Pemkot Surabaya dan Bank Jatim mengadakan Festival Ramadhan di Jembatan Suroboyo bukan hanya untuk memeriahkan bulan suci Ramadhan, melainkan juga untuk memacu aktivitas UMKM guna pemulihan kehidupan sosial ekonomi.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
Setidaknya 100 stan tenda kuliner dan cendera mata memanjakan pengunjung Festival Ramadhan di Jembatan Suroboyo, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (15/4/2023) malam.
Festival kolaborasi antara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dan Bank Jatim itu bertujuan memeriahkan pekan terakhir Ramadhan dengan mendorong kinerja usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Seluruh pengisi stan tenda ialah UMKM yang telah mendaftar dan mendapat persetujuan panitia. Juga ada setidaknya lima mobil kuliner dan gelaran permainan tradisional dari pegiat Kampoeng Dolanan Surabaya.
Datang selepas waktu buka puasa menjadi saat yang tepat untuk menikmati festival di prasarana yang membentang di depan Taman Hiburan Pantai Kenjeran itu. Saat malam, penerangan jalan umum dan lampu-lampu jembatan berpendar. Juga ada atraksi Taman Air Mancur Menari sebagai tontonan cuma-cuma bagi pengunjung. Kawasan Kenjeran mandi cahaya pada malam Minggu itu.
Mereka yang ingin jajan akan kewalahan dengan ragam kuliner yang tersedia. Ada soto, rujak buah, rujak cingur, kudapan goreng, penganan kukus, nasi campur, pangan bahari, sate, cemilan renyah, dan ragam jenis minuman panas atau dingin, mulai dari teh, kopi, sari buah, rempah, hingga jamu.
Salah satu menu yang terlihat berbeda ialah asinan ala Surabaya. Kudapan ini dijajakan di salah satu kendara kuliner. Asinan beda dengan rujak. Asinan ialah irisan beragam buah dengan kuah yang asam pedas. Makanan segar ini dikenal sebagai kekhasan dari kawasan Bogor dan Jakarta.
Mangkuk plastik seolah ”kolam mikro” asinan di mana irisan kedondong, salak, pepaya, mangga, bengkoang, jambu air, pepaya serta taburan kacang tanah goreng berenang dan menggoda untuk segera dilahap. Ada selembar kecil kerupuk yang gurih, cocok untuk menyempurnakan santap asinan yang asam pedas dengan seporsinya senilai Rp 20.000 itu.
Di dekat penjual asinan ada anak-anak yang memainkan egrang dan hulahup. Area itu diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin menjajal permainan tradisional ala Kampoeng Dolanan.
Direktur PT Kampoeng Dolanan Nusantara Mustofa Sam menyapa ramah setiap pengunjung yang bertanya. ”Nanti akan disuguhkan atraksi sepak bola api, salah satu permainan yang mulai kami giatkan lagi agar lestari di Surabaya,” katanya.
Di bagian tengah jembatan didirikan panggung dan disuguhkan hiburan musik yang diselingi bincang-bincang tentang ekonomi UMKM. Namun, bagi kebanyakan pengunjung, deretan stan makanan minuman lebih menggoda. Seporsi asinan buah ternyata tidak mengenyangkan. Lagipula, asinan bukan makanan inti. Untuk itu, tidak berlebihan jika kalangan pengunjung jajan lebih dari satu macam kuliner.
Menu yang cukup menarik ialah sego soge. Sejumlah pengunjung antre demi menikmati seporsi makanan dalam mangkuk plastik itu seharga Rp 25.000. Makanan ini berupa nasi putih hangat dengan telur mata sapi, irisan daging dan bawang bombai, serta pangan bahari berupa irisan bakso ikan, bakso salmon, bakso udang, dan sosis yang disiram kuah kental asam pedas. Bagi yang menyenangi ledakan pedas bisa meminta tambahan sambal dan bubuk cabai. Sebagai pelepas dahaga, tiada yang sempurna selain es teh atau es susu cokelat dalam gelas plastik ukuran jumbo.
Pemilik usaha sego soge, Sufiyanto Arief, mengatakan, kuliner ini berarti nasi (sego) kaya (soge dari sugih). Lidah Suroboyoan sering kali mengucapkan kaya sugih menjadi soge. Mengapa nasi kaya? Ya, memang kaya terutama protein dari telur, daging, dan pangan bahari. Selain itu, sang pemilik usaha selalu ”membalas” kebaikan konsumen dengan doa agar juga kaya atau soge. ”Kalau tidak kaya harta, ya kaya hatinya, jadi orang baik, saleh,” katanya.
Tiga lembaran Rp 10.000 untuk seporsi sego soge dan es teh ukuran jumbo sebenarnya amat terjangkau atau murah karena masih ada tambahan doa dari sang pemilik usaha. Apalagi ini bulan suci yang diyakini segala doa baik terwujud. Menyantap sego soge, mencecap rasa yang gurih dan asam pedas, serta sesekali menyeruput es teh sambil membayangkan menjadi orang kaya menjadi keasyikan tersendiri.
Mengapa nasi kaya? Ya, memang kaya terutama protein dari telur, daging, dan pangan bahari. Selain itu, sang pemilik usaha selalu ”membalas ” kebaikan konsumen dengan doa agar juga kaya atau soge.
Di sela acara, menurut Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, festival diadakan untuk memeriahkan bulan suci. Tujuan penting lainnya ialah tetap memacu aktivitas UMKM di ”Bumi Pahlawan”. Di Surabaya terdapat lebih dari 70.000 UMKM yang menjadi sokoguru perekonomian metropolitan berpenduduk 3 juta jiwa itu.
Eri melanjutkan, tahun ini merupakan warsa ketiga dari serangan pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) sejak Maret 2020. Sebenarnya, sejak awal 2022, situasi pandemi berangsur-angsur tertangani. Bahkan sejak awal tahun ini pemerintah telah mencabut status pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). ”Sedang menuju endemi yang diharapkan bisa terwujud dengan target setidaknya Agustus nanti,” katanya.
Direktur Mikro, Ritel, dan Menengah Bank Jatim Arief Wicaksono mengatakan, festival merupakan salah satu ikhtiar untuk mendorong percepatan pemulihan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Meski insidentil atau dilaksanakan dalam sehari, tetapi diharapkan memelihara semangat UMKM dan masyarakat untuk menjaga keseimbangan dalam konsumsi rumah tangga.
”UMKM adalah mitra penting Bank Jatim sehingga kegiatan seperti festival ini perlu mendapat atensi dan apresiasi,” ujar Arief. Festival setidaknya dapat menarik kunjungan warga sehingga ada perputaran uang alias geliat ekonomi. Sedang dipertimbangkan diadakan festival rutin untuk memacu aktivitas sosial ekonomi terutama di kawasan Kenjeran yang dilintasi Jembatan Suroboyo itu.