdulillah, Idul Fitri tahun ini, warga sudah ramai lagi,” ujar Fauzi yang sudah 10 tahun bekerja sebagai serang.
Fauzi mengutip tarif sebesar Rp 5.000 per orang yang ingin menyeberang dari kawasan hulu ke kawasan hilir untuk menjalankan ibadah shalat Idul Fitri. Dalam satu kali berlayar, perahu Fauzi bisa mengangkut sekitar 20 orang.
”Hasilnya lumayan, baru mengangkut selama satu jam saja, saya sudah mengantongi sekitar Rp 400.000,” ujarnya.
Padahal, di hari normal dia hanya bisa mengantongi kurang dari Rp 100.000 per hari. Kondisi ini berbeda dengan dua tahun terakhir kala PPKM masih diberlakukan.
”Kami tidak memperoleh pendapatan sama sekali karena warga dilarang beraktivitas,” ungkapnya.
Hal serupa dialami oleh Edy, warga 5 Ulu Palembang yang pada saat shalat Idul Fitri, menjadi penjual musiman koran bekas. Koran itu digunakan untuk alas pengganti sajadah bagi jemaah yang ingin menjalani shalat Idul Fitri. Dua lembar koran dihargai sekitar Rp 2.000.
Ia berdiri di samping Monumen Penderitaan Rakyat (Monpera) Palembang untuk "mencegat" warga yang membutuhkan koran. ”Koran-koran untuk alas shalat,” katanya menawarkan. Beberapa warga pun membeli lembaran koran yang dibawanya.
Pekerjaan musiman ini ternyata membawa keuntungan yang lumayan. Dari berjualan koran dadakan Edy bisa mendapatkan uang sekitar Rp 300.000 hari itu.
Bagaimana tidak, pada saat shalat Idul Fitri, ribuan orang memadati Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo, Palembang, Bundaran Air Mancur, hingga Jembatan Ampera. Pemandangan ini hampir selalu terjadi setiap tahun, kecuali saat pandemi mendekap dalam tiga tahun terakhir.
Warga Puncak Sekuning Palembang, Ainul Yakin (30) salah satu jemaah yang mengikuti shalat Idul Fitri di Jembatan Ampera menggunakan koran sebagai pengganti sajadah.
Tidak hanya koran ia juga membawa tikar sebagai alas shalat untuk tujuh orang anggota keluarganya. Menurut Ainul, tahun ini adalah momen yang tepat bagi semua orang bisa menjalankan Idul Fitri secara lebih bebas dan tidak ada pembatasan.
”Kami bisa menjalankan kebiasaan kami, yakni shalat di atas Jembatan Ampera,” ujarnya.
Menurut dia, kerinduan besarnya untuk bisa beribadah di atas ikon Kota Palembang terpenuhi. ”Masjid ada di dekat rumah, tapi karena ini acara tahunan momen ini tidak boleh dilewatkan,” ungkapnya.
Kami bisa menjalankan kebiasaan kami, yakni shalat di atas Jembatan Ampera.
Jeny Ariyani warga Lampung juga memanfaatkan momen Shalat Idul Fitri di atas Jembatan Ampera sebagai pengalaman yang sangat berkesan. ”Hanya di Palembang, shalat bisa di atas jembatan,” ujarnya sembari tertawa.
Jeny berharap, pandemi covid-19 tidak terulang kembali sehingga tradisi seperti ini bisa terus berlangsung. ”Jangan sampai kesempatan untuk bersilaturahmi terhalang karena pandemi lagi,” ujarnya.
Dampak ekonomi
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menuturkan, setelah sempat dibekap pandemi, sekarang warga bisa kembali bisa menjalankan Idul Fitri tanpa adanya pembatasan. ”Tahun ini, karena PPKM dihapuskan, jumlah pemudik melonjak signifikan,” ujarnya.
Kondisi ini tentu membawa dampak baik bagi perekonomian di kawasan yang dilewati atau disinggahi pemudik. ”Selain pulang tentu mereka mengeluarkan uang saat di perjalanan dan tentu akan membawa dampak ekonomi bagi warga sekitar,” ujarnya.
Di sisi lain, Idul Fitri tahun ini juga menunjukkan toleransi yang kuat antara sesama umat Islam. ”Tahun ini ada dua kali Lebaran. Namun, tidak ada perselisihan. Hal inilah yang membuat Lebaran tahun ini lebih istimewa,” ujar Herman.
Kepala Dinas Perhubungan Sumatera Selatan Ari Narsa menuturkan, akibat penghapusan kegiatan masyarakat antusiasme masyarakat untuk pulang kampung sangat tinggi. ”Kami memperkirakan ada peningkatan sekitar 20-30 persen penggunaan moda transportasi umum pada mudik Lebaran tahun ini dibanding periode yang sama tahun lalu,” ujarnya.
Kondisi ini tentu akan memberikan efek domino pada semua orang yang berkecimpung di dunia transportasi. Ia mencontohkan sulitnya pemerintah provinsi Sumsel menyewa bus untuk mudik gratis lantaran sudah banyak armada yang digunakan untuk kebutuhan lain.
”Ini tentu sebuah pertanda baik bahwa perekonomian kembali pulih,” kata Ari.
Kepala Polda Sumsel Inspektur Jenderal Albertus Rachmad Wibowo menuturkan, ada sekitar 8,2 juta Muslim di Sumatera Selatan yang merayakan Idul Fitri. Selain itu, ada sekitar 123 juta pemudik di Indonesia. Sebagian besar akan berlebaran di Pulau Jawa dan Sumatera.
Tak heran, momen Lebaran adalah operasi terbesar sepanjang tahun yang melibatkan banyak instansi. ”Ada sekitar 5.807 personel dari berbagai instansi yang dikerahkan untuk melancarkan arus mudik dan arus balik Lebaran," ungkapnya.
Mereka akan bertugas di daerah yang rawan macet dan rawan kecelakaan. Pengerahan ini tidak lain untuk mengimbangi gairah pemudik yang merayakan Idul Fitri, hingga kembali ke tempat tinggalnya dengan aman dan selamat.