Waduk dan danau buatan di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, kini menjadi magnet baru yang menarik minat warga untuk rekreasi singkat. Keberadaannya menambah ruang publik di kota terbesar di kawasan timur Indonesia itu.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG, RENY SRI AYU ARMAN
·5 menit baca
Di tengah hiruk-pikuk Kota Makassar, Sulawesi Selatan, warga berlomba-lomba mencari ”oase” untuk sekadar menyegarkan pikiran dari berbagai urusan hidup. Saat pemandangan bangunan beton dan deru kendaraan sudah tak tertahankan, "healing tipis-tipis” ke tepian air menjadi jawaban.
Sebagai kota di pesisir, pemandangan laut bukanlah barang sulit di Makassar. Namun, metropolitan terbesar di kawasan timur Indonesia itu juga memiliki sejumlah waduk dan danau buatan di tengah kota yang belakangan kian ramai menjadi alternatif warga untuk ”melambat” sejenak, apalagi setelah pandemi Covid-19 mereda.
Salah satu yang kini banyak disambangi, terutama oleh anak muda, adalah danau di kompleks Universitas Hasanuddin (Unhas) di Kecamatan Tamalanrea. Setiap hari, khususnya menjelang sore, kawasan di sekitar danau itu ramai didatangi orang untuk sekadar duduk-duduk, memancing, diskusi, atau sambil utak-atik laptop.
”Saya sering ke sini karena suasananya sejuk dan asri. Enak buat menenangkan pikiran sambil cari ide skripsi,” ujar Salman (21), mahasiswa, saat ditemui pada Selasa (21/3/2023).
Sejuk dan asri adalah dua kata yang tepat untuk menggambarkan suasana di Danau Unhas. Pohon-pohon besar dan rindang memayungi tepian danau yang tenang. Ini kontras dengan pemandangan kemacetan lalu lintas di Jalan Perintis Kemerdekaan, yang hanya terpaut sekitar 300 meter dari danau itu.
Selain Salman, hari itu puluhan orang lain juga tampak menikmati suasana danau. Ada sejumlah mahasiswa yang asyik diskusi kelompok sambil bercengkerama, ada pula yang menyantap makanan dan minuman. Satu-dua orang juga sibuk menekuni joran pancing.
Pada pagi hari, terutama di akhir pekan, kawasan ini lebih ramai oleh aktivitas olahraga, seperti jogging dan bersepeda. Bukan hanya untuk bersantai, sebagian mahasiswa juga menjadikan tepi danau sebagai tempat mengerjakan tugas kuliah. Ada pula yang memanfaatkan untuk pertemuan daring.
”Kebetulan ada rapat himpunan dan saya memilih mengikuti via Zoom. Di sini lebih tenang dan sejuk. Kalau di kos, gerah dan ramai,” kata Anggis, mahasiswa Fakultas Ekonomi Unhas.
Meski berada di dalam kawasan kampus, Danau Unhas terbuka untuk umum. Danau itu terletak di dekat Pintu I Unhas yang berada di Jalan Perintis Kemerdekaan. Ada dua danau yang terpisah jalan utama memasuki kompleks kampus tersebut. Danau terbesar adalah yang di sisi timur jalan seluas 4,73 hektar, empat kali ukuran danau di sisi barat jalan.
Sekitar empat tahun lalu, sebagian pinggiran danau juga ditata oleh kampus sehingga makin nyaman untuk pengunjung duduk-duduk atau berjalan-jalan. Ada pula sejumlah gazebo dan sebuah anjungan tempat pengunjung bisa memandangi danau dari ketinggian.
Kepala Bagian Humas Unhas Ahmad Bahar mengatakan, tujuan awal pembuatan Danau Unhas ini selain untuk keindahan atau menjadi bagian dari taman kampus juga sebagai tempat resapan air, termasuk untuk pengendalian banjir.
Pihak kampus membuka kawasan danau ini untuk umum. Warga dari mana pun bisa datang menikmati danau.
