Menjelajahi Kekayaan Rasa dan Makna Kudapan Nusantara
Selain rasanya yang lezat, aneka kudapan di sejumlah wilayah Nusantara juga memiliki makna mendalam di baliknya. Kekayaan rasa dan makna itu coba diungkap dalam buku yang ditulis tiga guru besar Universitas Gadjah Mada.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Aneka kudapan Nusantara disajikan dalam acara makan siang di kediaman Albertus Retnanto, Guru Besar Teknik Perminyakan Universitas Texas A&M Qatar, di Doha, Qatar, Jumat (23/12/2022).
Indonesia dianugerahi keragaman kuliner tradisional yang luar biasa kaya, termasuk dalam bentuk kudapan. Selain rasanya yang lezat, aneka kudapan Nusantara juga memiliki makna mendalam di baliknya. Kekayaan rasa dan makna itulah yang coba diungkap dalam buku mengenai kudapan Nusantara yang ditulis tiga guru besar Universitas Gadjah Mada.
Murdijati Gardjito punya cerita menarik tentang ali bagente, kudapan khas Betawi yang disebut hampir punah. Menurut Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan UGM itu, ali bagente terbuat dari kerak atau sisa nasi yang dikeringkan, lalu digoreng dan diberi kinca atau sirop gula merah.
Pada masa lalu, kata Murdijati, ada seorang gadis Betawi yang menjual makanan tersebut. Kemudian, ada seorang pemuda keturunan Arab bernama Ali yang membeli kudapan itu dan merasa suka dengan gadis penjual makanan tersebut. Sang pemuda lalu mengatakan ”Ali bah ente” atau ”Ali cinta kamu” kepada sang gadis. Kata-kata itulah yang konon menjadi asal muasal nama ali bagente.
”Jadi, nama ali bagente yang berkembang sekarang itu ceritanya dari Ali yang cinta sama pedagang itu,” ujar Murdijati dalam acara peluncuran tiga buku mengenai kudapan Nusantara, Kamis (30/3/2023), di Kampus Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada (UGM) Murdijati Gardjito berbicara dalam peluncuran tiga buku mengenai kudapan Nusantara, Kamis (30/3/2023), di Kampus Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Buku-buku itu ditulis oleh Murdijati Gardjito bersama dua guru besar UGM lain, yakni Eni Harmayani dan Umar Santoso.
Dalam kesempatan tersebut, diluncurkan tiga buku, yakni Ragam Kudapan Jawa;Ragam Kudapan Sumatra, Bali, NTB, NTT, dan Papua; serta Ragam Kudapan Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Tiga buku tersebut merupakan bagian dari buku-buku Seri Pusaka Citarasa Indonesia.
Tiga buku mengenai kudapan itu ditulis oleh Murdijati bersama Eni Harmayani dan Umar Santoso. Eni merupakan Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan UGM sekaligus Dekan Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Sementara itu, Umar adalah Guru Besar Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM.
Penerbitan tiga buku itu merupakan bagian dari kerja panjang Murdijati mendokumentasikan dan meneliti makanan-makanan tradisional Indonesia. Menurut perempuan yang kini berusia 81 tahun itu, dirinya melakukan penelitian mengenai makanan tradisional Nusantara sejak tahun 2003. Hal itu dilakukan karena minimnya literatur tentang kekayaan kuliner tradisional Nusantara.
”Sejak tahun 2003, saya berusaha mengumpulkan makanan tradisional kita. Akan tetapi, ternyata setelah beberapa waktu saya lihat, saya menjadi sangat sedih karena dalam perjalanan belajar saya selama ini, makanan kita tidak pernah ada yang membicarakan,” tutur Murdijati yang dikenal sebagai peneliti gastronomi Indonesia.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Suasana peluncuran tiga buku mengenai kudapan Nusantara, Kamis (30/3/2023), di Kampus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas UGM, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Buku-buku itu ditulis oleh tiga guru besar UGM, yakni Murdijati Gardjito, Eni Harmayani, dan Umar Santoso.
Dalam penelitian itu, Murdijati mengatakan dibantu oleh banyak pihak, termasuk para mahasiswa dan peneliti di UGM. Dalam kurun waktu 2003-2012, Murdijati dibantu sejumlah pihak berhasil mengumpulkan banyak sekali dokumen mengenai makanan Indonesia. Dia menyebut, jika dokumen-dokumen itu dicetak dalam kertas HVS lalu ditumpuk, ketinggiannya mencapai 169 sentimeter (cm). ”Dengan badan saya saja, lebih tinggi dokumennya,” katanya.
Setelah dokumen-dokumen itu terkumpul, Murdijati mengaku sempat kebingungan untuk menyusun informasi yang sistematis. Untungnya, ada mahasiswa yang membuat program berbasis teknologi informasi untuk memudahkan Murdijati membaca dokumen-dokumen tersebut.
