Tradisi suluk, salah satu ajaran dari aliran tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah, diartikan sebagai jalan mendekatkan diri dengan Allah. Melalui suluk, seseorang membersihkan jiwa dari keburukan atau dosa.
Oleh
ZULKARNAINI
·5 menit baca
KOMPAS/ZULKARNAINI
Jemaah suluk di Dayah (Pesantren) Darul Aman, Desa Lampuuk, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Sabtu (25/3/2023), melakukan rangkaian ibadah. Suluk dilakukan selama 10-40 hari. Suluk dianggap sebagai sarana membersihkan jiwa.
Suasana sunyi menyelimuti salah satu ruangan di Dayah (Pesantren) Darul Aman, Desa Lampuuk, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Sabtu (25/3/2023). Jemaah suluk menutupi kepala dengan kain panjang, sorban, atau mukena. Mereka larut dalam zikir dan keharuan.
Dalam suluk, momen ini disebut tawajud zikir ismu zat fi qalbiatau berzikir dalam hati. Jemaah menutup diri dengan kain dimaknai dengan memisahkan diri dari urusan dunia untuk menghadap Sang Pencipta, Allah SWT. Mereka juga menutup mata, tetapi membuka mata hati. Inilah jalan sunyi menyucikan jiwa.
Salah satu anggota jemaah itu adalah Tengku Abdullah Abu Hasan (67). Dia berasal dari Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Sejak 2007, dia tidak pernah melewati Ramadhan tanpa suluk. ”Terlalu banyak dosa yang kita lakukan. Suluk salah satu cara memohon ampun ke Allah SWT agar jiwa kita kembali suci,” ujar Abdullah ditemui jelang buka puasa.
Jelang buka puasa menjadi satu-satunya kesempatan bisa bertemu dengan jemaah suluk di Dayah Darul Aman itu. Sembari mempersiapkan makanan untuk berbuka, jemaah saling berinteraksi. Keluarga juga dibolehkan berkunjung.
Di kamar yang bersisian dengan ruang ibadah, Abdullah bersama jemaah lain berbuka puasa. Menu buka puasa mereka kurma, kue basah, nasi putih, kuah sayur santan, tempe, buah-buahan, dan kerupuk. Selama suluk, mereka tidak boleh mengonsumsi daging, ikan, dan apa pun makanan mengandung darah dan lemak.
”Makanan lezat membuat kita malas, mengantuk, dan mengundang nafsu syahwat,” ujar Abdullah.
Jemaah suluk di Dayah (Pesantren) Darul Aman, Desa Lampuuk, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Sabtu (25/3/2023), melakukan rangkaian ibadah. Suluk dilakukan selama 10-40 hari. Suluk dianggap sebagai sarana membersihkan jiwa.
Mereka makan secukupnya, lalu melanjutkan dengan ibadah shalat Maghrib dan Isya, shalat Tarawih, zikir, dan membaca Al Quran. Mereka baru istirahat pada pukul 24.00. Seusai tidur dua jam, mereka bangun untuk shalat Tahajud dan zikir hingga sahur. Seusai shalat Subuh dilanjutkan dengan zikir dan shalat sunah. Sepanjang waktu dalam kegiatan ibadah.
”Saat menutup diri saya membayangkan sedang berada di alam kubur, sendiri. Semua dosa terpampang. Saya menangis memohon ampun,” kata Abdullah.
Abdullah mengatakan, selama 11 bulan beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungan, sangat mungkin banyak kesalahan yang dilakukan. Menurut dia, sangat rugi jika bulan Ramadhan tidak dimaksimalkan sebagai momen untuk meningkatkan ibadah.
”Saya sudah tua, semakin dekat dengan kematian. Saya harus bersiap diri menghadap Allah SWT dengan memperbanyak ibadah,” ujar Abdullah.
Tradisi suluk adalah salah satu ajaran dari aliran tasawuf Tarekat Naqsyabandiyah. Suluk diartikan sebagai jalan mendekatkan diri dengan Allah. Melalui suluk, seseorang membersihkan jiwa dari keburukan atau dosa dan mengisi dengan kebaikan.
Jemaah suluk di Dayah (Pesantren) Darul Aman, Desa Lampuuk, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Sabtu (25/3/2023), melakukan rangkaian ibadah. Suluk dilakukan selama 10-40 hari. Suluk dianggap sebagai sarana membersihkan jiwa.
Tarekat Naqsyabandiyah didirikan oleh Muhammad bin Muhammad Baha’udin al-Bukhari, yang kemudian mendapatkan gelar Syah Naqsyaband pada abad ke-14 Masehi. Di Nusantara, jemaah Naqsyabandiyah terbesar terdapat di Sumatera Barat.
