Persiapan menyambut malam Takbiran sudah mulai terasa di tepian Sungai Kapuas, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Masyarakat ada yang mulai menyiapkan meriam karbit untuk festival yang menjadi tradisi di malam Takbiran.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Persiapan menyambut malam Takbiran sudah mulai terasa di tepian Sungai Kapuas, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Masyarakat ada yang mulai menyiapkan meriam karbit untuk festival yang menjadi tradisi di malam Takbiran.
Meriam karbit berdiameter sekitar 50 cm dan panjang sekitar 5 meter tampak di tepian Sungai Kapuas, tepatnya di Kampung Mendawai, Kelurahan Bansir Laut, Kecamatan Pontianak Tenggara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (11/4/2023) sore. Di sekitarnya terdapat rotan yang akan dipergunakan mengikat meriam agar kokoh.
Tradisi di tepian Sungai Kapuas pada malam Takbiran terdapat Festival Meriam Karbit. Oleh sebab itu, warga terutama Panitia Festival Meriam Karbit mulai menyiapkan meriam karbit. Proses pengerjaan biasanya dilakukan malam hari.
Junaidi (50), anggota panitia Festival Meriam Karbit RW 003, RT 003, Kelompok Meriam Ambalat, Kampung Mendawai, Kelurahan Bansir Laut, Selasa sore, menuturkan, proses persiapannya dimulai dengan membersihkan rotan untuk mengikat meriam karbit. Meriam karbit terbuat dari kayu yang disebut masyarakat dengan nama kayu mabang. Meriam itu juga mendekati hari pelaksanaan festival akan dicat dengan beragam warna sehingga lebih menarik.
Meriam karbit itu sebetulnya sudah digunakan pada festival tahun-tahun sebelumnya. Setelah festival selesai disimpan dengan cara direndam di dalam sungai. Beberapa pekan menjelang Takbiran, meriam karbit diangkat lagi ke daratan untuk dibenahi kembali, diikat ulang, dan dicat.
”Meriam karbit ini dipergunakan sudah 10 tahun. Pembuatannya juga memiliki nilai gotong royong,” tuturnya.
Meriam karbit juga tidak hanya di Kampung Mendawai, tetapi juga di kampung-kampung sepanjang tepian Sungai Kapuas. Di malam Takbiran panitia di setiap kampung akan menyulut meriam karbit bersahut-sahutan.
”Kelompok kami ada tujuh meriam karbit yang kami siapkan,” kata Junaidi.
Tradisi itu juga terus diupayakan untuk diwariskan kepada generasi muda. Pada saat proses pembuatan, generasi muda menyaksikan rangkaian pembuatannya. Bahkan, saat malam Takbiran generasi muda ada yang memainkan meriam karbit.
Haikal (11), salah satu generasi muda setempat, menuturkan, ia melihat proses pengerjaan meriam yang dilakukan warga. Tak hanya itu, saat festival juga ia senang karena suasana meriah. Ia juga mencoba menyulut meriam karbit dengan tetap dalam pengawasan orang dewasa.
Senada dengan itu, Ipul (13), generasi muda lainnya, menuturkan, festival meriam karbit sangat ditunggu-tunggu di malam Takbiran karena berkumpul dengan rekan-rekan dan keluarga. Hal itu juga pertanda Lebaran telah tiba.
Pholan (27), salah satu sukarelawan di bawah naungan Akademi Ide Kalimantan, menuturkan, pengerjaan meriam karbit memerlukan orang yang banyak. Ada sistem gotong royong. Pengerjaan pada malam hari seusai shalat Tawarih.
”Sebab, pada siang hari pada umumnya warga bekerja,” ujar Pholan.
Akademi Ide Kalimantan merupakan perkumpulan yang bergerak dalam bidang ekonomi kreatif, pariwisata, lingkungan hidup, dan kemanusiaan.
Wakil Wali Kota Pontianak Bahasan, seusai rapat koordinasi bersama panitia penyelenggara dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kota Pontianak, di Ruang Rapat, Kamis (6/4/2023), menuturkan, setelah tiga tahun vakum karena pandemi, Festival Meriam Karbit kembali digelar oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak lewat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak. Sebanyak 157 balok meriam siap menyemarakkan malam Takbiran.
Kesiapan Pemkot Pontianak tengah dimatangkan mengingat prediksi membeludaknya warga yang hendak datang menyaksikan perlombaan. Beberapa diskusi turut membahas kesiapan di berbagai sektor, seperti keamanan, kebersihan, kesehatan hingga strategi pariwisata.
Bahasan berharap Festival Meriam Karbit memicu wisatawan dari daerah lain untuk hadir saat acara. Terdapat 27 kelompok meriam karbit yang akan berkompetisi Festival Meriam Karbit.
Dalam catatan Kompas, Festival Meriam Karbit juga untuk mengenang kisah masa lampau baik dari aspek legenda ataupun sejarah. Dari aspek legenda diceritakan, dahulu Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, sultan pertama Keraton Pontianak ingin mendirikan pusat pemerintahan di Pontianak. Lokasinya di daerah Beting, Pontianak Timur.
Namun, lokasi itu banyak hantu kuntilanak. Untuk dapat mendirikan pusat pemerintahan di daerah itu harus mengusir hantu kuntilanak terlebih dulu dengan menembakan meriam. Dalam perkembangannya permainan meriam tetap dilestarikan sebagai tradisi.