Menelisik Problem Hulu-Hilir Pemicu Banjir Pantura Timur Jateng
Kerusakan lingkungan di hulu akibat alih fungsi lahan diduga kuat menjadi penyebab banjir di pantura timur Jateng. Selain itu, ketidaksiapan infrastruktur di hilir juga berkontribusi memperparah banjir.

Warga menarik perahu karet mainan bersama anaknya saat melintasi banjir yang masih menggenang selama tiga bulan di Desa Kasiyan, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis (16/3/2023).
Banjir berulang kali terjadi di sejumlah daerah di kawasan pesisir pantai utara bagian timur Jawa Tengah. Kerusakan lingkungan di hulu akibat alih fungsi lahan diduga kuat menjadi penyebabnya. Selain itu, ketidaksiapan infrastruktur di hilir juga berkontribusi memperparah banjir.
Sudah hampir tiga bulan banjir di sejumlah daerah di pantura timur Jateng belum surut. Salah satunya di Desa Kasiyan, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Hingga Senin (20/3/2023), banjir dengan ketinggian sekitar 30 sentimeter masih merendam ratusan rumah di daerah itu.
Sukarjan (65), warga Desa Kasiyan, mengatakan, kondisi banjir itu sudah jauh lebih baik dibandingkan pada awal tahun 2023. Kala itu, ketinggian air mencapai 1 meter. Keadaan tersebut melumpuhkan aktivitas warga. Untuk kebutuhan makan dan minum, warga hanya mengandalkan suplai dari dapur umum.
Menurut Sukarjan, banjir sudah langganan terjadi di desanya sejak tahun 2000. Sejak saat itu pula, tak terhitung lagi kerugian yang ditanggungnya. Perabotan dan bangunan rumahnya rusak. Sementara itu, sawahnya tak bisa ditanami lagi.
”Saya punya sawah setengah hektar, tapi sekarang sudah jadi kolam air raksasa. Tidak bisa ditanami lagi sejak tiga tahun lalu karena airnya tidak pernah surut,” kata Sukarjan saat ditemui, Kamis (16/3/2023).

Tanaman teratai memenuhi permukaan area sawah yang telah lama tergenang banjir di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis (16/3/2023).
Pada banjir-banjir sebelumnya, Sukarjan memang selalu mengalami gagal panen. Namun, setidaknya sawahnya masih bisa ditanami ketika banjir surut. Kini, Sukarjan hanya bisa menanti keajaiban supaya air yang sudah tiga tahun merendam sawahnya bisa kembali surut.
Sukarjan menyebut, air yang menggenang di wilayahnya memang sulit surut. Sebab, Desa Kasiyan berada di daerah cekungan. Hujan sedikit saja, wilayah itu sudah tergenang. Biasanya kondisi genangan akan semakin parah jika ditambah dengan adanya luapan air sungai.
Baca juga: Banjir Terus Terjadi, Masyarakat Kendeng Surati Presiden
”Di sekitar sini ada anak Sungai Juwana yang kondisinya sudah dangkal akibat sedimentasi. Kedalaman sungai saat ini kurang dari 2 meter. Kalau dulu dalamnya sampai 5 meter," ucapnya.
Sukarjan menambahkan, sedimentasi sungai terjadi karena air hujan turut membawa material berupa tanah dari wilayah hulu di pegunungan Kendeng. Tanah ikut terbawa air hujan karena tanaman keras yang bisa menahan air sudah hampir tidak ada lagi. Semua pohon berbatang keras ditebangi, diganti dengan tanaman semusim seperti jagung dan ketela.

Lahan hutan jati milik Perhutani yang berubah menjadi lahan pertanian jagung menjadi persoalan lingkungan selain penambangan di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis (16/3/2023).
Ngarsemi (32), warga Desa Kedungwinong, Kecamatan Sukolilo, menyebut, alih fungsi lahan dari daerah tangkapan air menjadi lahan pertanian tanaman semusim sudah terjadi sejak awal tahun 2020. Wilayah Pegunungan Kendeng di sekitar Desa Kedungwinong itu awalnya ditumbuhi pohon kapuk randu dan jati. Seiring berjalannya waktu, pohon-pohon itu ditebangi dan diganti dengan tanaman jagung.
”Alasannya karena jati dan kapuk randu itu panennya lama, bisa bertahun-tahun. Apalagi, kapuk randu sekarang sudah tidak laku. Jadi, orang-orang memilih untuk menanam jagung yang bisa panen dua sampai tiga kali dalam setahun,” ujar Ngarsemi.
Pergantian jenis tanaman itu dinilai Ngarsemi merusak kawasan Pegunungan Kendeng. Salah satu dampaknya adalah banjir bandang besar yang terjadi tahun 2012. Saat itu sejumlah rumah roboh, termasuk rumah mertuanya. Hingga kini, rumah itu belum bisa dibangun lagi karena keterbatasan biaya.
”Orang-orang mungkin tidak percaya gunung, kok, kebanjiran. Tapi, percaya atau tidak, kenyataannya memang begitu,” imbuh Ngarsemi.