Di Aceh, suluk disebar oleh seorang ulama besar, Haji Muhammad Waly al-Khalidy atau Syekh Muda Waly, di Aceh Selatan, pada 1940-an. Syekh Muda Waly berguru pada Syekh Haji Abdul Ghani al-Kamfari di Batu Basurek, Kampar, Sumatera Barat, dan ulama besar di Mekkah.
Syekh Muda Waly wafat pada 1961, tetapi murid-muridnya telah menyebarluaskan suluk ke seluruh Aceh. Kini, banyak dayah tradisional di Aceh melaksanakan suluk, terutama pada bulan Ramadhan.
Pemimpin Dayah Darul Aman Teungku Saifullah menuturkan, tradisi suluk di Darul Aman diajarkan oleh Abu Haji Zakaria Muhammad Adam, murid dari Abu Lueng Ie. Sementara Abu Lueng Ie merupakan murid Syekh Muda Waly.
Pemimpin Dayah (Pesantren) Darul Aman, Desa Lampuuk, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Teungku Saifullah.
Sejak 2002, dayah tersebut rutin melaksanakan suluk dan tahun ini diikuti 80 orang. Peserta dari banyak daerah. Jemaah perempuan lebih banyak daripada laki-laki.
Suluk berlangsung selama 40 hari, tetapi jemaah boleh mengambil paket 10 hari atau 20 hari. Selama melaksanakan suluk, kebutuhan jemaah ditanggung oleh dayah. Jemaah cukup membayar infak Rp 160.000 untuk 10 hari.
”Agar jemaah lebih konsentrasi melaksanakan suluk, konsumsi kami sediakan,” kata Saifullah.
Sebelum melaksanakan suluk, jemaah disarankan melakukan mandi taubat. Selama melaksanakan suluk, jemaah dituntun oleh seorang mursyid, guru spiritual.
Suluk mampu memperbaiki akhlak.
Salwiah (62), jemaah suluk di Darul Aman, mengatakan, telah empat Ramadhan, dia melaksanakan suluk di dayah itu. Jiwanya merasa tenteram setiap kali melaksanakan suluk.
Salwiah berasal dari Kota Sabang, dia memiliki tiga anak dan 18 orang cucu. Salwiah merasa Allah telah memberikan banyak kenikmatan duniawi kepadanya. Pada usia senja, dia ingin membersihkan jiwa dan mempertebal amalan baik.
”Tujuan dunia telah saya capai, seperti menyekolahkan anak-anak dan menikahkan mereka. Sekarang saya fokus mendekatkan diri kepada Allah,” ujar Salwiah.
Jemaah suluk, mursyid, dan khalifah (asisten mursyid) Tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah berdoa seusai shalat Ashar di Surau Nurullah, Kelurahan Limau Manis Selatan, Kecamatan Pauh, Padang, Sumatera Barat, Rabu (30/3/2022). .
Membersihkan jiwa seharusnya tidak menunggu usia senja. Itu pula yang menjadi alasan Wirda (23) untuk mengikuti suluk. Perempuan yang masih lajang ini baru kali pertama mengikuti suluk.
Sebagai pemula, Wirda melaksanakan suluk 10 hari dan akan melanjutkan jika sudah bisa beradaptasi. Sebagai milenial yang dekat dengan teknologi, tantangan akan semakin besar. Wirda harus meninggalkan media sosial dan interaksi dengan teman sebaya.
Menurut Wirda, suluk menjadi proteksi bagi dirinya untuk tidak berperilaku buruk. Suluk dapat meningkatkan kesehatan mental.
”Di usia muda ini, bagi saya suluk momentum kita memperbaiki akhlak. Hati bersih, pikiran pun jernih. Selain meraih ketenangan, saya merasa ada keseimbangan dalam hidup,” tuturnya.
Dalam penelitian ”Suluk dan Pengaruh terhadap Akhlak”, Muhammad Husen, mahasiswa Universitas Islam Negeri Ar Raniry, Banda Aceh, mengatakan, suluk mampu memperbaiki akhlak. Penelitian dilakukan di Dayah Darul Ulum Abu Lueng Ie, Aceh Besar. Sebanyak 89,3 persen jemaah setuju, suluk merupakan sarana memperbaiki akhlak.
Suluk melatih hati untuk tidak berburuk sangka, mengurangi bicara, dan terus berbuat baik. Tidak berlebihan jika disebut suluk adalah jalan untuk menyucikan jiwa.