Berikrar Setia kepada NKRI, Tiga Napiter di Lapas Cirebon Butuh Reintegrasi
Tiga narapidana kasus terorisme di Lapas Kelas I Cirebon berikrar setia kepada NKRI. Mereka masih membutuhkan reintegrasi agar dapat diterima masyarakat.
—
Pembacaan ikrar berlangsung di Aula Serbaguna LP Kelas I Cirebon, Rabu (12/4/2023). Mereka yang berikrar adalah Rizal alias Abu Sofiyah, Lukman alias Abu Fauzan, dan Memen alias Abu Anas. Anggota jaringan teroris dari Makassar, Sulawesi Selatan, dan Bekasi, Jabar, itu juga menyanyikan lagu ”Indonesia Raya” dan mencium bendera Merah Putih.
Kepala LP Kelas I Cirebon Kadiyono, perwakilan TNI, Polri, Detasemen Khusus Antiteror 88, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), serta Kantor Kementerian Agama Kota Cirebon turut menyaksikan acara tersebut. Dalam ikrarnya, ketiga napiter berjanji, antara lain, tidak mengulangi perbuatannya dan tidak bergabung dengan kelompok teroris.
”(Ikrar) ini adalah bagian dari keberhasilan program pembinaan. Ikrar ini inisiatif (mereka). Ketika pindah ke sini, ketiganya memang betul-betul berkelakuan baik dan taat kepada NKRI,” ujar Kadiyono. Ketiga napiter itu baru menghuni LP Kelas I Cirebon berkisar empat bulan setelah mendekam di Rumah Tahanan Cikeas sekitar dua tahun.
Kadiyono menuturkan, selama di Lapas, ketiganya bersosialiasi dengan warga binaan lainnya, beribadah bersama, serta menjaga kebersihan lingkungan. Hal itu mengindikasikan, mereka tidak lagi eksklusif seperti pelaku terorisme. Perubahan itu, lanjutnya, berkat program deradikalisasi di Lapas dari sejumlah instansi, seperti Densus 88 dan BNPT.
Baca Juga: Tiga Napi Terorisme Berikrar Setia kepada NKRI
Menurut dia, saat ini hanya terdapat tiga napiter di LP Kelas I Cirebon dan mereka telah menunjukkan kesetiaannya kepada NKRI. ”Artinya, perilaku mereka baik. Kami memperlakukan hal yang sama terhadap seluruh warga binaan, tidak ada diskriminasi. Pendekatannya personal, kolektif, persuasif, dan melihat semua sebagai manusia,” tutur Kadiyono.
Dengan pola itu, pihaknya menjamin 915 warga binaan, termasuk napiter, dan petugas aman. Ia mematikan, peristiwa di Kantor Imigrasi Jakarta Utara, Senin (10/4), tidak terjadi di Cirebon. Tiga warga Uzbekistan yang juga anggota jaringan terorisme berupaya melarikan diri dengan menyerang petugas di kantor itu. Akibatnya, seorang petugas imigrasi meninggal.
Kadiyono mengatakan, ikrar setia kepada NKRI juga menjadi syarat bagi ketiga napiter yang divonis tiga tahun itu untuk mengikuti reintegrasi. Program itu berupaya mengembalikan mantan napiter ke masyarakat. ”Dengan ini, bebasnya (napiter) akan lebih cepat walaupun bebas bersyarat. Saya harap niat baik ini tetap terjaga kemurniannya,” ujarnya.
Satori, petugas Identifikasi dan Sosialisasi Densus 88 Polri, mengatakan, program reintegrasi dilakukan antara lain dengan memberikan nilai-nilai kebangsaan kepada keluarga napiter. Ketika napiter akan bebas, pihaknya berkoordinasi dengan camat, tokoh masyarakat, dan tetangga. ”Agar semua menerima yang bersangkutan dengan segala kekurangannya,” ucapnya.
Butuh pengawalan reintegrasi mantan napiter oleh semua pihak, terutama pemerintah daerah.
Sekretaris Yayasan Satu Keadilan (YSK) Syamsul Alam mengatakan, pembacaan ikrar penting sebagai salah satu legalitas untuk kembali ke NKRI. ”Namun, ini tidak cukup memastikan mereka tidak mengulangi perbuatannya. Butuh pengawalan reintegrasi mantan napiter oleh semua pihak, terutama pemerintah daerah,” ujarnya.
Apalagi, lanjutnya, Pemerintah Provinsi Jabar telah memiliki Rencana Aksi Daerah Penanggulangan Ekstremisme (RADPE) untuk mencegah ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. RAD itu turunan dari Rencana Aksi Nasional (RAN) PE tahun 2023. Pihaknya berharap Pemprov Jabar segera mengejewantahkan RAD itu ke pemerintah daerah.
Dengan begitu, pemda punya acuan formal untuk mendukung reintegrasi. Pemda, lanjutnya, perlu berkolaborasi lintas sektoral, termasuk mengajak organisasi masyarakat sipil untuk menyiapkan berbagai pihak untuk menerima mantan napiter. ”Ini penting karena mereka kerap mendapat stigma buruk meski telah berubah,” ujarnya.
Rizal, salah satu napiter yang berikrar, mengakui sempat memahami agama secara berlebihan sehingga ikut jaringan terorisme. Namun, ia telah berubah. Ia berharap bisa kembali kepada masyarakat dan membenahi keluarga yang sempat ditinggalkan. ”Mudah-mudahan saya diterima oleh masyarakat,” ucap bapak enam anak ini.
Baca Juga: Reintegrasi dan Rehabilitasi Penting bagi Mantan Ekstremis