Galeri Rasulullah SAW Masjid Al Jabbar Telah Dibuka untuk Umum
Galeri seluas 3.000 meter persegi ini tidak hanya menceritakan sejarah perjalanan Islam hingga masuk ke Nusantara. Sejumlah materi yang disajikan juga menggambarkan Islam sebagai agama yang toleran.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Pemandu menjelaskan persebaran agama Islam di Galeri Rasulullah SAW, Masjid Raya Al Jabbar, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (27/3/2023).
BANDUNG, KOMPAS — Galeri Rasulullah SAW di Masjid Raya Al Jabbar, Kota Bandung, Jawa Barat, mulai dibuka untuk publik sejak Senin (27/3/2023). Tidak hanya untuk memberikan edukasi kepada publik terkait sejarah keislaman, galeri ini juga memberikan gambaran Islam yang toleran kepada masyarakat.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil meresmikan Galeri Rasulullah SAW ini sekitar pukul 16.00. Bersama sejumlah undangan termasuk Gubernur Jabar periode sebelumnya, Ahmad Heryawan, mereka mengelilingi fasilitas seluas 3.000 meter persegi yang berada di lantai bawah Masjid Raya Al Jabbar ini.
Gubernur yang kerap dipanggil Emil ini menjelaskan, Galeri Rasulullah ini memuat materi perkembangan Islam, mulai dari gambaran jazirah Arab sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW hingga Islam tersebar di muka bumi. Sejumlah peristiwa penting, seperti Isra’ Mi’raj, Hijrah Rasulullah, hingga kedatangan Islam ke bumi Nusantara dijelaskan di sini.
”Galeri Rasulullah sudah bisa dikunjungi oleh masyarakat umum. Materinya dimulai dari sejarah zaman jahiliyah, kelahiran Rasul di Tahun Gajah, mendapat wahyu, dan seterusnya. Ini sangat padat dan kaya informasi,” ujarnya di sela peresmian.
Emil berharap Galeri yang memuat materi dengan menggunakan teknologi digital ini menjadi kebanggaan masyarakat. Apalagi, fasilitas ini melengkapi Masjid Raya Al Jabbar yang berdiri di lahan seluas 25 hektar tersebut.
”Di sini ada tempat shalat yang luar biasa besar dengan kapasitas 32.000 anggota jemaah, di luar ada danau pengendali banjir, dan lain sebagainya. Mudah-mudahan ini meramaikan khazanah wisata religi yang jadi kebanggan kita semua,” ujarnya.
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Suasana Masjid Raya Al Jabbar, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (27/3/2023). Para warga tampak menghabiskan waktu menjelang berbuka puasa sambil menikmati pemandangan dan kemegahan masjid yang menjadi salah satu ikon Jabar tersebut.
CEO Sembilan Matahari Adi Panuntun sebagai pelaksana proyek Galeri Rasulullah SAW menyebut, anggaran yang dikeluarkan untuk membangun fasilitas ini mencapai Rp 14,5 miliar. Biaya ini dipergunakan untuk mengelola konten yang penuh teknologi digital, mulai dari program dan perangkat lunak untuk edukasi hingga teknologi realitas dan animasi.
Adi menyatakan, semua konten yang ada di Galeri Rasulullah merupakan karya anak bangsa. Sekitar 400 studio penggiat industri kreatif yang akrab dengan teknologi digital ikut bergabung di dalamnya. Semuanya mengerjakan konten yang saling bersinergi untuk menciptakan pengalaman mempelajari keislaman secara digital.
”Semuanya tidak hanya membuat animasi, tetapi juga mengelola hasil riset. Semuanya menggunakan data yang diadaptasi sehingga saat ditayangkan tidak terlalu berat. Ini juga kontribusi dari kami para penggiat industri kreatif, dan Galeri Rasulullah menjadi etalase untuk menunjukkan bahwa kami bisa berkarya,” ujarnya.
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Pemandu menunjukkan simulasi aktivitas masyarakat di sekitar salah satu lokasi bersejarah pada zaman Nabi Muhammad SAW dalam Galeri Rasulullah SAW, Masjid Raya Al Jabbar, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (27/3/2023).
Galeri Rasulullah SAW tidak hanya memberikan edukasi sejarah keislaman secara modern. Menurut kurator galeri Ija Suntana, fasilitas ini juga diharapkan bisa menyebarkan pemahaman Islam moderat dan toleran.
Di sini ada tempat shalat yang luar biasa besar dengan kapasitas 32.000 anggota jemaah, di luar ada danau pengendali banjir, dan lain sebagainya.
Hal ini dilihat dari sejumlah materi yang menunjukkan hubungan sesama manusia di zaman Rasulullah memimpin jazirah Arab. Di sana, tidak ada diskriminasi terhadap agama dan bangsa lain, semua bisa hidup dalam damai dan toleran serta saling menjaga satu sama lain.
Selain itu, di bumi Nusantara, Islam juga hadir dan dibawa dengan berbagai kesenian tradisional tanpa harus mengurangi nilai-nilai keislaman. Menurut Ija, moderasi beragama ini menumbuhkan nilai saling menghargai dalam perbedaan dan berharap bisa membawa kedamaian.
”Tidak sekadar informasi yang murni agama, informasi seni juga diangkat karena menghargai seni sebagai jembatan untuk menyampaikan agama. Semua itu dalam rangka menangkal pemahaman bahwa Islam itu antibudaya, antiseni, bahkan antiagama lain. Moderasi beragama ini yang kami angkat,” ujarnya.