Menumbuhkan Asa Kendaraan Listrik Dalam Negeri di ”Pulau Dewata”
Bali kini menjadi magnet bagi industri kendaraan listrik. Bagaimana industri kendaraan listrik dalam negeri melihat kebijakan di Bali?
Provinsi Bali tengah ambisius memperluas penggunaan kendaraan listrik sebagai upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Bali kini menjadi magnet bagi berbagai industri kendaraan listrik, termasuk yang lahir di negeri sendiri.
Dalam Rencana Aksi Daerah Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KLBB), yang diresmikan Januari 2023, Pemerintah Provinsi Bali menargetkan penggunaan 140.000 motor listrik, 5.719 mobil listrik, serta 50 bus listrik pada 2026. Penggunaan kendaraan itu bertujuan membantu pengurangan sampai 41.000 ton emisi karbon karbon dioksida.
Ketua Komite Percepatan Penggunaan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai (KLBB) Provinsi Bali I Gde Wayan Samsi Gunarta, Kamis (30/3/2023), mengatakan, penggunaan kendaraan listrik ini secara spesifik akan diatur di zona kendaraan listrik. ”Kami sudah pastikan enam lokasi pada tahap awal, Nusa Dua, Kuta, Sanur, Ubud, Nusa Penida, dan Besakih,” katanya.
Di sana, masyarakat dihimbau untuk beralih menggunakan kendaraan yang tidak menimbulkan gas buangan berbahaya bagi lingkungan. Upaya ini juga dilakukan Pemprov Bali dengan menganggarkan pengadaan, baik untuk kendaraan maupun fasilitas pendukung ekosistem kendaraan listrik, yang disuplai industri. Pengadaan barang bisa dilakukan dengan pembelian aset melalui katalog elektronik atau melalui skema sewa atau jual dengan Perusahaan Daerah Bali.
Terkait target kendaraan untuk mengonversi penggunaan transportasi berbahan bakar fosil itu, diharapkan Samsi, bisa diisi kendaraan angkutan massal. Hal ini untuk mengurangi beban infrastruktur akibat kendaraan pribadi yang terlanjur mengokupasi Bali. Sebagai contoh, jumlah sepeda motor yang terakhir terdaftar mencapai 2,5 juta unit. Kendaraan pribadi masih menjadi pilihan utama 4 juta penduduk dan puluhan juta wisatawan yang datang setiap tahunnya.
Peluang lain juga terbuka bagi kendaraan listrik penumpang atau barang untuk layanan khusus, seperti untuk kegiatan wisata, logistik pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sampai penanganan kebersihan. Kendaraan layanan ini juga dimungkinkan dalam bentuk moda angkutan roda tiga yang menawarkan alternatif selain kendaraan roda dua dan empat. Meski belum ada identifikasi khusus, potensinya dinilai besar.
”Kendaraan untuk layanan khusus ini sesuatu yang baik sebetulnya. Penggunaan kendaraan-kendaraan kawasan harus kami dorong. Walaupun tidak akan besar jumlahnya, tetapi akan sangat membantu karena tanpa BBM, tinggal dicas, lebih mudah digunakan di kawasan, dan ini ramah lingkungan,” kata Samsi yang juga merupakan Kepala Dinas Perhubungan Bali.
Baca juga: Komitmen Bali pada Energi Bersih dan Kendaraan Listrik Diperkuat
Potensi ini pun sudah dibaca oleh produsen kendaraan listrik dalam negeri, PT Allied Harvest Indonesia yang dua tahun terakhir bekerja sama dengan pusat studi National Center for Sustainable Transportation Technology (NCSTT) Institut Teknologi Bandung (ITB). Pusat studi ini sejak 2016 mulai mengembangkan kendaraan listrik roda tiga E-Trike dan minibus E-Bus.
Dua bentuk kendaraan listrik ini dibuat dengan memaksimalkan penggunaan komponen lokal, sesuai standar tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pemerintah pusat. Sejauh ini, E-Trike telah didesain dengan 80 persen TKDN dan E-Bus akan memiliki 50 persen TKDN.
