Memipih Jagung, Ekspresi Budaya Siswi SD di Adonara
Memipih jagung adalah kebiasaan perempuan Adonara yang perlahan ditinggalkan. Kini, memipih jagung dijadikan materi pengembangan diri di SDK Witihama, sekolah yang telah berusia lebih dari satu abad.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
Rabu (5/4/2023) pagi, Angelica (11) yang mengenakan kebaya dan kain tenun duduk di sisi tungku. Dengan sabut kelapa, ia menghidupkan api lalu menyusun ranting kering di atasnya. Setelah api membesar, segeralah tembikar yang terbuat dari tanah liat ia letakkan di atas tungku yang diusung tiga batu.
Segenggam biji jagung, yang sudah diluruh dan dibersihkan dari ampas ia masukkan ke dalam tembikar untuk disangrai hingga matang. Dengan tangan kosong, satu per satu biji jagung dijumput, kemudian diletakkan di atas batu besar, lalu dipipih menggunakan batu kecil yang digenggam sebelah tangan.
Memipih jagung jadi pilihan Angelica ketika Sekolah Dasar Katolik Witihama di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, tempat ia belajar, menyodorkan beberapa kegiatan pengembangan diri. Banyak siswi lain juga memilih memipih jagung. Angelica sendiri punya alasan sederhana: ia suka makan jagung pipih.
Jagung pipih, yang oleh masyarakat setempat disebut sebagai jagung titi, merupakan makanan khas warga Pulau Adonara, sebuah pulau kecil di ujung timur Pulau Flores. Pulau seluas 529,8 kilometer persegi itu hingga akhir tahun 2022 dihuni lebih kurang 125.000 jiwa.
Seiring waktu, jagung titi semakin jarang dihidangkan di atas meja makan masyarakat setempat. Jagung titi yang biasa menjadi kudapan perlahan disingkirkan oleh biksuit, roti, dan penganan sejenisnya. Tidak banyak lagi perempuan Adonara yang memipih jagung. ”Kakak perempuan saya sudah selesai kuliah dan sudah kerja, tetapi dia tidak bisa pipih jagung,” ucap Angelica yang kini duduk bangku kelas IV itu.
Tradisi lokal
Padahal, dalam tradisi setempat, memipih jagung merupakan salah satu keterampilan yang wajib dimiliki oleh perempuan. Perempuan sebagai pengelola dapur rumah tangga dituntut terampil mengolah makanan, termasuk memipih jagung.
Kepala SDK Witihama Michael Boro Bebe mengatakan, kebiasaan memipih jagung yang kian tergerus menjadi keprihatinan pihak sekolah. Oleh karena itu, memipih jagung menjadi salah satu materi pengembangan diri. ”Kami beri pilihan, siapa yang mau ikut. Ternyata hampir semua siswi mau,” ucapnya.
Beberapa perempuan guru menawarkan diri menjadi mentor anak-anak. Seminggu sekali, mereka belajar memipih jagung, mulai dari membersihkan biji jagung, membuat tungku dari batu, menyalakan api, menyangrai biji jagung, belajar teknik memipih, menjaga jagung tetap gurih, hingga menghidangkannya.
Setiap kali memipih jagung, para siswi diminta mengenai busana lokal yang menjadi identitas perempuan Adonara. Kebaya, kain tenun, dan kalung yang terbuat dari manik-manik berwarna orange. Busana dan aksesoris itu mudah diperoleh.
Ketika ada kunjungan tamu ke sekolah, para siswa unjuk kebolehan mempertontonkan kemampuan sebagai perempuan Adonara yang bisa mengolah pangan lokal. Hasil jagung yang dipipih kemudian dihidangkan untuk kudapan tamu. ”Ini sebagai apresiasi atas karya mereka,” ujar Michael.
Tak mau berhenti di sekolah mereka. SDK Witihama mencoba menularkan kebiasaan pipih jagung ke sekolah lain di Pulau Adonara. Ketika perayaan satu abad SDK Witihama pada 2021, diadakan festival pipih jagung yang dihadiri lebih dari 50 perserta dari berbagai sekolah di daerah itu.
Ini sebagai apresiasi atas karya mereka.
Menurut Michael, banyak makna tersembunyi dari kebiasaan memilih jagung. Orang yang memipih jagung dengan sendirinya belajar akan kesabaran. Contohnya, menjumput lalu memipih satu per satu biji jagung hingga menghasilkan satu piring. Selain itu juga melatih ketahanan fisik karena mereka harus duduk berjam-jam di sisi tungku.
Sekolah contoh
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Kabupaten Flores Timur Maksimus Masan Kian menilai, SDK Witihama merupakan salah satu sekolah yang inovatif. Materi pengembangan diri berupa memipih jagung adalah perwujudan dari spririt merdeka belajar yang digaungkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Menurut Masan, spirit dalam Kurikulum Merdeka Belajar memberi ruang kepada sekolah untuk mengadakan pembelajaran sesuai dengan minat siswa. Pembelajaran pun berpusat pada siswa. Selain itu, merdeka belajar membuka kesempatan untuk internalisasi nilai budaya lokal dalam kegiatan pengembangan diri di sekolah.
Menurut penilaian Masan yang pernah berkunjung ke SDK Witihama, sekolah yang kini memiliki 127 murid itu telah mencapai dua tujuan sekaligus. Pertama, menghadirkan materi pengembangan diri sesuai minat siswa. Kedua, melestarikan budaya pangan lokal dengan memipih jagung.
”Kami selalu mendorong agar sekolah lain bisa saling belajar. Bisa belajar dari SDK Witihama,” ucapnya. Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Flores Timur, di daerah itu terdapat 293 sekolah dasar/sederajat, 73 sekolah menengah pertama/sederajat, dan 44 sekolah menengah atas/sederajat.
Kendati demikian, Masan menyarankan agar SDK Witihama juga perlu memperkuat materi lain. Pengenalan teknologi, seperti pembuatan video atau teknik fotografi menggunakan perangkat gawai, juga perlu dipikirkan sesuai tuntutan zaman.
Penjabat Bupati Flores Timur Doris A Rihi mengapresiasi pembelajaran inovatif di sekolah. Seperti memipih jagung, dengan sendirinya anak-anak menemukan solusi atas persoalan pangan di Flores Timur. Anak-anak sedang diarahkan mengolah pangan lokal. ”Artinya sekolah menghadirkan solusi,” ujarnya.
Sejak awal 2023, harga beras medium di Flores Timur meningkat dari Rp 13.000 per kilogram menjadi Rp 17.000 per kilogram. Masyarakat yang telanjur bergantung pada beras terpaksa harus membelinya dengan harga mahal, bahkan ada yang sampai harus berutang.
Menurut data Badan Pusat Statistik, Kabupaten Flores Timur bukan lumbung beras. Produksi beras pada 2022 hanya 4.743 ton, sedangkan kebutuhan beras menembus 60.000 ton per tahun. Adapun untuk jagung, angka produksinya 20.118 ton per tahun. Hal ini berarti, jagung berpontensi menggantikan beras.
Program memipih jagung di SDK Witihama telah memberi ruang bagi peserta didiknya berekspresi sesuai minat dan keinginan mereka. Di sisi lain, mereka ikut merawat tradisi sekaligus menjaga ketahanan pangan di daerah itu.