Atasi Krisis Pupuk Kimia, Presiden Joko Widodo Dorong Penggunaan Pupuk Organik
Pengembangan pertanian organik dinilai mampu mengatasi krisis pupuk kimia yang saat ini melanda negara-negara di dunia, sekaligus menjaga ketahanan pangan nasional dan memperbaiki ekosistem lingkungan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·5 menit baca
TUBAN, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mendorong pengembangan pertanian organik terutama penggunaan pupuk organik yang diproduksi secara mandiri. Hal itu dinilai mampu mengatasi krisis pupuk kimia yang saat ini melanda negara-negara di dunia, sekaligus menjaga ketahanan pangan nasional dan memperbaiki ekosistem lingkungan.
Pernyataan itu disampaikan Presiden seusai menanam padi secara serentak di Desa Senori, Kecamatan Merakurak, Tuban, Jawa Timur, Kamis (6/4/2023). Tanam padi dilakukan para petani dari Serikat Petani Indonesia yang mencanangkan penanaman seluas 1.000 hektar untuk kawasan percepatan tanam musim kedua tahun 2023.
”Hari ini kita mulai menanam di daerah-daerah lain yang setelah panen tidak diberi jeda karena masih ada air banyak. Yang saya senang di sini memakai pupuk organik,” ujar Presiden Joko Widodo.
Dalam kunjungan kerjanya tersebut, Presiden didampingi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Selain itu, Ketua Serikat Petani Indonesia Henry Saragih.
Presiden mengatakan, sudah tiga tahun para petani di Tuban mengelola lahan pertaniannya dengan sistem pertanian organik. Mereka menggunakan pupuk organik yang diolah dari kotoran sapi. Untuk memenuhi kebutuhan pupuk tersebut, setiap petani minimal memiliki dua ekor sapi.
Dengan menerapkan sistem pertanian organik, lanjut Presiden, petani bisa menurukan biaya produksi tani terutama komponen biaya pupuk yang sebelumnya sebedar Rp 5 juta hingga Rp 6 juta per hektar menjadi tinggal Rp 100.000 hingga Rp 500.000 per hektar.
”Ini yang saya kira kalau bisa dikembangkan di daerah yang lain akan banyak mengurangi biaya yang dikeluarkan petani dan tingkat ketergantungan kepada pupuk-pupuk kimia,” kata Presiden.
Kepala Negara mengatakan, para petani saat ini memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada pupuk kimia dan industri yang memproduksi pupuk tersebut. Padahal, sebagian besar bahan baku pupuk kimia berasal dari impor. Hal itu yang menyebabkan munculnya keluhan dari petani tentang sulitnya memperoleh pupuk kimia.
”Ya, memang sulit, semua negara urusan pupuk memang sulit. Tetapi, ada pilihan-pilihan dan ini sudah dimulai oleh Serikat Petani Indonesia. Saya kira ini bagus sekali,” ucap Presiden Joko Widodo.
Menurut Presiden, pada awal penggunaan pupuk organik biasanya hasil panen mengalami penurunan. Namun, petani tidak perlu khawatir karena setelah itu hasilnya akan meningkat secara signifikan. Selain itu, penggunaan pupuk organik juga diyakini mampu memperbaiki lingkungan pertanian yang selama bertahun-tahun menerima pupuk kimia.
”Ekosistem yang ada disini menjadi tumbuh kembali. Cacing-cacing mulai banyak, belut mulai banyak, katak (juga) mulai banyak. Ekologinya akan terperbaiki kembali,” ujar Jokowi.
Presiden mengaku sudah merintahkan Kementan untuk mengembangkan sistem pertanian organik yang dilakukan oleh petani di Tuban, ke provinsi lain di luar Jatim. Namun, diakuinya sistem pertanian organik tersebut akan mengalami kendala saat diimplementasi di lapangan.
