Pembacokan Mantan Ketua KY, Nasib Lansia di Antara Keramaian yang Sepi
Niat Aditya mencuri barang-barang milik korban yang sudah berusia lanjut untuk membayar utang berantakan. Dia kini terancam penjara lebih dari 10 tahun. Korbannya, mantan Ketua KY dan anaknya, harus dirawat intensif.
”Diam! Diam!”
Ancaman itu keluar dari mulut Aditya (34) ketika Rachmi Dwi Utami (22) berteriak minta tolong saat memergoki perbuatan jahatnya, Selasa (28/3/2023) sekitar pukul 15.30.
Lelaki bertubuh tegap itu semakin panik ketika ayah Rachmi, Jaja Ahmad Jayus (57), mendengar teriakan anaknya. Jaja segera turun dari lantai dua rumahnya di Perumahan GBA II, Desa Cipagalo, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Takut ketahuan, Aditya gelap mata. Celurit ia sabetkan ke kepala, tangan, dan leher Rachmi. Belum puas, ia melakukan hal yang sama kepada Jaja.
”Saat bapaknya turun dari lantai dua, saya panik. Saya pilih serang daripada ketahuan,” kata Aditya saat ditampilkan aparat Kepolisian Resor Kota Bandung dalam gelar perkara di Soreang, Kabupaten Bandung, Rabu (29/3/2023).
Saat kedua korban bersimbah darah, Aditya yang ketakutan kabur memacu sepeda motornya. Tidak ada barang yang hilang dari rumah itu. Pelaku justru meninggalkan celuritnya di sana.
Akan tetapi, pelarian Aditya tidak lama. Beberapa jam kemudian, dia ditangkap polisi. Jejaknya terendus dari ciri sepeda motor yang terekam kamera pengintai di depan lokasi kejadian.
Setelah ditelusuri, polisi mendapati pemiliknya yang ternyata kakak ipar Aditya. Dia menyebut, sepeda motor memang digunakan pelaku. Saat didatangi ke rumahnya, pelaku tidak ada di tempat.
Dari keterangan istrinya, Aditya sempat pulang pukul 19.00 dan pergi lagi. Saat itu, kondisinya mencurigakan. Kaus abu-abu dan jaket kulit coklat milik Aditya penuh bercak darah. Setelah dicocokkan dengan darah korban, hasilnya sesuai.
Sekitar pukul 22.30, perburuan pun berakhir. Aditya ditangkap di tempat kerjanya, pabrik pembuatan roti di Kompleks Singasana, Mekarwangi, Cibaduyut, Kota Bandung.
Aditya mengakui semua perbuatannya. Dari awalnya hendak mencuri, dia lantas nekat membacok. Tidak ada satu pun barang yang berhasil digondolnya. Pelaku mengaku tidak tahu latar belakang korban yang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Yudisial tahun 2018-2020.
Terbelit utang
”Saya punya utang Rp 8 juta yang harus dibayar,” kata Aditya saat ditanya motifnya nekat berbuat jahat di bulan Ramadhan.
Uang sejumlah itu, katanya, adalah uang milik majikan yang ia gelapkan. Uang hasil penjualan roti yang seharusnya ia setorkan dipakai untuk dirinya sendiri.
Terus ditagih majikan, Aditya cemas. Telepon genggam miliknya digadaikan. Belum cukup, telepon genggam milik keponakannya juga dia jadikan jaminan tanpa izin di pegadaian. Namun, kedua barang itu hanya bisa memberinya Rp 3,5 juta.
”Awalnya saya mencuri untuk menebus handphone punya keponakan itu,” katanya.
Baca juga : Terlilit Utang, A Nekat Bacok Mantan Ketua Komisi Yudisial Jaja Ahmad Jayus
Tak punya alternatif lain, Aditya nekat berbuat jahat. Strategi pun disusun. Lokasinya ia putuskan di Kompleks GBA II. Sebagian rumah di sana ditempati para warga lansia. Baginya, mereka adalah sasaran empuk.
