Pesan Kamis Putih dari Larantuka, Kasih Tanpa Syarat untuk Semua Manusia
Tindakan Yesus mengajarkan manusia untuk saling mengasihi sesama manusia satu dengan yang lain. Kasih tanpa memilah dan memilih. Kasih tanpa syarat.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
LARANTUKA, KOMPAS — Pesan saling mengasihi dan melayani antarmanusia tanpa memilah dan memilih seperti teladan Yesus Kristus kembali hadir dalam perayaan Kamis Putih di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Kamis (6/4/2023). Umat diharapkan terus mengenang dan menerapkan pesan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Misa Kamis Putih di Katedral Larantuka diikuti ribuan orang. Jemaat menempati tempat duduk di gereja hingga tenda yang disediakan panitia. Namun, tetap saja banyak jemaat yang tidak kebagian tempat duduk.
Dalam ajaran Katolik, perayaan Kamis Putih itu untuk mengenang perjamuan kudus Yesus bersama para muridnya. Dalam perjamuan itu, Yesus menanggalkan jubah, mengenakan ikat pinggang dengan kain, lalu membasuh kaki muridnya satu per satu.
Perjamuan itu merupakan yang terakhir kalinya sebelum Yesus ditangkap, diadili, dihukum mati di kayu salib. Namun, Dia akhirnya bangkit dari kubur. Kesengsaraan Yesus itu diyakini demi menebus dosa seluruh umat manusia.
Pastor Paroki Katedral Larantuka RD Hendrik Leni dalam khotbahnya menjelaskan tentang makna tindakan Yesus dalam perjamuan tersebut. Ketika menanggalkan jubah, kata Hendrik, Yesus yang merupakan anak Allah yang dikandung oleh roh kudus itu sedang menanggalkan kebesarannya.
Ketika mengikat pinggangnya dengan kain, kata Hendrik, Yesus menempatkan dirinya seolah sebagai hamba. Hamba yang bersujud lalu membasuh kaki tuannya. Yesus yang merupakan utusan Allah pun dapat bertindak sebagai pelayan.
Simbol lain, yakni pilihan kaki yang dibasuh. Menurut Hendrik, kaki adalah anggota tubuh yang dekat dengan tanah, debu, dan berbagi kotoran. Dengan membasuh kaki, Yesus membersihkan manusia dari dosa meski harus mengorbankan nyawa-Nya.
”Inti dari semua itu adalah Yesus menjadi pelayan. Tindakan Yesus mengajarkan manusia saling mengasihi sesama manusia satu dengan yang lain. Kasih tanpa memilah dan memilih. Kasih tanpa syarat,” kata Hendrik.
Ribuan peziarah
Selama pekan suci ini, ribuan peziarah datang ke Larantuka. Mereka mengikuti rangkaian kegiatan, termasuk prosesi yang akan berlangsung pada Jumat besok.
Prosesi tersebut merupakan kegiatan budaya bernuansa Katolik. ”Saya sudah empat kali ke sini,” kata Merdeka Ngada (63), peziarah dari Kota Kupang.
Pensiunan guru itu datang bersama suami, anak, dan cucunya. Mereka tiba sejak Senin lalu. Menurut Marselina, ia ingin memperkenalkan pekan suci di Larantuka kepada cucunya. Ia memaknainya sebagai perjalanan spiritual dan pariwisata.
Mengutip buku berjudul Panduan Prosesi Jumat Agung Larantuka, ritual peninggalan Portugis itu rutin digelar sejak abad ke-16. Sekitar tahun 1550, misionaris Katolik dari Ordo Dominikan memulai karya penyebaran agama di daerah itu. Tahun 1562, ada 200 orang memeluk Katolik di Larantuka.
Prosesi yang terkenal di Larantuka adalah Semana Santa. Acara ini dilakukan suku-suku di Kerajaan Larantuka, yang bercorak Katolik. Semana Santa merupakan ritus kebudayaan yang senapas dengan ajaran Gereja Katolik.
Ritual budaya itu dimulai pada Rabu Terewa atau Rabu Berkabung kemudian Kamis Putih yang memperingati perjamuan terakhir Yesus bersama murid-muridnya.
Puncaknya ada di keesokan hari, Jumat Agung atau Jumat Besar. Ketika itu, umat melakukan Jalan Salib pada pagi hari.
Saat siang, ada prosesi laut. Saat itu, patung Bayi Yesus dibawa dari Pantai Kota menuju Pantai Uce, tak jauh dari Istana Kerajaan Larantuka.
Patung yang disebut ”Tuan Meninu” itu berada di dalam perahu dayung, berjalan di depan kemudian diarak ribuan perahu motor dan kapal. Prosesi laut melewati Selat Gonsalus yang berarus deras sepanjang waktu.
Pada Jumat malam, dilakukan prosesi berjalan kaki mengelilingi pusat kota Larantuka. Belasan ribu orang, baik tamu dari luar dan masyarakat Flores Timur, biasanya ikut serta.
Keheningan tercipta selama prosesi berlangsung. Yang terdengar adalah untaian doa dan suara ratapan di setiap titik perhentian.
Penjabat Bupati Flores Timur Doris A Rihi mengatakan, peziarah yang mendaftarkan diri untuk ikut Semana Santa lebih dari 7.000 orang. Banyak peziarah dari sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan, banyak juga yang bukan umat Katolik.