Surabaya Bakal Sosialisasi Larangan Impor Baju Bekas
Pemerintah daerah memerlukan regulasi turunan larangan impor pakaian bekas terkait ”thrifting” atau jual beli pakaian bekas impor. Harapannya, aktivitas itu tidak mengganggu industri tekstil lokal.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·2 menit baca
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Seorang pegawai Kementerian Perdagangan memeriksa baju bekas impor di kompleks pergudangan Jaya Park Sidoarjo, Jatim, Senin (20/3/2023).
SURABAYA, KOMPAS — Larangan aktivitas jual beli baju impor bekas di Kota Surabaya baru bisa dilakukan sebatas sosialisasi. Saat ini belum ada instruksi khusus terkait larangan aktivitas itu.
”Tidak bisa berbuat lebih dari sosialisasi karena belum ada semacam instruksi larangan thrifting,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Selasa (21/3/2023).
Aturan itu adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 sebagai perubahan atas regulasi Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Eri mengatakan, secara prinsip, pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan, provinsi, dan kabupaten/kota tidak bisa bertentangan.
”Pusat dan daerah itu satu garis, tidak bisa dipisahkan. Kebijakan jika sudah ada edaran, akan diteruskan,” katanya.
Oleh karena itu, dia berharap ada regulasi turunan dari Peraturan Menteri Perdagangan, seperti surat edaran hingga petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis. Tujuannya agar bisa dapat diteruskan di daerah kepada seluruh pengusaha jual beli pakaian bekas.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memusnahkan baju bekas impor di kompleks pergudangan Jaya Park Sidoarjo, Jatim, Senin (20/3/2023).
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan, kebijakan larangan itu perlu disosialisasikan terlebih dahulu agar tidak membawa kesalahpahaman. ”Setahu saya, yang dilarang itu impor pakaian bekas tetapi aktivitas thrifting (jual beli pakaian bekas) dibolehkan,” ujarnya.
Eri dan Emil sependapat, sosialisasi larangan diperlukan sebelum aparatur mengambil tindakan lebih tegas. Tujuannya menghindari potensi ”perlawanan” dari masyarakat, terutama pengusaha jual beli pakaian bekas.
Di Surabaya, tersebar sejumlah lokasi thrifting, misalnya di Pasar Gembong Tebasan, pasar setiap Minggu pagi di seputaran Tugu Pahlawan, atau kios-kios mandiri di rumah, rumah toko, toko, atau di dalam pusat belanja dan mal.
Pengelola Mal Blok M, Yuandra Y Hoga, bersama pedagang pakaian impor, Karim berbincang mengenai regulasi larangan impor baju bekas impor di Jakarta, Senin (20/3/2023). Karim mengatakan, pakaian-pakaian bekas yang dijual membantu masyarakat kecil mendapatkan sandang dengan harga terjangkau.
Sudarmono, penjual pakaian bekas di Pasar Gembong Tebasan, mengatakan, larangan impor pakaian bekas berbeda dengan larangan jual beli pakaian bekas. ”Kalau menjual barang bekas produksi dalam negeri seharusnya boleh dong,” katanya.
Untuk itu, aturan hukum perlu disosialisasikan agar tidak membawa kesalahpahaman. Sudarmono menyadari larangan impor pakaian bekas akan mendapat tantangan pengusaha thrifting impor.
”Yang dianggap mengganggu usaha dalam negeri kan produk dari luar. Selain sosialisasi, patut ada pengawasan biar tidak bocor,” ujarnya.
Petugas memperlihatkan kontainer berisi limbah plastik di Terminal Peti Kemas Koja, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (18/9/2019). Pemerintah Indonesia memulangkan sembilan kontainer berisi limbah plastik ke Australia yang merupakan hasil penindakan terhadap tiga perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat di Tangerang, Banten.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) Prigi Arisandi berpendapat, dalam konteks pelestarian lingkungan hidup, larangan impor pakaian bekas merupakan kebijakan yang bagus. Pakaian bekas dari luar, tidak semuanya bisa dimanfaatkan untuk jual beli. Hal itu rentan menjadi sampah atau limbah yang pengelolaannya bakal membebani negara.
Akan tetapi, Prigi melanjutkan, upaya pemerintah dalam melarang impor pakaian bekas tidak cukup dengan sekadar jargon. Indonesia sebenarnya punya pengalaman lebih mengerikan, yakni impor sampah atau limbah meski sudah ada larangan.
”Intinya, kemauan dan tindakan nyata untuk memastikan kebijakan benar-benar efektif,” katanya.