20 Siswa di Aceh Utara Jadi Korban Pelecehan Seksual Gurunya
Informasi yang dihimpun polisi, M telah melakukan perbuatan itu sejak 2021 hingga Maret 2023. Perbuatan M terungkap saat salah seorang korban mengadu kepada orangtua dan melaporkan kepada polisi.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
LHOKSUKON, KOMPAS — Sedikitnya 20 siswa di sebuah sekolah dasar di Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, telah menjadi korban pelecehan seksual. Para pihak mendesak agar pelaku dihukum berat. Pendampingan bagi korban juga harus maksimal.
Kepala Polisi Resor Kabupaten Aceh Utara Ajun Komisaris Besar Polisi Deden Heksaputera, Selasa (18/4/2023), mengatakan, pelaku M (43) telah ditahan sejak akhir Maret 2023 dan hingga kini proses hukum masih berjalan. Adapun usia korban antara 7 tahun dan 12 tahun. Pelaku mengancam para korban agar tidak menceritakan kejadian tersebut kepada siapa pun.
Deden mengatakan, pelaku yang berprofesi sebagai guru itu memanfaatkan kedudukannya untuk melakukan pelecehan terhadap anak didiknya. Berdasarkan informasi yang dihimpun polisi, M telah melakukan perbuatan itu pada 2021 hingga Maret 2023. Perbuatan M terungkap saat salah seorang korban mengadu kepada orangtua dan melaporkan kepada polisi. Setelah pelaku ditangkap, polisi memperdalam penyelidikan tersebut dan menemukan korban lainnya.
Kepolisian kemudian melakukan pengembangan dan sosialisasi kepada wali murid di sekolah. Jumlah korban pun bertambah. Deden mengatakan, pihak kepolisian akan terus melakukan pengembangan dengan mengumpulkan orangtua murid dan guru untuk memastikan apakah masih ada korban lain.
Direktur Eksekutif Flower Aceh Riswati mengatakan kasus itu sangat menyedihkan karena para korban adalah anak-anak sedangkan pelaku adalah guru. Seorang guru seharusnya menjadi pendidik dan menjadi suri teladan bukan justru jadi pelaku kejahatan. Terlebih lokasi adalah di sekolah.
Riswati berharap pelaku dijatuhi hukuman berat agar memberikan efek jera. Di sisi lain, Riswati meminta pemerintah setempat untuk mendampingi korban dan memastikan pemenuhan hak.
Pelaku dijerat dengan Pasal 50 dan Pasal 47 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, dengan ancaman Uqubat Ta'zir cambuk paling banyak 200 kali atau denda paling banyak 2.000 gram emas murni atau penjara paling lama 200 bulan.
Seorang guru seharusnya menjadi pendidik dan menjadi suri teladan bukan justru jadi pelaku kejahatan. (Riswati)
Sementara itu, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar melalui keterangan tertulis mengatakan, pihaknya mengecam keras kasus kekerasan seksual di lingkup pendidikan yang dilakukan oleh guru terhadap muridnya.
”Kami sangat menyayangkan terjadinya tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) terhadap anak yang masih duduk di bangku SD oleh terduga pelaku oknum guru Agama Islam. Upaya pemulihan dan pemenuhan hak korban harus diutamakan. Kami akan memastikan anak-anak korban tersebut mendapatkan pendampingan dan pemulihan secara fisik maupun psikis dari tenaga ahli yang kompeten,” kata Nahar.
Nahar mengatakan, selain melakukan screening pada korban, pihaknya telah melakukan asesmenpsikolog dengan bantuan Universitas Malikussaleh. Hasil asesmen secara umum menunjukkan bahwa tidak ditemukan gangguan psikologis pada korban. Namun, korban dan orangtua korban tidak memiliki pemahaman yang banyak terkait pelecehan seksual.
Nahar menegaskan bahwa pihaknya akan mendukung dan menyerahkan seluruh proses hukum terduga pelaku untuk dijalankan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku di Aceh. Ia berharap kasus ini dapat memberikan efek jera kepada terduga pelaku dan mencegah munculnya kasus serupa di masa depan.
Dalam rangka pencegahan, Nahar mendorong pihak-pihak terkait untuk memberikan edukasi terkait pelecehan seksual di lingkup sekolah, baik kepada anak-anak, orangtua, maupun sekolah itu sendiri. Selain itu, ia juga mengingatkan orangtua untuk selalu melakukan pengawasan dan memperhatikan segala sikap anak sehingga dapat dengan mudah mendeteksi jika ada perubahan atau ketimpangan, baik yang terlihat dengan jelas maupun yang ditutupi.