Kemarau Mulai April, Jateng Siapkan Antisipasi Kekeringan
Kemarau dikhawatirkan memicu kekeringan di Jawa Tengah. Sosialisasi agar masyarakat lebih bijak dalam menggunakan air digencarkan. Modifikasi cuaca juga disiapkan jika kekeringan parah.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Sebagian area Waduk Gajahmungkur menyurut dan menjadi lahan pertanian pasang surut di Kecamatan Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Rabu (21/9/2022). Menyusutnya air waduk selama beberapa bulan musim kemarau memberikan lahan pertanian pasang surut bagi warga sekitar. Mereka memanfaatkannya dengan menanam padi dan jagung menggunakan pengairan dari sisa air waduk.
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah wilayah di Jawa Tengah diprakirakan bakal memasuki musim kemarau pada pertengahan April 2023. Masa kemarau paling panjang diperdiksi mencapai 7,5 bulan. Untuk menekan risiko kekeringan, sejumlah pihak telah menyiapkan rencana antisipasi.
Setelah melakukan pengolahan dan analisis data serta memperhatikan dinamika atmosfer, Stasiun Klimatologi Jateng memprakirakan, musim kemarau di Jateng paling awal terjadi pada dasarian II April atau sekitar pertengahan April. Wilayah yang akan memasuki musim kemarau lebih awal adalah Kota Pekalongan, Rembang, sebagian wilayah Demak, Jepara, Kudus, Pati, Pemalang bagian utara, Wonogiri bagian selatan, sebagian wilayah utara Kabupaten Pekalongan, Blora, dan wilayah timur laut Kabupaten Tegal.
Sementara itu, sejumlah wilayah, seperti Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, Kabupaten Pekalongan, Batang bagian selatan, wilayah tenggara Brebes dan Tegal, wilayah barat daya Kendal, sebagian wilayah selatan Cilacap dan Pemalang, serta sebagian kecil wilayah barat Kabupaten Temanggung, diperkirakan memasuki kemarau paling akhir. Wilayah-wilayah itu diprakirakan baru memasuki kemarau pada dasarian II Juni atau sekitar pertengahan Juni.
Kepala Stasiun Klimatologi Jateng Sukasno mengatakan, periode kemarau terpendek selama 10 dasarian atau sekitar 3,5 bulan. Kemarau terpendek terjadi di sebagian wilayah Banyumas dan Cilacap bagian selatan. Adapun kemarau terpanjang diperkirakan terjadi di Kota Pekalongan dan Karimun Jawa, sebagian kecil wilayah Kabupaten Tegal dan Pati, serta sebagian wilayah utara Pemalang dan Rembang. Durasi kemarau terpanjang adalah 22 dasarian atau sekitar 7,5 bulan.
”Puncak musim kemarau kemungkinan terjadi pada Agustus. Kami mengimbau masyarakat dan pemerintah agar mengantisipasi potensi kekeringan dengan mengefisienkan penggunaan air. Kebakaran hutan atau lahan juga perlu diantisipasi di musim kemarau. Caranya dengan mengurangi penggunaan bahan-bahan yang mudah terbakar,” kata Sukasno, Senin (27/3/2022).
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Sambungan selang pengairan milik petani di antara jejak rekahan tanah dasar Waduk Gajahmungkur yang menyurut di Kecamatan Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Rabu (21/9/2022). Menyusutnya air waduk selama beberapa bulan musim kemarau memberikan lahan pertanian pasang surut bagi warga sekitar. Mereka memanfaatkannya dengan menanam padi dan jagung menggunakan pengairan dari sisa air waduk.
Pada masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau, pemerintah dan masyarakat juga diminta mewaspadai potensi cuaca ekstrem, seperti hujan lebat, angin kencang, dan petir. Bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor juga dinilai Sukasno patut diantisipasi.
Kepala Bidang Penanganan Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng Dikki Ruli Perkasa menyebut, kemarau akan membuat suplai air berkurang. Kondisi itu akan mengganggu keperluan air untuk konsumsi dan bersih-bersih. Selain itu, sektor pertanian dan peternakan juga berpotensi terganggu.
Masyarakat dan pemerintah agar mengantisipasi potensi kekeringan dengan mengefisienkan penggunaan air.
Untuk itu, BPBD Jateng sudah mengimbau BPBD kabupaten/kota untuk memetakan daerah rawan kekeringan di wilayahnya. Nantinya, daerah-daerah yang terdampak parah akan disuplai air bersih oleh BPBD.
”Ada juga kemungkinan penggunaan teknologi modifikasi cuaca untuk menurunkan hujan apabila dinilai perlu. Jadi, air yang berasal dari hujan itu nantinya diharapkan bisa turun dan tertampung di waduk sehingga airnya bisa dimanfaatkan masyarakat,” ucap Dikki.
Semua kecamatan
Di Demak, pemetaan daerah rawan kekeringan telah dilakukan oleh BPBD setempat. Kepala Pelaksana Harian BPBD Demak Agus Nugroho menyebut, dari 14 kecamatan yang ada di wilayahnya, semuanya terancam kekeringan.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Petani menghidupkan mesin penyedot air di sebelah jembatan akses menuju bekas pemukiman Dusun Sarean, Desa Genengsari, Kemusu, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (13/9/2019). Jembatan tersebut terendam air Waduk Kedungombo saat musim hujan. Warga dusun itu diikutsertakan dalam program transmigrasi ke sejumlah wilayah di Pulau Sumatera menjelang tahun 1989 seiring awal mula penggenangan air Waduk Kedungombo. Pengoperasian Waduk Kedungombo menenggelamkan 37 desa di Kabupaten Sragen, Boyolali, dan Grobogan.
”Kekeringan di Demak itu biasanya terjadi kalau saluran air dari Waduk Kedungombo ditutup. Selama masih dibuka, aman. Biasanya penutupan dilakukan pada Juli hingga Oktober. Kalaupun nanti ditutup, masyarakat bisa memanfaatkan sumber air lain, misalnya sumur BPBD Demak," ujar Agus.
Agus meminta masyarakat Demak bijak dalam menggunakan air. Khusus untuk petani, Agus mengimbau mereka untuk tidak menanam padi. Sebab, padi membutuhkan air lebih banyak. Jika kebutuhan air tidak tercukupi, risiko yang akan dihadapi petani adalah puso. Agus menyarankan petani menanam tanaman palawija. Tanaman itu disebut tidak membutuhkan air sebanyak padi.
Antisipasi juga telah dilakukan oleh BPBD Kabupaten Tegal. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Tegal Danang Wahyu Pribadi mengklaim, pihaknya telah melakukan edukasi kepada masyarakat untuk mengantisipasi kemarau. Edukasi yang dilakukan adalah mengimbau masyarakat untuk menyiapkan sumur resapan, menampung air hujan, dan selalu memantau ketersediaan air.
”Di Kabupaten Tegal ada 22 desa di lima kecamatan yang berpotensi mengalami kekeringan panjang. Lima kecamatan itu adalah Suradadi, Warureja, Kedungbanteng, Jatinegara, dan Balapulang. Daerah-daerah itu bergantung pada stok air di Waduk Cacaban,” kata Danang.
Danang menyebut, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Balai Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang Pemali-Comal. Hal itu untuk memastikan ketersediaan air di Waduk Cacaban masih mencukupi.