Mahasiswa Unsoed Olah Limbah Tongkol Jagung Jadi Pengganti ”Styrofoam”
Tongkol jagung, yang biasanya dibuang dan dibakar, oleh mahasiswa Unsoed Purwokerto diolah jadi BESt Balls. Olahan limbah pertanian dan cangkang kerang ini bisa menggantikan butiran ”styrofoam” sebagai kemasan pelindung.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS – Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto memanfaatkan limbah pertanian berupa tongkol jagung serta cangkang kerang dan udang untuk membuat ”BEST Ball”, singkatan dari biodegradable, eco-friendly, sustainable balls for the alternatives to styrofoam. Inovasi ramah lingkungan pengganti butiran styrofoam serta plastik wrap bubble ini pun menyabet penghargaan Gold Medal pada ajang Malaysia Technology Expo 2023.
”Ketika jalan menemukan permasalahan mengapa, kok, ini tongkol jagung cuma dibiarin sampai membusuk, tidak diapa-apain, dan kadang dibakar begitu saja. Pasti ini memiliki nilai ekonomi jika dibuat produk bermanfaat,” kata Sidik Prasetyo (19), mahasiswa Agroteknologi anggota BESt Team Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (28/3/2023).
Apalagi, lanjut Prasetyo, masyarakat dewasa ini sedang berupaya memerangi limbah plastik yang masif mencemari lingkungan. ”Salah satunya di agribisnis adalah belajar soal bisnis, jadi kami melihat peluang ini bisa dipakai untuk packaging (bungkus/kemasan) dalam bisnis online. Oleh karena itu, kami menginisiasi produk yang bisa mengurangi sampah plastik sekaligus bisa mengangkat nilai ekonomi dari limbah pertanian ini,” paparnya.
Tim Delegasi Unsoed yang didampingi dosen sosial ekonomi Fakultas Pertanian Unsoed, Indah Setiawati, ini diketuai Nisrina Khoirunnisa Salsabila (22) dengan anggota Sidik Prasetyo, Gina Rodatul J (22), Yasmin Aulia Rahmi (21), dan Fitri Ayu Puspita Sari (21). Tim ini melakukan riset selama satu bulan untuk mengolah limbah pertanian tersebut.
Untuk membuat BESt Balls ini, kata Nisrina, kelompoknya mulai mengumpulkan tongkol jagung dari areal persawahan di sekitar Kecamatan Sumbang. Mereka juga mengumpulkan cangkang-cangkang kerang dan udang dari restoran makanan laut.
”Tongkol jagung dikeringkan dengan vacuum drying, lalu dipotong kecil-kecil. Kemudian diblender sampai jadi serat-serat halus. Adapun limbah cangkang kerang juga dikeringkan dengan vacuum drying lalu diblender sampai jadi serbuk,” papar Nisrina, yang juga mahasiswi semester II Alih Jenjang Agribisnis Fakultas Pertanian Unsoed.
Bahan-bahan tersebut, lanjut Nisrina, lalu dicampur dengan bahan-bahan tambahan, seperti gliserol, PVA, juga aquades sebagai pelarut. ”Gliserol ini dipakai supaya lebih berserat dan juga mengembang atau lebih elastis. PVA ini supaya teksturnya lebih halus. Setelah semua dicampur, lalu dicetak,” tuturnya.
Nisrina menyebutkan, BESt Balls dari tongkol jagung dan cangkang hewan laut ini ketika dibuang tidak akan mencemari lingkungan. Bahkan, bahannya bisa menjadi pupuk atau kompos karena mengandung mineral dari cangkang hewan laut.
”Ini dipakai untuk kemasan barang elektronik atau untuk melindungi barang yang mudah pecah. Dari sisi jangka waktu keawetan, ini kami buat Januari, jadi sudah tiga bulan masih bagus. Namun, memang bentuknya yang masih perlu diperbaiki supaya lebih bagus,” katanya.
Gina menambahkan, dari segi harga, produk BESt Ball dengan berat 500 gram bisa dijual dengan harga Rp 45.000. Adapun sebagai kompetitor, butiran styrofoam seberat 500 gram di pasaran dijual dengan harga Rp 42.000. Kendati butiran styrofoam lebih murah secara nominal, setelah jadi sampah justru tidak ramah lingkungan.
Nisrina bersama tim berharap ke depan bisa mendapatkan dukungan, baik dana maupun peralatan produksi dari lembaga terkait, supaya produk BESt Balls ini bisa dikembangkan, mendapat sertifikasi produk, diproduksi massal, serta bisa diserap pasar untuk menggantikan plastik pembungkus serta butiran styrofoam. Bahkan, olahan tongkol jagung dan cangkang hewan laut ini pun berpotensi dikembangkan jadi kemasan makanan.