Polisi Tangkap 15 Remaja Terlibat Pengeroyokan di Yogyakarta
Sebanyak 15 remaja terlibat pengeroyokan di Kota Yogyakarta, DIY. Peristiwa naas itu berawal dari ledekan korban kepada rombongan pelaku.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Sejumlah anak muda pelaku pengeroyokan dalam jumpa pers, di Polres Kota Yogyakarta, DIY, Minggu (26/3/2023). Sebanyak 15 anak muda ditangkap dalam kasus tersebut.
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 15 remaja yang terlibat pengeroyokan anak di bawah umur di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, ditangkap polisi. Ramai dibicarakan di media sosial, pengeroyokan ini bermula dari ledekan korban kepada para pelaku.
Pelaku pengeroyokan adalah RK (18), DK (19), SD (19), FR (18), dan IS (20). Selain itu, ada AND (18), BR (15), BS (16), AR (17), serta RC (17). Polisi juga menangkap RV (17), SF (16), FQ (16), ZD (15), dan RF (17).
Setiap pelaku mempunyai peran yang berbeda-beda. Sebagian pelaku ada yang memukul, menendang, hingga menyabetkan sarung pada korban N yang baru berusia 15 tahun.
Kepala Polda DIY Inspektur Jenderal Suwondo Nainggolan (tengah) memaparkan kasus pengeroyokan remaja, di Polres Kota Yogyakarta, DIY, Minggu (26/3/2023). Sebanyak 15 anak muda ditangkap dalam kasus tersebut.
Peristiwa itu bermula saat korban bersama sejumlah kawannya pergi bersama-sama dari kawasan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Jumat (24/3/2023), sekitar pukul 04.30. Mereka berkeliling kota menggunakan sepeda motor.
Di tengah jalan, N dan kawan-kawannya bertemu dengan rombongan pelaku. Korban disebut sempat mengeluarkan umpatan kepada pelaku. Tidak terima, rombongan pelaku mengejar korban.
”Korban (N) kemudian dilempar batu dan terkena bagian tubuhnya. Korban jatuh lalu dikeroyok,” kata Kepala Polda DIY Inspektur Jenderal Suwondo Nainggolan di Markas Polres Kota Yogyakarta, Minggu (26/3/2023) malam.
Akibat pengeroyokan, N sempat koma akibat luka di kepala. Beruntung kondisinya membaik meski masih harus dirawat di rumah sakit.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Sejumlah pelaku kekerasan jalanan dihadirkan dalam konferensi pers di kantor Kepolisian Resor Kota Yogyakarta, Jumat (10/2/2023). Para tersangka itu merupakan pelaku kekerasan jalanan di kawasan Titik Nol Kilometer Kota Yogyakarta pada Selasa (7/2/2023) pagi. Polisi telah menangkap enam orang yang terlibat dalam kasus kekerasan yang sempat viral di media sosial itu.
Tarung sarung
Akan tetapi, Suwondo juga mengkritisi motif kelompok korban berkeliling kota. Dari hasil pemeriksaan, N dan kawan-kawannya diketahui hendak melakukan ”tarung sarung”.
Tarung sarung awalnya dikenal sebagai permainan tradisional yang dilakukan anak-anak setelah Maghrib. Mereka saling menyabetkan sarung tanpa bermaksud melukai.
Belakangan, artinya kerap disalahartikan menjadi tawuran. Di dalam sarung, pelakunya kerap menyelipkan benda keras hingga tajam. Biasanya pelaku sejak awal berniat melukai lawannya.
”Saya minta seluruh masyarakat ikut menjaga anak-anak tetap berada di rumah. Tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan tindak pidana atau kerugian, baik bagi diri sendiri maupun orang lain,” kata Suwondo.
Terkait itu, Suwondo memaparkan, sepanjang Januari-Februari 2023, tercatat 52 laporan mengenai kasus kejahatan jalanan. Pelaku dari 42 laporan di antaranya adalah anak dan remaja.
”Yang benar-benar berkonflik 26 kasus. Sisanya kejahatan berupa sajam. Itu bentuk pencegahan saat mereka melakukan kumpul-kumpul akan melakukan aksi,” kata Suwondo.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Sejumlah pelaku kekerasan jalanan dihadirkan dalam konferensi pers di kantor Kepolisian Resor Kota Yogyakarta, Jumat (10/2/2023). Para tersangka itu merupakan pelaku kekerasan jalanan di kawasan Titik Nol Kilometer Kota Yogyakarta pada Selasa (7/2/2023) pagi. Polisi telah menangkap enam orang yang terlibat dalam kasus kekerasan yang viral di media sosial itu.
Peran pemda
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Yogyakarta Sylvi Dewajani mengatakan, keluarga berperan besar menurunkan angka kejahatan jalanan dengan pelaku anak-anak dan remaja. Alasannya, mereka kerap kurang memiliki komunikasi baik dengan keluarganya.
Pemerintah daerah juga memiliki tugas penting. Pemerintah Kota Yogyakarta, misalnya, penting mengeluarkan peraturan jam malam bagi anak di bawah 18 tahun. Anak-anak dilarang keluar rumahnya mulai pukul 22.00-04.00. Mereka yang melanggar akan dicatat satuan polisi pamong praja yang bertugas.
”Kalau anak ini sudah dua kali dapat peringatan, nanti mereka akan direhabilitasi. Rehabilitasinya tidak hanya anak-anak, tetapi juga orangtuanya. Ini masalah serius karena ada persoalan terkait pola asuh,” kata Sylvi.
Sylvi menambahkan, pemda juga hendaknya menambah ruang-ruang publik yang memfasilitasi kreativitas remaja. Sejauh ini, keberadaan ruang semacam itu sangat jarang.
Akibatnya, remaja justru menyalurkan energinya pada area-area yang cenderung negatif. Pihaknya meyakini, angka kejahatan jalanan bisa ditekan jika para remaja lebih disibukkan dengan aktivitas kreatif yang positif, seperti olahraga dan seni budaya.