Eliminasi TBC, Surabaya Beri Layanan Pengobatan Gratis dan Meminimalisasi Penularan
Pemerintah Kota Surabaya terus berupaya mengeliminasi kasus tuberkulosis salah satu dengan memberikan layanan pengobatan gratis. Kota Surabaya memiliki kasus terbanyak, yakni 10.741, dari 81.753 kasus di Jatim.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meninjau lokasi penapisan tuberkulosis yang dilakukan tim proyek Zero TB Yogyakarta, di Balai Desa Giri Purwo, Kabupaten Kulon Progo, Selasa (29/3/2022).
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya terus berupaya menanggulangi penyakit Tuberkulosis atau TBC yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Salah satu komitmennya adalah menyediakan fasilitas layanan pengobatan TBC secara gratis lewat Puskesmas dan Rumah Sakit.
Keseriusan Pemkot Surabaya menekan kasus TBC di kota berpenduduk 3,1 juta jiwa itu dilakukan karena berdasarkan rilis Kementerian Kesehatan, Jatim berada di posisi tertinggi kedua untuk jumlah kasus TBC di Indonesia setelah Jabar. Dari total kasus TBC di Jatim, yaitu 81.753 kasus, paling besar, yaitu 10.741 kasus, berada di Kota Surabaya.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Nanik Sukristina di Surabaya, Kamis (6/4/2023), mengatakan, warga Surabaya bisa mendapatkan pengobatan TBC secara gratis melalui puskesmas dan rumah sakit (RS). Kasus TBC dengan kondisi tanpa penyakit penyerta dapat difasilitasi dengan BPJS dan dirujuk ke Puskesmas ketika kondisinya sudah stabil.
Sementara untuk kasus TBC dengan kondisi khusus (memiliki penyakit penyerta), difasilitasi di rumah sakit dengan dukungan BPJS. ”Dinkes Surabaya terus melakukan berbagai upaya dalam proses eliminasi TBC, antara lain memastikan ketersediaan logistik TBC untuk mendukung penegakan diagnosis dan pengobatan,” ujarnya.
Selain itu, Pemkot Surabaya juga mengoptimalisasi alat tes cepat molekuler (TCM) dan menambah 19 alat TCM dengan 4 modul di Kota Surabaya. Upaya lain adalah optimalisasi Sistem Informasi Treking untuk Specimen Transport (SITRUST) dalam pengiriman sampel terduga TBC.
Tak hanya itu, Nanik menyebut, upaya eliminasi TBC juga dilakukan dengan cara mengoptimalkan pelaporan Wi-Fi-TB untuk dokter praktik mandiri dalam penemuan terduga TBC. Hal lainnya adalah menguatkan jejaring internal TBC dengan melibatkan peran lintas poli/ruangan dalam upaya penjaringan terduga TBC dan penemuan kasus TBC di RS. ”Kami juga mengoptimalisasi kolaborasi TBC KIA dengan fasilitasi pemeriksaan mantoux test,” ujarnya.

Di samping itu, cara lain juga dilakukan Dinkes Surabaya dalam upaya eliminasi TBC dengan memberikan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) bagi kontak erat pasien TBC serta monitoring capaian terduga TBC di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) setiap bulan.
Baca juga : Waspadai Peningkatan Kasus Tuberkulosis pada Anak
Kemudian, melibatkan forum multisektor dalam kegiatan Public Private Mix (PPM) TBC serta meningkatkan kapasitas bagi tenaga kesehatan di Puskesmas, RS dan Dewan Pertimbangan Medik (DPM). Upaya lain yang dilakukan adalah melaksanakan passive case finding dengan melakukan skrining TBC pada kelompok risiko tinggi, seperti pasien HIV, diabetes melitus (DM), anak (khususnya gizi buruk), ISPA/pneumonia, Covid-19, dan Jamaah Calon Haji (JCH).
Nanik menyatakan, pihaknya juga melaksanakan active case finding dengan melibatkan lintas sektor dalam upaya eliminasi TBC di Kota Surabaya. Termasuk pula melaksanakan penyuluhan di masyarakat dengan melibatkan puskesmas, lintas sektor, Satgas TBC dan Kader Surabaya Hebat (KSH).