Rabu sekitar pukul 11.00, Aditya tiba di kompleks itu dan mulai berkeliling. Saat siang, kawasan itu lenggang. Di bulan puasa, suasana sore pun tidak ramai. Banyak warga menyiapkan hidangan berbuka.
Beberapa jam berkeliling kompleks, sasaran ia jatuhkan pada Jaja. Pelaku memergokinya tengah mengendarai mobil saat hendak pulang ke rumah.
”Setelah bapak itu masuk rumah, saya langsung masuk. Namun, di rumah ternyata ada anaknya yang perempuan,” kata Aditya.
Dion (59), tetangga korban, mendengar warga meminta tolong setelah pelaku menyerang Jaja dan anaknya. ”Saat warga berteriak panik, saya keluar dan melihat keramaian di salah satu sisi rumah pak Jaja,” ujarnya.
Rumah tersebut memiliki dua sisi pintu yang saling membelakangi. Menurut Dion, pelaku menyerang dari salah satu pintu, sedangkan waktu evakuasi, korban diangkut dari sisi yang lain. Bahkan, sejumlah warga mencoba mengejar pelaku yang setelah kejadian masih berada di lokasi.
”Warga mengejar ke arah timur, sedangkan saya bergegas mengangkut Pak Jaja dan putrinya yang sudah setengah sadar. Darah berceceran di mana-mana. Untung ada ambulans yang standby, jadi langsung kami larikan ke rumah sakit,” ujar Dion.
Pasca-kejadian, warga masih berjaga hingga sekitar pukul 23.00. Mereka berkumpul di sekitar rumah yang telah diberi garis polisi. Selain itu, sejumlah petugas dari kepolisian dan personel berseragam TNI juga berjaga-jaga di sekitar tempat kejadian.
”Kami tidak menyangka karena sebelumnya tidak ada kejahatan di kompleks ini. Kami berharap Pak Jaja dan anaknya bisa selamat dan saat ini dirawat di rumah sakit,” ujarnya.
Sepi di antara keramaian
Setidaknya 20 tahun terakhir, kawasan Bojongsoang perlahan tumbuh menjadi kawasan urban. Daerah perbatasan dengan Kota Bandung yang dulu berupa sawah, rawa, dan kolam ikan itu diincar pengembang dijadikan permukiman. Pusat perbelanjaan hingga perguruan tinggi pun muncul dan menarik banyak orang datang ke sana.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung tahun 2020, jumlah penduduk Bojongsoang sebanyak 112.671 orang dengan kepadatan 4.051,46 jiwa per kilometer persegi. Jumlah itu masih lebih sedikit ketimbang daerah tetangga yang sudah lebih dulu menjadi kawasan permukiman.
Kecamatan Margahayu, misalnya, menjadi daerah terpadat di Kabupaten Bandung dengan kepadatan 11.538 jiwa per km persegi. Adapun Kecamatan Baleendah tercatat sebagai daerah dengan penduduk terbanyak, yaitu 263.724 jiwa.
Bukan tidak mungkin, dengan pertambahan penduduk hingga 2,6 persen per tahun di Kabupaten Bandung, warga Bojongsoang akan bertambah banyak. Jika sekarang total penduduk Kabupaten Bandung sebanyak 3,6 juta orang, jumlahnya bisa bertambah dua kali lipat 25 tahun kemudian.
Akan tetapi, ironisnya, ”keramaian” baru itu justru menciptakan sudut-sudut sepi. Tembok perumahan seperti memisahkan keakraban manusia di sekitarnya.
Bagi pelaku kejahatan, kondisi itu tentu menjadi sasaran empuk. Rumah yang seharusnya menjadi tempat teraman justru berubah menakutkan.
Pada 30 Juni 2022, misalnya, empat perampok spesialis rumah kosong beraksi di Perum Kencana Ciganitri. Jaraknya tidak sampai 500 meter dari Perumahan GBA II.
Nasib warga lansia
Meski mungkin hanya secuil dari berbagai peristiwa kriminal di kawasan Bandung Raya, kondisi itu jelas meresahkan. Apalagi, muncul fakta, kasus ini menambah korban lansia. Pelaku kejahatan menganggap mereka lebih mudah ditaklukkan.