Salah satunya, keterbatasan kemampuan petani memproduksi pupuk organik dari kotoran sapi. Sebab, diperlukan minimal dua ekor sapi untuk memproduksi pupuk organik yang mampu memenuhi kebutuhan sawah petani. Presiden kemudian menugaskan Kementan untuk mencukupi kebutuhan kotoran sapi tersebut agar petani bisa memproduksi pupuk organik.
Antisipasi El Nina
Sementara itu, terkait dengan kebijakan pemerintah Indonesia yang akan mengimpor 2 juta ton beras, Presiden mengatakan, hal itu untuk memenuhi kebutuhan cadangan pangan Perum Bulog. Alasannya, diprediksi akan terjadi El Nina yang mengakibatkan kekeringan panjang sehingga berdampak pada produksi beras nasional.
”Bulog dan Badan Pangan mempersiapkan diri dengan memperkuat cadangan berasnya. Jangan sampai nanti pas musim kering panjang kita bingung mau beli beras ke Thailand, Vietnam, India, dan Pakistan barangnya nggak ada. Ini yang kita hindari karena El Nina tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan di negara-negara itu juga,” ujarnya.
Presiden menjamin impor beras tidak akan mengganggu harga gabah petani karena dilakukan secara bertahap. Bahkan, Presiden mengatakan senang karena harga gabah di tingkat petani saat ini jauh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Harga gabah di tingkat petani atau gabah kering panen (GKP) saat ini mencapai Rp 5.700 per kg, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang berada di kisaran Rp 4.000-Rp 4.200 per kg.
Bulog dan Badan Pangan mempersiapkan diri dengan memperkuat cadangan berasnya. (Joko Widodo)
Syahrul Yasin Limpo mengatakan siap melaksanakan arahan Presiden mengenai peningkatan produksi pertanian pangan. Salah satunya memperluas cakupan penggunaan pupuk organik untuk mengantisipasi kelangkaan pupuk kimia di seluruh dunia.
”Seluruh dunia mengalami nasib yang sama. Sama-sama kekurangan pupuk. Karena itu, saya siap menindaklanjuti arahan Presiden untuk memperluas cakupan pupuk organik,” ujar Syahrul.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyebutkan produksi padi 2023 secara nasional melimpah sehingga mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri secara mandiri. Oleh karena itu, SPI mendukung gerakan percepatan tanam kembali usai panen dan mendorong penggunaan pupuk organik yang dihasilkan secara mandiri oleh petani.
”Menurut kita, produktivitas padi cukup baik walaupun di beberapa daerah terjadi banjir, beberapa daerah katanya terserang hama, tetapi tidaklah besar sekali. Menurut SPI, produksi dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan nasional,” ucap Henry.
Menurut dia, lahan pertanian yang dikunjungi Presiden Joko Widodo di Tuban adalah kawasan daulat pangan yang dibangun sejak tahun 2020. Artinya, sudah tiga tahun mereka menjalankan pertanian agroekologi yang tidak menggunakan pupuk kimia dan racun, tetapi memiliki produktivitas tinggi.
Berdasarkan data Kementan, luas baku sawah nasional saat ini 7,46 juta hektar dengan produktivitas padi nasional 5,25 ton per hektar. Berdasarkan data KSA BPS, prognosis luas panen Januari-Maret 2023 seluas 3,12 juta hektar atau 29,8 persen dari luas panen setahun 10,45 juta hektar. Perkiraan produksi padi Januari-Maret sebesar 26,6 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara 9,57 juta ton beras.
Adapun luas baku sawah Provinsi Jawa Timur 1,21 juta hektar dan Kabupaten Tuban 66.534 hektar. Berdasarkan data BPS, prognosis panen di Provinsi Jawa Timur pada Januari-Maret 2023 sebesar 599.743 hektar atau 35,42 persen dari target panen setahun sebanyak 1,69 juta hektar. Produksinya 3,44 juta ton GKG atau setara 1,98 juta ton beras.