Informasi dari dokumen-dokumen itulah yang kemudian diolah Murdijati bersama beberapa rekannya menjadi sejumlah buku, termasuk tiga buku mengenai kudapan Nusantara. ”Jadilah tiga buku kudapan itu yang saya tulis tebalnya masing-masing tidak kurang dari 400 halaman,” ungkap Murdijati.
Persatuan dan toleransi
Tiga buku mengenai kudapan Nusantara itu menjadi referensi penting mengenai aneka makanan kecil yang ditemui di sejumlah wilayah Indonesia. Murdijati menuturkan, dalam kehidupan sehari-hari, kudapan merupakan makanan yang paling banyak ditemui manusia. Selain itu, berbagai kudapan di Nusantara juga memiliki makna atau pesan tertentu.
Murdijati mencontohkan, dodol yang ditemui di sejumlah wilayah Indonesia mengandung pesan tentang persatuan. Di kalangan masyarakat Betawi zaman dulu, misalnya, dodol biasanya dibuat dalam proses lama dan melibatkan warga dari kelompok berbeda. Oleh karena itu, dalam proses pembuatan dodol terkandung nilai persatuan, keberagaman, dan gotong royong.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Bakpia yang dibuat di tempat industri bakpia M Niti Gurnito, Mantrijeron, Yogyakarta, Sabtu (6/2/2021). Tempat usaha tersebut telah beroperasi sejak tahun 1944 dan merupakan salah satu industri bakpia tertua di Yogyakarta.
Murdijati menambahkan, ada juga kudapan yang menjadi simbol toleransi, misalnya bakpia. Kudapan yang dikenal sebagai oleh-oleh khas Yogyakarta itu merupakan hasil akulturasi dengan budaya Tiongkok. ”Bakpia yang bentuknya selalu bulat itu adalah pengaruh seni dapur Tiongkok. Populernya bakpia di Yogyakarta ini merupakan simbol toleransi,” ujarnya.
Umar Santoso memaparkan, tiga buku mengenai kudapan itu menunjukkan bahwa kudapan di Indonesia sangat beragam, baik dari sisi bahan maupun cara memasak. Dia menuturkan, ada beberapa bahan yang dominan untuk membuat kudapan di Indonesia, misalnya beras, ketan, umbi-umbian, dan kelapa. Cara memasak kudapan juga beragam, misalnya direbus, dikukus, digoreng, dan dipanggang.
Dalam kehidupan sehari-hari, kudapan merupakan makanan yang paling banyak ditemui manusia.
Umar menambahkan, penerbitan tiga buku mengenai kudapan itu akan diikuti penerbitan sejumlah buku lain mengenai kuliner Nusantara. Penerbitan buku-buku itu diharapkan bisa menjadi inspirasi bagi berbagai pihak untuk melestarikan dan mengembangkan aneka makanan tradisional di Indonesia.
Eni Harmayani mengatakan, buku-buku Seri Pusaka Citarasa Indonesia itu digagas oleh Murdijati Gardjito beserta tim. Dia menyebut, penerbitan buku-buku tersebut menjadi tonggak sejarah dalam dunia kuliner Indonesia. ”Ini merupakan tonggak sejarah sekaligus persembahan bagi bangsa Indonesia,” ujarnya.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Kuliner khas Betawi, seperti dodol dan geplak, dijajakan pedagang yang menyemarakkan Festival Budaya Betawi Kota Tangerang Selatan yang berlangsung di lapangan bola Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, Banten, Minggu (20/11/2022).
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Nizam menyatakan, tiga buku Seri Pusaka Citarasa Indonesia itu menunjukkan kekayaan kudapan yang dimiliki masyarakat Indonesia. Dia memaparkan, aneka kuliner tradisional Nusantara merupakan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan dan dipromosikan ke dunia internasional.
”Ini mengingatkan kita betapa kayanya kuliner tradisional masyarakat Indonesia yang merupakan salah satu kekayaan warisan leluhur yang sangat-sangat patut untuk kita lestarikan dan bawa ke panggung dunia. Mari kita promosikan sebagai salah satu karya anak bangsa,” kata Nizam yang memberi sambutan secara daring dalam peluncuran tiga buku kudapan Nusantara itu.
Sementara itu, seniman Butet Kartaredjasa mengapresiasi ketekunan dan kerja keras Murdijati Gardjito dalam meneliti kuliner tradisional Indonesia. Butet menyebut, tiga buku mengenai kudapan Nusantara itu menjadi referensi yang sangat berharga.
”Buku-buku ini menjadi acuan dan inspirasi banyak orang. Ini baru soal kudapan. Saya yakin yang ada di benak Bu Gardjito bukan hanya kudapan, tapi juga soal lauk-pauk, pengolahan karbohidrat, dan sayur-mayur. Ini sumber pengetahuan atau beliau menyebut harta karun,” kata Butet yang hadir dalam peluncuran tiga buku mengenai kudapan Nusantara tersebut.