Seluruh elemen yang terlibat juga melakukan pelacakan pada pasien TBC yang mangkir oleh puskesmas, Satgas TBC, dan KSH untuk memotivasi agar kembali melakukan pengobatan.
Langkah lain adalah menggencarkan kegiatan investigasi kontak (skrining kontak erat pasien TBC) melalui gerakan Cak dan Ning 1-20 oleh Satgas TBC. Secara bersamaan juga terus melakukan pendampingan pasien TBC oleh Satgas TBC untuk mencegah terjadinya mangkir selama pengobatan.
Kami juga mengoptimalisasi kolaborasi TBC KIA dengan fasilitasi pemeriksaan mantoux test. (Nanik Sukristina)
Nanik mengungkapkan, keberhasilan pengobatan pasien TBC di Surabaya pada triwulan I-2023 sudah mencapai 92 persen dari target Nasional 90 persen. Jumlah kasus TBC tersebut, sebagian besar terdapat pada kelompok usia produktif, yakni 45 sampai 54 tahun, dengan didominasi jenis kelamin laki-laki.
”Kelompok usia dan jenis kelamin tersebut merupakan pekerja dengan mobilitas tinggi dan memiliki kebiasaan atau pola hidup sebagai perokok aktif,” ujar Nanik.
Karena itu, Nanik mengimbau masyarakat agar dapat mewaspadai ciri-ciri penyakit TBC, antara lain batuk, demam berkepanjangan, nyeri dada, dan sesak napas. Kemudian ciri lain adalah napsu makan menurun, berat badan menurun, dan berkeringat pada malam hari tanpa melakukan kegiatan.
Jangkauan skrining
Nanik memastikan Dinkes Surabaya akan terus memperluas jangkauan skrining. Ini dilakukan agar dapat mempercepat proses pengobatan dengan melakukan deteksi dini.
Baca juga : Kolaborasi untuk Mencapai Indonesia Bebas TBC pada 2030
”Hal itu dimulai dari investigasi kontak erat dan kontak serumah oleh puskesmas dan Satgas TBC. Survei TBC oleh KSH di Aplikasi Sayang Warga termasuk pasien HIV, diabetes melitus (DM) dan anak balita stunting, jemaah calon haji juga dilakukan skrining TBC,” ucapnya.
Dalam beberapa kesempatan, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga menyatakan komitmennya mendukung program pemerintah pusat untuk melakukan Eliminasi TBC 2030.

Petugas medis mempersiapkan cairan suntik tes mantoux dalam kegiatan penapisan tuberkulosis (TB) di di GOR Otista, Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta. Timur, Kamis (9/2/2023). Tes mantoux bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya bakteri penyebab tuberkulosis pada tubuh seseorang.
Lebih lanjut, disebutkan bahwa komitmen tersebut kembali diutarakan karena sampai sekarang Jatim masih menduduki posisi kedua paling atas untuk daerah dengan kasus TBC tertinggi di Indonesia.
”Angka kasus TBC di provinsi ini sebagai cambuk semangat serta kewaspadaan untuk bersama sama mengatasi. Maka Pemprov Jatim berkomitmen serius untuk program Eliminasi TBC 2030 dengan target penurunan mencapai 65/100.000 penduduk,” katanya.
Tidak hanya itu, jika merujuk data nasional, secara umum jumlah penderita TBC di Indonesia memang mengalami kenaikan pada 2022. Terdeteksi ada 717.941 kasus TBC di Indonesia pada 2022. Jumlah tersebut melonjak 61,98 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya sebesar 443.235 kasus.
Khofifah mengatakan, saat ini pandemi Covid-19 yang melanda dunia mulai melandai, maka program eliminasi TBC 2030 sangat perlu dikuatkan kembali. ”Pemprov Jatim, tidak bisa bergerak sendiri. Untuk mendukung penuh program pemerintah pusat, perlu kerja sama dari seluruh elemen,” tegasnya.
Mengacu pada Perpres No 67 Tahun 2021, Pemprov Jatim telah menerbitkan Pergub Jatim No 50 Tahun 2022 tentang Penanggulangan Penyakit Tuberculosis. Penerbitan aturan tersebut juga sejalan dengan upaya peningkatkan penemuan terduga TBC melalui aplikasi E-Tibi dan memberlakukan TB 06 di semua fasilitas layanan kesehatan.