Bagaimanapun peluangnya tetap besar kalau mau masuk ke Bali. Namun, kami mesti dibangun dulu ekosistem dan pasarnya. Harus dilakukan survei atau studi yang cukup agar bisa berkembang. (I Gde Wayan Samsi Gunarta)
Selasa (28/3/2023), di Denpasar, Bali, mereka mengenalkan prototipe kendaraan roda tiga, yang dinamai Zeus E-Trike ke hadapan Dinas Perhubungan Bali. Mereka membawa dua tipe Zeus E-Trike untuk angkutan barang, yang terbuka dan tertutup.
Dua kendaraan berwarna putih yang memiliki lebar satu setengah lebar sepeda motor dengan satu kursi depan untuk kemudi ini dipromosikan mampu membawa beban sampai 400 kilogram. Kendaraan yang baterainya terisi penuh hanya dua jam itu dapat menjangkau jarak 120 kilometer. Uji coba di lapangan pun menunjukkan, kendaraan itu dapat menempuh kecepatan maksimal 60 km per jam.
Samsi yang sudah menjajal salah satu jenis kendaraan itu menilai, produk tersebut memiliki peluang besar di Bali dibandingkan kompetitor yang kebanyakan berasal dari luar negeri dan menyasar angkutan penumpang jenis roda dua atau empat. Sementara itu, beberapa produsen dalam negeri sudah mulai mempelajari kebutuhan kendaraan listrik roda tiga bagi masyarakat di ”Pulau Dewata” tersebut.
”Bagaimanapun peluangnya tetap besar kalau mau masuk ke Bali. Namun, kami mesti dibangun dulu ekosistem dan pasarnya. Harus dilakukan survei atau studi yang cukup agar bisa berkembang,” ujarnya.
Roren Nugraha, Chief Business Development Officer PT Allied Harvest Indonesia, dalam keterangannya, mengatakan, mereka memiliki alasan tersendiri mengapa memilih model kendaraan roda tiga daripada motor atau mobil standar penumpang.
”Kami tidak mau berkompetisi dengan pemain-pemain besar. Kami mau ambil pangsa pasar yang belum banyak saingannya, khususnya E-Trike,” katanya.
Baca juga: Angkutan Logistik dan Bus Listrik Karya Anak Negeri
Bali pun menjadi salah satu target pasar mereka sekaligus untuk mendukung program Rencana Aksi Daerah percepatan KBLBB Provinsi Bali. Produk Zeus E-Trike yang siap mereka kerja samakan diharapkan bisa membantu aktivitas ekonomi kawasan.
”Kebutuhan logistik pasti diperlukan, terutama di Kawasan Wisata Terpadu, seperti Pura Agung Besakih, Taman Safari Bali, Nusa Dua, Nusa Penida, Monkey Forrest, dan juga tentunya di hotel-hotel dan resort yang ada diseluruh Bali. Itulah beberapa pasar yang ingin segera kami masuki,” kata Roren.
Saat ini, mereka menargetkan untuk segera mengomersialkan produk E-Trike agar dapat mendahului persaingan dari negara-negara produsen luar. Pabrik yang dibuka di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, tahun ini ditargetkan bisa memproduksi 1.000 unit E-Trike.
Menyusul, mereka juga siap memproduksi E-Bus. Bus itu didesain dengan ukuran mini dengan panjang 8,5 meter dan lebar 2,1 meter. Baterai bus berkapasitas sekitar 200 kilowatt-jam (kWh) dapat terisi penuh dalam waktu satu setengah jam. Menyediakan 35 kursi, bus yang dilengkapi sistem otomatisasi ini akan dapat menempuh jarak maksimal 100 km per jam.
Ekosistem industri
Di tengah bergeloranya era kendaraan listrik, Pemprov Bali mendorong produsen untuk membangun pabrik di Bali guna menguatkan industri lokal. Hal ini tertuang dalam Pasal 7 Peraturan Gubernur Bali Nomor 48 Tahun 2019 tentang Penggunaan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai.
Pasal itu antara lain mengatur pembangunan industri kendaraan listrik harus mengutamakan penggunaan barang dan jasa yang dihasilkan dan/atau tersedia di daerah paling sedikit 15 persen. Kemudian, mulai usaha menggunakan tenaga kerja lokal paling sedikit 10 persen dari jumlah total tenaga kerja.
Samsi mengatakan, kebijakan ini untuk mendukung industri daerah dalam meningkatkan perekonomian. Secara historis, Bali tidak pernah mempunyai manufaktur yang kuat, selain di bidang makanan. Bali hanya menjadi konsumen karena penduduk dan pangsa pasar industri yang tidak terlalu besar.
