Pembalak Liar Curi Kayu Sonokeling dari Tahura Wan Abdul Rachman Lampung
Kayu sonokeling di dalam kawasan Tahura Wan Abdul Rachman, Lampung, menjadi incaran pembalak liar. Hasil pembalakan diduga dijual ke luar Lampung.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS - Tiga pembalak ditahan di Markas Kepolisian Daerah Lampung setelah beroperasi di kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman, Kabupaten Pesawaran, Lampung. Para pelaku diduga kerap mencuri kayu sonokeling dari dalam hutan sejak satu tahun terakhir.
Ketiga pelaku berinisial MRN (36), SYT (42), dan WHY (41). Dari para tersangka, polisi menyita barang bukti berupa 32 buah kayu sonokeling siap jual. Selain itu, polisi juga menyita mobil dump truck berwarna putih bernomor polisi AB 8221 JC yang digunakan untuk mengangkut kayu hasil pembalakan liar itu.
Ketiga tersangka itu ditangkap tim gabungan Polisi Kehutanan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung dan Polda Lampung pada Senin (20/3/2023) malam. Para pelaku dibekuk saat sedang mengangkut kayu tebangan dari dalam kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Kecamatan Kedondong, Kabupaten Pesawaran, ke gudang penampungan.
Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Hutan Dinas Kehutanan Lampung Zulhaidir, Sabtu (25/3/2023), mengungkapkan, tim Polisi Kehutanan (Polhut) Dinas Kehutanan Lampung sudah mengintai komplotan pembalak liar itu sejak tiga bulan terakhir. Awalnya, petugas polhut menerima laporan dari sejumlah masyarakat di sekitar lokasi terkait adanya aktivitas pembalakan liar yang diduga sudah terjadi sejak satu tahun terakhir.
Pekan lalu, petugas polhut kembali mendapat informasi adanya aktivitas penebangan pohon sonokeling di sekitar Resor Kedondong Tahura. Di sekitar lokasi, petugas juga menemukan tumpukan balken sonokeling sebanyak 32 batang yang ditumpuk dan ditutupi ranting pohon karet dan cokelat.
Para pelaku diduga sudah menebang pohon itu beberapa hari sebelum diangkut. Dari temuan itu, petugas mengintai untuk mengetahui pelaku pembalakan liar. Pada saat bersamaan, petugas polhut juga berkoordinasi dengan Polda Lampung untuk mengintai hingga mengetahui gudang tempat penyimpanan kayu ilegal tersebut.
”Para pelaku ini biasanya beraksi pada malam hari. Ada dua modus yang biasa dilakukan, yakni menebang dan langsung mengangkut hasil kayu sonokeling atau setelah menebang didiamkan dulu di dekat hutan,” kata Zulhaidir saat dihubungi dari Bandar Lampung.
Menurut dia, para pembalak liar mengincar pohon sonokeling yang banyak tumbuh di kawasan itu. Kebanyakan pohon yang ditebang merupakan hasil program reboisasi tahun 1990-an. Diduga hasil pembalakan kayu sonokeling dari Lampung itu dijual ke Jawa.
Zulhaidir menambahkan, kasus pembalakan liar sonokeling di Lampung sebenarnya sudah mulai menurun dalam dua tahun terakhir. Sepanjang tahun 2022, tercatat ada empat kasus pembalakan liar kayu sonokeling di wilayah Kelompok Pengelolaan Hutan Way Waya Lampung Tengah dan Tahura Wan Abdul Rachman. Sementara tahun 2021 tercatat tiga kasus penebangan ilegal kayu sonokeling. Jumlah kasus itu sudah berkurang dibandingkan tahun 2020. Pada saat itu, kasus penebangan pohon sonokeling ilegal mencapai 15 kasus.
Menurut dia, penurunan kasus pembalakan sonokeling di Lampung didukung oleh adanya Instruksi Gubernur Lampung Nomor G/25/V.24/HK/2021 tanggal 1 Desember 2021 tentang Moratorium Penebangan dan Peredaran Kayu Sonokeling di Provinsi Lampung. Dalam instruksi tersebut, Pemprov Lampung melarang aktivitas penebangan dan peredaran kayu sonokeling di Provinsi Lampung.
Terkait hal itu, Kepala Subdirektorat Penerangan Masyarakat Humas Polda Lampung Ajun Komisaris Besar Rahmad Hidayat menerangkan, dari hasil pengintaian bersama Polhut Dinas Kehutanan Lampung, tim gabungan menemukan gudang penyimpanan kayu ilegal di wilayah Kecamatan Natar. Tim langsung mengecek gudang dan menangkap ketiga pelaku.
Ketiga pelaku diduga melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Mereka terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 2,5 miliar.