Satu Tewas, Operator Perahu Penyeberangan Kali Surabaya Diduga Abaikan Keselamatan
Kecelakaan perahu penyeberangan atau tambangan di Kali Surabaya yang mengakibatkan kematian seseorang harus diselidiki, sekaligus dicarikan solusi untuk memitigasi kecelakaan serupa.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·2 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Pencarian korban di lokasi tenggelamnya perahu penyeberangan atau perahu tambangan yang menghubungkan Jalan Mastrip dengan Jalan Pagesangan di Kali Surabaya, Surabaya, Sabtu (25/3/2023). Dari 13 penumpang, satu orang masih hilang dan dalam pencarian. Perahu tambang tersebut bocor saat akan melewati arus sungai yang deras. Perahu tambang banyak dimanfaatkan banyak warga yang ingin mempersingkat waktu tempuh.
SURABAYA, KOMPAS — Pemilik dan operator perahu penyeberangan yang terkait dalam kasus tewasnya seorang warga di Surabaya, Jawa Timur, telah diperiksa polisi. Diduga, operasional perahu itu mengabaikan aspek keselamatan, seperti jaket pelampung untuk penumpang.
Sebelumnya, satu perahu penyeberangan bocor saat membawa 12 penumpang dan delapan sepeda motor di Kali Surabaya, Sabtu (25/3/2023), pukul 08.00. Perahu itu memanfaatkan tali yang membentang 20-30 meter dari kawasan Kemlaten hingga Gang Tambangan.
Naas, satu penumpang diduga panik. Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Karangpilang Inspektur Satu Gogot Purwanto, Minggu (26/3/2023), mengatakan, korban tewas setelah menceburkan diri, terbawa arus, dan tenggelam. Korban bernama Desiree Peni Cindy (23), warga Kampung Kemlaten, Kelurahan Kebraon, Kecamatan Karangpilang, Kota Surabaya.
Anggota Batalyon Intai Amfibi saat membatu pencarian korban hilang tenggelamnya perahu penyeberangan atau perahu tambangan yang menghubungkan Jalan Mastrip dengan Jalan Pagesangan di Kali Surabaya, Surabaya, Sabtu (25/3/2023). Dari 13 penumpang, satu orang masih hilang dan dalam pencarian. Perahu tambang tersebut bocor saat akan melewati arus sungai yang deras. Perahu tambang banyak dimanfaatkan banyak warga yang ingin mempersingkat waktu tempuh.
Pencarian terhadap Desiree sepanjang Sabtu tidak membuahkan hasil. Korban baru ditemukan Tim SAR Terpadu dari Direktorat Polisi Air dan Udara (Ditpolairud) Polda Jatim, Minggu, pukul 12.30. Jenazah ditemukan di aliran Kali Surabaya, bawah jembatan Tol Surabaya-Gresik, sekitar 1-2 kilometer dari Dermaga Kemlaten.
Kepala Subdirektorat Patroli Ditpolairud Polda Jatim Ajun Komisaris Besar Budi Sulistianto mengatakan, korban ditemukan di sektor 4 operasi SAR. Saat dicari di aliran sungai terusan dari Bengawan Brantas itu terlihat tangan muncul ke permukaan. Tim SAR mendekati dan mengevakuasi jenazah yang diketahui perempuan dengan ciri-ciri fisik dan pakaian korban.
Kepala Kantor SAR Surabaya Hariyadi operasi pencarian dan pertolongan dihentikan setelah korban ditemukan. Dia mengucapkan terima kasih kepada seluruh unsur potensi dari pemerintah, TNI, Polri, dan organisasi masyarakat yang ikut terlibat.
”Seluruh unsur SAR dapat kembali ke satuan masing-masing dengan ucapan terima kasih sebesar-besarnya,” kata Hariyadi.
Rambu menggunakan perahu tambang di Sungai Wonokromo yang memisahkan antara kawasan Wonorejo Timur dan Medokan Semampir, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (17/3/2023). Di tengah modernisasi Kota Surabaya, penggunaan perahu tambang masih digunakan. Perahu penyeberangan tersebut ramai setiap pagi dan sore. Untuk sekali menyeberang, warga dipungut biaya Rp 2.000.
Korban jiwa akibat kejadian serupa beberapa kali terjadi di Jatim. Pada 3 November 2021, perahu tambang terbalik di Bengawan Solo, Desa Ngadirejo, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban. Akibatnya, sembilan orang. Sebelumnya, pada 2 Mei 2011, perahu tambang terbalik di Bengawan Solo, Desa Sukoharjo, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro.
Perahu tambang adalah moda transportasi sejak era klasik atau abad ke-11. Sejumlah desa di aliran Bengawan Solo dan Bengawan Brantas mendapatkan anugerah sima atau bebas pajak, salah satunya karena jasa penyeberangan sungai untuk memudahkan mobilitas masyarakat. Di era modern ini, penyeberangan sungai mulai tergantikan dengan keberadaan prasarana jembatan.
Akan tetapi, perahu tambang hingga kini masih dibutuhkan untuk memudahkan akses warga. Dermaga Kemlaten, misalnya, berjarak 3 kilometer di timur laut Jembatan Karangpilang Baru atau 5 kilometer di barat daya Jembatan Rolak. Sebagian masyarakat lebih memilih membayar Rp 2.000-Rp 4.000 per orang demi memangkas waktu perjalanan.