KPK geledah Kantor PDAM dan Kantor PU Kabupaten Kapuas. Total empat gedung yang digeledah KPK, yang merupakan buntut dari dugaan penerimaan suap Bupati Kapuas dan istri.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi geledah dua kantor lagi di Kabupaten Kapuas, yakni Kantor Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, dan Kawasan Permukiman Kabupaten Kapuas dan Kantor Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kapuas. Hal itu merupakan buntut dari dugaan penerimaan suap Bupati Kapuas Ben Brahim dan istrinya, Ary Egahni.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, KPK telah melakukan penyidikan dan menetapkan dua orang tersebut sebagai tersangka terkait dugaan korupsi penerimaan suap dari beberapa pihak sehubungan dengan jabatannya sebagai penyelenggara negara. Setidaknya uang yang terkumpul mencapai Rp 8,7 miliar.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, sebagai Bupati Kapuas periode 2013-2018 dan 2018-2023, Ben diduga menerima fasilitas dan sejumlah uang dari sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Pemkab Kapuas, termasuk dari beberapa pihak swasta.
Ary juga diduga aktif turut campur dalam proses pemerintahan, antara lain dengan memerintahkan beberapa kepala SKPD memenuhi kebutuhan pribadinya dalam bentuk pemberian uang dan barang mewah.
Menurut Johanis, sumber uang yang diterima Ben dan Ary itu berasal dari berbagai pos anggaran resmi di SKPD Pemkab Kapuas. Praktik korupsi lewat pemotongan anggaran itu dilakukan seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara, disertai dengan penerimaan suap di lingkungan Pemkab Kapuas. Dari swasta, Ben menerima sejumlah uang terkait dengan pemberian izin lokasi perkebunan di Kapuas (Kompas, Rabu 29/3/2023).
Ini, kan, belum ada putusan mengikat atau inkrah dari proses hukum, jadi ini sifatnya sementara saja.
Di Kabupaten Kapuas, saat penahanan Ben Brahim dan istri pada Selasa (28/3/2023) KPK menggeledah rumah jabatan dan kantor bupati Kapuas. Mereka mengambil sejumlah arsip dan dokumen terkait kasus tersebut.
Pada Rabu sekitar pukul 11.00 WIB, KPK kembali menggeledah sejumlah kantor di Kapuas. Sampai sekitar pukul 14.00 WIB, KPK masih menggeledah Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, dan Kawasan Permukiman Kabupaten Kapuas serta Kantor Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kapuas. Dari informasi yang dikumpulkan Kompas, masih ada dua kantor lagi yang bakal digeledah KPK.
Musibah
Wakil Bupati Kapuas Nafiah Ibnor enggan berkomentar banyak soal penggeledahan tersebut dan hanya membenarkan adanya penggeledahan yang dilakukan KPK didampingi aparat kepolisian. Ia hanya memohon doa untuk Bupati Kapuas Ben Brahim dan istri agar bisa melewati kasus tersebut.
”(Saya) prihatin dengan musibah di Kapuas ini. Kapuas tetap aman, stabil, dan pemerintahan berjalan lancar dan bagus saja,” kata Nafiah yang dihubungi dari Palangkaraya, Kalteng, Rabu siang.
Nafiah menambahkan, sampai saat ini pemerintahan tetap berjalan meski belum ada penunjukkan pengganti sementara bupati Kapuas atau kepala daerah. ”Kalau ditunjuk memang ditunjuk, ya, karena (aturan) wewenang seperti itu. (Saya) siap menjalankan,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan Kepala Biro Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Kalteng Husain. Menurut dia, secara aturan, roda pemerintahan akan tetap berjalan selama wakil bupati dan sekretaris daerah masih bisa menjalankan tugasnya.
”Ini, kan, belum ada putusan mengikat atau inkrah dari proses hukum, jadi ini sifatnya sementara saja,” kata Husain.
Husain juga menyayangkan sikap KPK yang sampai saat ini belum memberikan keterangan atau surat resmi soal penahanan bupati Kapuas ke daerah. Menurut dia, hal itu penting agar segera diambil tindakan administratif untuk penggantian kepala daerah sementara.
”Kasus ini, kan, bukan tangkap tangan (OTT) jadi kita ikuti saja dulu proses hukumnya. Paling tidak kami juga sudah memberikan laporan ke gubernur terkait persoalan ini, pemerintahan tidak boleh berhenti sedetik pun,” tutur Husain.
Husain berharap proses hukum bisa berjalan dengan baik dan menyerahkan semuanya ke aparat yang berwenang. Ia berharap yang terbaik untuk masyarakat Kapuas.
Ben Brahim dan istri diduga melanggar Pasal 12 huruf f dan 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tersangka bisa dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Selain itu, bisa dipidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan atau pidana denda minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 250 juta.
Ben Brahim merupakan bupati Kapuas dua periode, yakni 2013-2018 dan 2018-2023. Ia pernah maju sebagai calon gubernur Kalteng pada 2019 melawan petahana. Pilgub saat itu dimenangi petahana yang diusung oleh PDI-P dan beberapa partai pendukung, sedangkan Ben Brahim diusung oleh Demokrat, Nasdem, dan Gerindra.
Bupati Kapuas Ben Brahim dan istrinya dilaporkan ke polisi atas dugaan penipuan oleh seorang pengusaha di Kalimantan Tengah, Charles Theodore. Charles mengaku memberikan uang sebesar Rp 7,2 miliar untuk biaya politik yang tak pernah dibayar kembali. Uang itu diduga untuk memesan kaos kampanye, beras, dan mahar politik.