Anak Krakatau Empat Kali Erupsi, Semburkan Abu Vulkanik 2.500 Meter
Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, mengalami erupsi pada Selasa (28/3/2023). Hingga kini, aktivitas gunung api itu masih fluktuatif.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, mengalami erupsi pada Selasa (28/3/2023). Hingga kini, aktivitas gunung api itu masih fluktuatif.
Berdasarkan data Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam aplikasi Magma Indonesia, pada Selasa hingga pukul 13.00, Gunung Anak Krakatau empat kali mengalami erupsi. Erupsi tercatat terjadi pukul 04.12, pukul 05.38, pukul 07.43, dan pukul 12.21. Ketinggian kolom abu berkisar 400-2.500 meter dari atas puncak.
Erupsi terbesar terjadi pukul 12.21 dengan ketinggian kolom abu 2.500 meter dari atas puncak. Kolom abu teramati berwarna hitam dengan intensitas condong ke arah barat. Erupsi tersebut terekam seismograf dengan amplitudo maksimum 74 milimeter dengan durasi 2 menit 26 detik.
Kepala Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau di Kalianda, Lampung Selatan, Andi Suardi mengatakan, aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau mulai meningkat cukup signifikan sejak kemarin. Pada Senin (27/3/2023), Anak Krakatau mengalami erupsi satu kali pada pukul 22.50. Namun, ketinggian kolom abu tidak teramati karena gunung api itu tertutup kabut.
Menurut Andi, hingga kini aktivitas Anak Krakatau masih fluktuatif. ”Hingga saat ini, masih terpantau asap dari arah kawah Gunung Anak Krakatau,” kata Andi saat dihubungi dari Bandar Lampung.
Meski terus bergejolak, belum ada peningkatan status Gunung Anak Krakatau karena erupsi belum membahayakan warga. ”Status Gunung Anak Krakatau masih Level III Siaga. Masyarakat tidak boleh mendekat dalam radius 5 kilometer dari kawah,” kata Andi.
Pada Selasa pukul 06.00-12.00, gunung api itu tercatat mengalami satu kali tremor harmonik dengan amplitudo 13 milimeter (mm) dan durasi 80 detik. Gunung api itu masih mengalami tremor terus-menerus dengan amplitudo 0,5-4,7 mm dan amplitudo dominan 1 mm.
Aktivitas warga normal
Camat Rajabasa Sabtudin mengatakan, hingga kini belum ada laporan dari masyarakat terkait dampak dari erupsi Gunung Anak Krakatau. Warga di kawasan pesisir Rajabasa dan Pulau Sebesi masih beraktivitas secara normal. Nelayan juga masih melaut seperti biasa.
Sejak peristiwa tsunami Selat Sunda pada 2018, katanya, masyarakat di kawasan pesisir lebih waspada saat aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau meningkat. Kendati begitu, masyarakat tidak panik karena telah mempunyai pengalaman untuk mitigasi bencana.
Masyarakat tidak panik karena telah mempunyai pengalaman untuk mitigasi bencana.
Menurut dia, pemerintah daerah telah mengupayakan jalur evakuasi tsunami, khususnya di titik rawan tsunami. Jalur evakuasi diarahkan ke wilayah perbukitan yang tidak jauh dari pesisir.
Selain itu, masyarakat juga berkomunikasi dengan petugas pos pantau Gunung Anak Krakatau serta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika untuk mendapat informasi terkini tentang aktivitas gunung api di Selat Sunda tersebut.