Kecelakaan Lalu Lintas Saat Mudik Lebaran di Jawa Timur Rentan Meningkat
Peningkatan pemudik dari 18 juta jiwa menjadi 21 juta jiwa di masa Lebaran 2023 di Jawa Timur dikhawatirkan memicu kenaikan kasus kecelakaan. Mayoritas pemudik menggunakan sepeda motor yang minim keselamatan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Sedikitnya 21,2 juta warga Jawa Timur akan mengikuti arus mudik dan balik Lebaran 2023. Sebagian besar menggunakan sepeda motor yang rawan meningkatkan kasus kecelakaan lalu lintas.
Demikian diutarakan Direktur Lalu Lintas Polda Jawa Timur Komisaris Besar Taslim Chairuddin di Surabaya, Kamis (13/4/2023). Perkiraan 21,2 juta jiwa atau lebih dari separuh populasi provinsi yang 40 juta jiwa itu didapat dari survei potensi pergerakan masyarakat selama masa angkutan Lebaran 2023 oleh Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan.
Peningkatan pergerakan ini sejalan dengan situasi sosial masyarakat yang kian terlepas dari dampak pandemi Covid-19. Pandemi menyerang sejak Maret 2020 sehingga sempat ada larangan mudik dan balik pada Lebaran tahun tersebut. Pembatasan mengendur dari tahun ke tahun seiring perbaikan penanganan pandemi sehingga mobilitas selama masa angkutan Lebaran juga meningkat.
Akan tetapi, Taslim mengungkapkan, kenaikan itu rawan memicu peningkatan kasus kecelakaan lalu lintas. Menurut data Direktorat Lalu Lintas Polda Jatim, selama Lebaran 2021 tercatat 503 kecelakaan. Angkanya meningkat setahun kemudian menjadi 835 kasus.
”Kami akan berusaha keras agar potensi lonjakan pemudik tahun ini tidak sampai membuat kenaikan kasus pelanggaran dan kecelakaan,” ujarnya.
Untuk itu, Polda Jatim mengerahkan lebih dari 10.300 personel untuk membantu kelancaran mobilitas warga di 38 kabupaten/kota di Jatim. Selain itu, lebih dari 7.000 personel TNI dan aparatur pemerintah juga dilibatkan. Polda Jatim mendata ada 72 lokasi rawan kecelakaan yang 7 di antaranya berada di Tol Trans-Jawa wilayah Jatim. Ada juga, 104 lokasi rawan pelanggaran aturan lalu lintas yang berpotensi menjadi kecelakaan.
Secara terpisah, Kepala Dinas Perhubungan Jatim Nyono mengatakan, potensi kenaikan kasus kecelakaan di masa angkutan Lebaran 2023 patut diwaspadai. Salah satu faktor pemicunya ialah penggunaan sepeda motor. Dari 21,2 juta jiwa warga mudik balik, lebih kurang 5,8 juta jiwa atau 27,2 persen akan mengandalkan sepeda motor.
Pemudik dengan kendaraan roda dua ini menjadi yang terbanyak di antara pengguna moda lainnya. Di urutan kedua terbanyak ialah pemudik dengan mobil pribadi sebanyak 5,5 juta atau 26 persen. Setelahnya ada kereta (3,3 juta) dan bus (2,9 juta). Selanjutnya ada pengguna mobil sewa, biro perjalanan, pesawat, kapal, hingga taksi.
Dengan asumsi sepeda motor dinaiki 2-3 orang, berarti akan ada mobilitas 1,9-2,9 juta unit. Padahal, menurut Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setidjowarno, sepeda motor bukan kendaraan yang menjamin keselamatan pengguna dan penumpang.
Sepeda motor minim perlindungan, kecuali helm dan busana, yang digunakan penggunanya. Seseorang bisa celaka bahkan tewas akibat kecelakaan saat bersepeda motor. Dia mencontohkan terjatuh karena kondisi jalan, menghindari atau bermanuver, atau bertabrakan dengan kendaraan lain.
”Pemudik masih banyak yang memakai sepeda motor membuktikan kelemahan kita dalam penyediaan angkutan umum sementara masyarakat abai dengan keselamatan sendiri,” ujar Djoko.
Dalam pandangan masyarakat, mudik dengan sepeda motor dianggap efektif dan efisien. Persepsi itu mungkin saja bisa diterima untuk perjalanan antardaerah yang dekat, misalnya di Surabaya Raya (Surabaya-Sidoarjo-Gresik). Namun, dalam perjalanan singkat pun, lanjut Djoko, risiko kecelakaan selalu ada. Risiko meningkat menjadi kian berbahaya ketika perjalanan semakin jauh yang menguras stamina dan konsentrasi pengguna sepeda motor.
”Solusi terdekat tingkatkan pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran aturan lalu lintas. Setelah itu, jamin ketersediaan angkutan umum secara merata,” kata Djoko. Angkutan umum berupa mobil penumpang bisa menjadi solusi untuk penyediaan sarana transportasi publik di tujuan mudik. Jika kampung halaman tidak ada atau minim angkutan umum, masyarakat akan tetap memakai sepeda motor dengan mengendarai dari perantauan atau mengirim dengan mudik gratis atau angkutan barang.