Bripka Arfan Dinyatakan Bunuh Diri, Keluarga Laporkan Dugaan Pembunuhan ke Mabes Polri
Keluarga melaporkan kejanggalan kasus dugaan bunuh diri Bripka Arfan yang ditangani Polres Samosir. Keluarga dan pengacara menyebut ada dugaan pembunuhan. Arfan terlibat kasus penggelapan pajak kendaraan Rp 2,5 miliar.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Keluarga melaporkan kejanggalan dugaan kasus bunuh diri Brigadir Kepala Arfan Erbanus Saragih yang ditangani Kepolisian Resor Samosir. Didampingi pengacara, keluarga melaporkan dugaan pembunuhan terhadap Bripka Arfan.
Arfan sebelumnya diduga terlibat kasus penggelapan pajak kendaraan bermotor sebesar Rp 2,5 miliar di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Ia ditemukan meninggal di daerah wisata Simullop, Kecamatan Pangururan, Samosir, pada 6 Februari 2023.
”Kami melapor untuk meminta perlindungan hukum kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kami sudah melaporkan dugaan pembunuhan ke Polda Sumut karena menemukan sejumlah kejanggalan,” kata pengacara keluarga Arfan, Fridolin Siahaan, Jumat (24/3/2023).
Fridolin mengatakan, tim mereka sudah berangkat ke Jakarta dan akan segera menyampaikan surat resmi ke Mabes Polri untuk meminta perlindungan hukum. Mereka juga meminta dibentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus kematian Arfan. Kasus penggelapan pajak Rp 2,5 miliar juga harus diungkap sebagai titik penting membongkar kasus kematian Arfan.
Dalam konferensi pers pada 14 Maret, Kepala Polres Samosir Ajun Komisaris Besar Yogie Hardiman mengatakan, Arfan meninggal karena bunuh diri, diduga terkait penggelapan pajak kendaraan bermotor sebesar Rp 2,5 miliar di Kantor Samsat Pangururan.
Menurut Yogie, Laboratorium Forensik Polda Sumut menemukan sisa sianida di lambung korban. Arfan diduga mati lemas akibat masuknya cairan ke saluran pencernaan dan pernapasan. Korban diduga bunuh diri dengan meminum zat beracun sianida yang dicampur ke minuman.
Arfan diduga bunuh diri setelah dilakukan penyelidikan tentang penggelapan pajak kendaraan bermotor yang sudah berlangsung sejak 2018. Dari hasil penyelidikan ditemukan ratusan pembayar pajak yang dokumen pajaknya dipalsukan oleh oknum pegawai Samsat Pangururan. Mereka mencetak dokumen palsu dan uang pembayaran pajak tidak disetorkan ke Dinas Pendapatan Pemerintah Provinsi Sumut.
Kejanggalan
Fridolin mengatakan, ada sejumlah kejanggalan yang mereka temukan dari kasus kematian Arfan. Dia terakhir kali berangkat dari rumah pada 3 Februari dan ditemukan meninggal pada 6 Februari.
Kejanggalan pertama, katanya, ada luka memar di belakang kepala Arfan. Jika Arfan mati lemas karena meminum sianida, seharusnya tidak ditemukan luka memar tersebut.
Kedua, polisi menyebut zat beracun sianida dipesan secara daring pada 23 Januari. Padahal, menurut Fridolin, Kepala Polres menyita ponsel Arfan pada 23 Januari dalam penyelidikan penggelapan pajak. Namun, Fridolin menyebut tidak bisa memastikan jam berapa ponsel disita dan jam berapa sianida dipesan.
”Berdasarkan penelusuran kami pada nomor resi pemesanan, sianida itu dipesan secara daring dari Bogor dan tiba di Kantor Samsat Pangururan pada 30 Januari pukul 21.49. Padahal, kantor samsat tidak buka lagi di jam itu,” katanya.
Kejanggalan ketiga, lanjutnya, Arfan juga sempat bercerita kepada istrinya bahwa dia diancam Kepala Polres Samosir dengan menyebut anak dan istrinya akan susah.
Pada tanggal 6 Februari, pada saat korban ditemukan meninggal, istri Arfan berada di Polres Samosir, tetapi tidak langsung diberi tahu oleh polisi. Istrinya baru bisa melihat Arfan setelah dibawa ke rumah sakit.
”Beberapa barang yang ditemukan di tempat kejadian perkara juga diduga bukan milik almarhum, seperti helm dan sepatu,” ujar Fridolin.
Tanggapan Kepala Polres
Menanggapi laporan dugaan pembunuhan dari keluarga Arfan, Yogie selaku Kepala Polres Samosir mengatakan bahwa mereka menyimpulkan dugaan bunuh diri berdasarkan pemeriksaan laboratorium forensik dan keterangan ahli. Korban meninggal karena meminum zat beracun sianida. Sisa sianida ditemukan di lambungnya.
Yogie mengatakan, mereka juga melakukan penelusuran digital terhadap pemesanan sianida tersebut. Sianida itu dipesan dari ponsel Arfan yang lain yang ditemukan di TKP, bukan ponsel yang disita oleh Kapolres.
”Dia mempunyai beberapa ponsel, bukan satu saja,” kata Yogie.
Polisi juga sudah memeriksa kurir dan menyebut bahwa paket langsung diterima oleh Arfan dan disaksikan petugas yang berjaga saat itu.
Yogie yang baru menjabat selama dua bulan itu juga membantah bahwa dirinya pernah mengancam Arfan. Ia membenarkan memanggil Arfan ke ruangannya untuk meminta mengembalikan uang yang telah digelapkannya. Saat berbicara dengan Arfan, ia didampingi kepala unit propam.
Yogie meminta almarhum mengembalikan uang penggelapan agar tidak menyusahkan diri sendiri dan keluarga. Arfan pun telah mengembalikan sekitar Rp 700 juta. Selain Arfan, penggelapan itu dilakukan juga oleh beberapa pegawai di Samsat Pangururan.