Baca juga : Tuberkulosis Musuh Kesejahteraan Rakyat
Langkah ini dilakukan guna mencapai target temuan kasus TBC 90 persen dari estimasi kasus TBC nasional atau melakukan penemuan 16.700 kasus TBC per minggunya.
Selain itu, didukung pula dengan keterlibatan penuh seluruh fasyankes baik negeri/swasta, tamanya dalam melakukan screening. Hal itu dilakukan dengan meningkatkan kualitas fasyankes pemerintah dan swasta termasuk dokter praktik mandiri, klinik dan RS swasta dalam memberikan Layanan TBC.

Terduga TBC
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Erwin Astha Triyono mengatakan, Dinkes Jatim juga telah melakukan berbagai upaya dalam penanggulangan TBC. Pihaknya mengintensifkan penemuan terduga TBC di masyarakat dengan skrining mandiri gejala TBC melalui aplikasi E-TIBI melalui https://dinkes.jatimprov.go.id/assesment-tbc/public/.
TBC merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis melalui udara atau semburan air liur. Penyakit tersebut kerap menyerang paru-paru dan dapat berujung kematian jika tidak ditangani dengan baik. Beberapa gejala TBC yang perlu diwaspadai adalah batuk terus-menerus (persisten), nyeri dada, sesak napas, demam, berkeringat di malam hari tanpa aktivitas, dan berat badan terus menurun.
Warga yang mengalami gejala tersebut diminta segera skrining mandiri melalui E-TIBI atau segera memeriksakan diri diri ke fasilitas pelayanan kesehatan setempat.
Upaya lain adalah mengintensifkan kolaborasi lintas program antara lain program TBC-HIV, TBC-DM (diabetus melitus), TBC-KIA (kesehatan ibu dan anak ), TBC-PISPK (Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga) serta melibatkan unsur pentahelix dalam penanganan TBC di Jawa Timur.
Kemudian, mengoptimalkan penemuan kasus TBC secara aktif (investigasi kontak, skrining massal di sekolah, lapas, pondok pesantren, dan tempat kerja). Selain itu, Pemprov Jatim juga membentuk Tim DPPM (Distric Public Private Mix) dan Kopi (Koalisi Organisasi Profesi) TBC di kabupaten/kota di Jatim.
Baca juga : Melawan Tuberkulosis dari Kulon Progo

Pihaknya juga melakukan ekspansi layanan TBC Resisten Obat di 21 rumah sakit dan pada tahun 2023 ditargetkan menjadi 33 rumah sakit layanan TBC resisten obat.
Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan, Jawa Timur berhasil meraih beberapa capaian, antara lain penemuan terduga TBC di Jawa Timur pada 2022 telah melebihi target 100 persen yang ditentukan, yaitu 117 persen. Sebelumnya, pada tahun 2021, penemuan terduga TBC di Jawa Timur hanya mencapai 57 persen.
Selanjutnya, penemuan kasus TBC sebanyak 81.753 jiwa atau 76,02 persen dari target kasus yang diestimasikan, yaitu 107.547 jiwa. Capaian ini meningkat dibandingkan tahun 2021, yaitu 53.289 jiwa.
Berikutnya, treatment coverage (kasus TBC ditemukan dan diobati) pada tahun 2022 telah mencapai 63,94 persen meningkat dibandingkan 2021 yang mencapai 45,08 persen. Dengan jumlah temuan yang meningkat tersebut, angka keberhasilan pengobatan mencapai 89% dari target 90 persen pada 2022.
Adapun kasus TBC yang ditemukan di Jawa Timur sepanjang tahun 2022 ada 81.753 atau 74% dari estimasi 107.547 kasus. Kasus terbanyak ada di Kota Surabaya dengan jumlah 10.741 kasus.
Baru 74 persen kasus dari estimasi sebanyak 107.547 kasus yang diinformasikan pusat ke pemprov. ”Artinya perlu kerja keras untuk bisa menjaring 25.794 pasien TBC di provinsi ini,” ujarnya.