”Namun, kami melihat ini harus didukung karena ada kebutuhan spesifik yang sebetulnya harus kami penuhi. Sekarang, dengan adanya kawasan yang harusnya lebih hijau kemudian keperluan layanan-layanan angkutan khusus, kita memang akan membutuhkan yang seperti ini, ” katanya.
Standar itu pun berpeluang meningkat. Bukan untuk memberatkan industri yang ingin berinvestasi di Bali. Menurut Samsi, ini justru menjadi insentif untuk mereka.
Baca juga: AI Dikembangkan demi Keselamatan Berkendara
Herman Sutarto, Vice President PT AHI, mengatakan, mereka menyambut kebijakan Pemprov Bali. Mereka ingin bersama-sama bisa membangun ekosistem kendaraan listrik lewat usaha manufaktur yang akan dikembangkan untuk jangka panjang.
PT Allied Harvest Indonesia sudah berencana membangun pabrik baterai di Bintan, Kepulauan Riau, dengan nota kesepakatan dan joint venture bersama perusahaan baterai Amerika Serikat, C4V. Bagian pendukung pabrik ini, menurut Sutarto, bisa dibuka di Bali. Mereka juga berencana membangun pabrik microchip bersama Krakatoa Technologies Pte Ltd. Bali pun dapat menjadi kandidat lokasi pabrik.
”Melihat potensi pasar yang besar, selama ini yang hadir perusahaan besar atau produk impor. Kami pun mendorong konversi ini bisa cepat dilakukan, selain dengan membangun ekosistem baterai dan cip kendaraan listrik. Ini yang jadi visi kami. Semoga bisa bersambut di Bali,” tuturnya.
Endra Joelianto, peneliti NCSTT ITB, menilai, peluang bagi industri yang dibuka lebar oleh Bali sudah bagus. Meski demikian, industri kendaraan listrik lokal perlu bekerja keras untuk memanfaatkannya, termasuk bagi ITB yang sudah siap dengan sain dan teknologi kendaraan listrik bahkan sampai otonom.
Baca juga: RI Siap Pamerkan Ekosistem Kendaraan Listrik di KTT G20 Bali
Kebijakan yang dibuat Pemprov Bali perlu mempertimbangkan industri lokal yang ingin berkembang pesat. Seperti mereka yang siap berproduksi di pabrik yang sudah terbangun di luar Bali harus menyesuaikan kebijakan Bali, seperti mendirikan pabrik perakitan di pulau itu agar dapat dengan mudah mendapat dukungan pemasaran dari pemerintah daerah.
”Untuk bangun industri perakitan perlu waktu untuk mendirikan bangunan, infrastrukturnya, melatih SDM-nya. Padahal, pabrik kami sudah ada, tinggal ditata ulang untuk produksi. Kalau bangun di sini perlu perhatian dan kerja sama semua pihak. Pemerintah di sini harus memberikan dukungan secara total, misal dari izin. Kami harus bekerja cepat," tutur pria yang juga dosen Kelompok Keahlian Instrumentasi dan Kontrol Fakultas Teknologi Industri (FTI) ITB itu.
Sementara itu, dukungan pemerintah daerah untuk mempercepat konversi ke kendaraan listrik, seperti Bali yang ambisius dengan kebijakannya, diharapkan bisa berkelanjutan. ”Jangan beda kepemimpinan, beda interest dan kebijakan," imbuh Endra.
Sementara itu, saat ini, mereka masih menghadapi tantangan tingginya biaya produksi komponen elektronik. Selain karena banyak bahan baku dan komponen tidak tersedia di dalam negeri, kebijakan yang mendukung pertumbuhan industri dalam negeri belum kompetitif.
”Maka, harus ada kebijakan-kebijakan khusus untuk melindungi produksi dalam negeri. Selama pengambil keputusan dan pemerintah tidak melakukan kebijakan khusus, industri tidak akan jalan,” ujarnya.
Era kendaraan listrik dapat menjadi momentum yang pas untuk Bali berbenah mengendalikan populasi kendaraan yang mencemari lingkungan hingga mengembangkan industri yang dapat menguatkan ekonomi daerah. Momentum ini juga selayaknya dimanfaatkan untuk melindungi karya anak bangsa, agar negara asing tidak terus-terusan menghegemoni Bali.