Pada tahun 2022, setidaknya ada kejadian pembunuhan pada warga lansia yang ramai dibicarakan. Pada Juni, perempuan lansia tewas akibat perampokan yang terjadi di rumahnya di Cinunuk, Kabupaten Bandung.
Satu lagi adalah pembunuhan perempuan lansia lain di Leuwisari, Bojongloa Kidul, Kota Bandung, pada Oktober. Disebut baru pertama kali terjadi di daerah itu, perhiasan dan uang Rp 50 juta milik korban ikut hilang.
Awal Januari 2023, kasusnya tidak berhenti. Perempuan lansia di Kecamatan Paledang, Kota Bandung, ditemukan tewas di rumahnya. Dia yang tinggal sendirian diduga dirampok. Pelakunya masih dicari.
Kriminolog dari Universitas Islam Bandung, Nandang Sambas, berpendapat, warga lanjut usia rentan menjadi sasaran tindak kejahatan karena kondisi tubuh yang tidak lagi prima.
Karena itu, kejahatan yang menimpa Jaja bisa terjadi pada siapa saja. Apalagi, saat tindak kejahatan terjadi, Jaja telah diintai pelakunya.
Meskipun batas usia lanjut masih menjadi perdebatan, Nandang berujar, lansia dapat berpatokan pada kondisi seseorang yang dianggap telah melewati masa produktif secara ketenagakerjaan. Selain itu, kondisi tubuh yang tidak prima lagi membuat warga lansia gampang diperdaya karena dianggap lemah secara fisik.
”Secara yuridis, yang perlu diberikan perlindungan hukum adalah anak-anak, perempuan, dan lansia. Anak dan orang tua gampang dilumpuhkan, berbeda dengan usia lainnya. Dari sini kita perlu belajar untuk berhati-hati,” ujarnya.
Kewaspadaan ini, lanjutnya, perlu ditingkatkan terutama menjelang hari besar, dalam hal ini pada bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Dia berujar, kebutuhan dan kondisi ekonomi kerap menjadi alasan bagi pelaku kejahatan di waktu-waktu tersebut.
”Tren tindak kejahatan itu biasanya memiliki siklus, dan salah satu peningkatan itu terjadi menjelang hari-hari besar keagamaan. Yang tertangkap biasanya mengeluarkan alasan klise berupa kebutuhan ekonomi,” papar Nandang.
Karena itu, semua pihak, mulai dari petugas kepolisian hingga dalam level lingkungan masyarakat, perlu meningkatkan kewaspadaan. Tidak hanya melindungi warga lansia, ujar Nandang, tetapi juga warga lain karena kejahatan saat ini semakin nekat dan bisa menyerang siapa saja.
”Kalau dalam kasus Pak Jaja, kejahatan ini terjadi di daerah pinggiran kota, wilayah yang rawan kejahatan karena pengamanan yang dianggap kurang. Kepedulian warga juga dibutuhkan untuk mengantisipasi hal-hal serupa. Istilahnya, jadilah polisi untuk diri sendiri,” ujarnya.
Kini, Aditya harus bertanggung jawab atas ulah nekatnya. Kepala Polresta Bandung Komisaris Besar Kusworo Wibowo mengatakan, pelaku dijerat dengan Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan ancaman hukuman 9 tahun.
Selain itu, pelaku dikenai Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 akibat kepemilikan senjata tajam tidak sesuai peruntukannya dengan ancaman 10 tahun penjara.
Pelaku besar kemungkinan akan menghuni penjara. Namun, semuanya bisa jadi tidak bakal menghentikan niat-niat jahat. Pelaku kejahatan serupa masih berpotensi bermunculan.
Warga tidak bisa selalu mengandalkan aparat untuk hidup tenang. Dibutuhkan kewaspadaan sekaligus keguyuban di antara sesama untuk memastikan semua pihak, tidak pandang status dan usia, hidup aman di bawah atap rumahnya sendiri.
Baca juga : Kepolisian Selidiki Pembacokan Mantan Ketua KY Jaja Ahmad