Ahmad menjelaskan, danau itu dibangun bersamaan dengan pemindahan kampus dari lokasi lama di Baraya ke Tamalanrea pada tahun 1973. Salah satu alasan kampus dipindahkan ke Tamalanrea adalah karena kampus di Baraya pernah terendam banjir sehingga mengganggu perkuliahan.
Pembuatan danau di kampus baru yang resmi digunakan pada 1981 itu adalah untuk menampung air saat hujan sehingga mencegah banjir. Ahmad mengatakan, danau itu dulu juga kerap digunakan untuk latihan tim dayung mahasiswa.
”Pihak kampus membuka kawasan danau ini untuk umum. Warga dari mana pun bisa datang menikmati danau. Bahkan, saat perkuliahan libur, sebagian pintu utama kampus tetap dibuka untuk pengunjung,” katanya.
Suasana serupa, tapi lebih ramai, tampak di Waduk Tunggu Pampang di Kecamatan Manggala. Di salah satu sudut waduk seluas 34,97 hektar itu setiap sore ramai didatangi warga. Mereka duduk-duduk sambil menikmati berbagai jajanan yang dijajakan penjual kaki lima, mulai dari gorengan, bakso, dimsum, hingga beraneka rupa minuman.
Ada juga sebagian orang yang menikmati sore dengan memancing di infrastruktur pengendali banjir yang dibangun tahun 1997 itu. ”Buat hiburan saja, mumpung lagi libur dari pekerjaan. Kalau dapat ikan, nanti dilepas lagi,” ujar Abi (23), yang sore itu memancing bersama rekannya, Isal (23).
Abi menemukan kegembiraan saat memancing di waduk itu. Dia tak perlu jauh-jauh dari rumahnya untuk menyalurkan hobi tersebut, tidak juga dia perlu keluar biaya alias gratis. Selain itu, pemandangan waduk saat sore hari juga menyenangkan baginya.
Dia pun mengusulkan, jika memungkinkan, tepian danau akan makin indah jika ditanami pepohonan. Selain sebagai penghijauan, pepohonan juga bermanfaat sebagai peneduh bagi pengunjung.
Jalan lingkar waduk pun menarik minat pehobi sepeda yang kerap melintasi jalur tersebut untuk gowes santai. Biasanya, setiap akhir pekan dan sore hari, banyak pesepeda lalu lalang di lokasi itu, baik sendirian maupun dalam rombongan.
Di sepanjang jalan lingkar waduk kini juga bermunculan kafe dan warung kopi kekinian. Sebagian bahkan melengkapi dengan balkon di lantai dua sehingga pengunjung bisa menikmati pemandangan waduk secara leluasa sambil ngopi.
Pengamat sekaligus praktisi perencanaan kota Arief Isnaeni mengatakan, waduk dan danau buatan di Makassar menambah ruang publik di kota berpenduduk 1,5 juta jiwa itu. Dia pernah mengidentifikasi pada 2011, luas ruang terbuka hijau (RTH) di Makassar hanya 11-12 persen dari luas kota.
”Padahal, RTH paling tidak 20 persen. Saat ini, dengan banyaknya pembangunan, jumlah RTH sudah berkurang lagi. Yang banyak sekarang adalah ruang privat,” ujar Ketua Ikatan Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota (IAP) Sulawesi Selatan periode 2020-2023 itu.
Selain terkait urusan hidrologi kota, waduk dan danau buatan juga berpotensi dimanfaatkan untuk aktivitas ekonomi, sosial, dan pariwisata. Namun, Arief mengatakan, semua itu harus tertata agar semua fungsi bisa berjalan berbarengan.
Saat ini, kata dia, ada dua rencana pembangunan waduk baru di Makassar oleh Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang, yakni Waduk Tamangapa dan Waduk Jambua. Dia pun berharap pembangunan kedua waduk itu direncanakan dengan menyertakan fungsi sosial-ekonomi sejak awal agar bisa pula menjadi tambahan ruang publik.
”Untuk waduk yang sudah ada, pemerintah daerah bisa menatanya agar aktivitas sosial-ekonomi bisa tumbuh tapi tidak mengganggu fungsi utama waduk,” ujarnya.