Aktivitas penambangan kapur di lereng pegunungan Kendeng, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis (16/3/2023).
Berdasarkan pantauan Kompas pada pertengahan Maret, mayoritas wilayah Pegunungan Kendeng di Pati dan Grobogan memang dipenuhi dengan tanaman jagung. Pohon-pohon berbatang keras hanya terdapat di beberapa titik, salah satunya di sekitar kantor Kepolisian Sektor Sukolilo, Pati.
Selain hamparan tanaman jagung, aktivitas pertambangan galian C juga masif dilakukan di wilayah Pegunungan Kendeng, terutama bagian utara. Di Kecamatan Sukolilo, misalnya, tak terbilang jumlah tambang galian C yang beroperasi.
Baca juga: Pemerintah Diminta Lakukan Moratorium Pertambangan untuk Selamatkan Kendeng
Dalam beberapa kesempatan, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Pati Martinus Budi Prasetya mengungkapkan, Pegunungan Kendeng merupakan daerah yang perlu dijaga kelestariannya. Sebab, daerah itu merupakan bagian hulu dari sungai-sungai besar yang mengalir di sejumlah kabupaten di wilayah pantura timur Jateng.
”Perlu ada upaya serius untuk mencegah kejadian serupa di masa yang akan datang. Upaya itu bisa dimulai dari pengembalian fungsi hutan dengan cara menanam tanaman keras dan menghentikan aktivitas penambangan yang merusak lingkungan,” kata Martinus.

Warga yang berinisiatif membuka peluang usaha di tengah banjir selama beberapa bulan menggenangi Desa Kasiyan, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Kamis (16/3/2023).
Gunung Muria
Tak hanya Pegunungan Kendeng, kerusakan di kawasan hulu pantura timur Jateng juga disebut terjadi di Gunung Muria. Ketua Forum Daerah Aliran Sungai Kawasan Muria, Hendy Hendro Hadi Sridjono, memperkirakan, kerusakan di lereng Muria berkisar 20-30 persen. Kondisi itu disebut Hendy sudah jauh lebih baik dibanding kondisi kerusakan pada tahun 2002 yang mencapai 50 persen. Saat itu, banyak pohon pinus yang ditebang secara liar.
”Beberapa tahun terakhir, banyak penghijauan yang dilakukan sehingga Muria jauh lebih hijau. Upaya ini juga mesti dilakukan di Pegunungan Kendeng. Pengelolaan lahan yang kurang mengindahkan kaidah konservasi mesti segera dihentikan karena bisa memicu bencana,” tutur Hendy yang juga dosen Fakultas Pertanian Universitas Muria Kudus.
Selain kerusakan di hulu, Hendy menyebut, banjir kian parah karena ketidaksiapan infrastruktur di bagian hilir. Hendy mencontohkan, banjir akibat infrastruktur air yang tidak memadai terjadi di Desa Jati Wetan, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus. Kondisi sungai yang tak berfungsi optimal akibat sedimentasi juga harus ditangani.
Aktivitas pertambangan galian C juga massif dilakukan di wilayah Pegunungan Kendeng, terutama bagian utara.

Aliran Sungai Wulan yang membentang melintasi sejumlah wilayah di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Jumat (17/3/2023).
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-Juana Muhammad Adek Rizaldi menyebut, banjir yang terjadi beberapa waktu terakhir di wilayah Muria Raya, seperti Kudus, Pati, Jepara, dan Grobogan, disebabkan oleh sungai yang tak berfungsi optimal karena pendangkalan akibat sedimentasi.
Menurut Adek, ada empat sungai di Muria Raya yang dangkal karena sedimentasi, yakni Sungai Wulan, Sungai Juwana, Sungai Serang, dan Sungai Lusi. Dia menyebut, penanganan akan segera dilakukan untuk mengembalikan kapasitas sungai.
”Penanganan dilakukan bertahap, dimulai dari Sungai Wulan. Selanjutnya, penanganan akan dilakukan di Sungai Juwana, Sungai Serang, kemudian Sungai Lusi. Sungai Wulan ditangani tahun ini dengan dana pinjaman dari Asian Development Bank,” ucap Adek.

Sebagian permukiman warga yang masih terendam banjir selama beberapa pekan ini di Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Jumat (17/3/2023).
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga menyiapkan sejumlah rencana terintegrasi untuk menangani banjir di Pati dan Kudus. Di Pati, normalisasi sungai, penanggulan sungai, dan pembuatan bendung karet akan dilakukan untuk mengatasi banjir.
Di Kudus, Kementerian PUPR akan meningkatkan kepasitas rumah pompa di Kecamatan Jati. Kapasitas rumah pompa akan ditingkatkan dari 500 liter per detik menjadi 4.500-5.000 liter per detik.
Saat berkunjung ke Jateng beberapa waktu lalu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono juga mengungkapkan rencana normalisasi Sungai Wulan. Normalisasi akan dilakukan sepanjang 47 kilometer. Proyek itu ditargetkan rampung dalam dua tahun.
Rekomendasi
Banjir yang terus menerus berulang memantik keprihatinan sejumlah pihak, termasuk Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jateng. Untuk mengatasi banjir di Jateng, Walhi menyampaikan sejumlah rekomendasi. Rekomendasi itu disampaikan kepada pemerintah dalam diskusi kelompok terfokus dengan Pemerintah Provinsi Jateng beberapa waktu lalu.
Nur Cholis, salah satu staf Walhi Jateng, mengatakan, pemerintah perlu melakukan mitigasi dengan pendekatan bottom-up atau dari bawah ke atas. Pembentukan satuan tugas banjir yang bertugas memberikan informasi yang mudah diakses dan menyediakan bantuan logistik juga direkomendasikan.
”Hentikan alih fungsi lahan di daerah atas untuk penambangan, perumahan, atau peruntukan lainnya. Daerah atas penting untuk menyerap air dan mengurangi beban limpasan air ke daerah bawah,” ujar Cholis.

Banjir yang turut merendam makam selain permukiman dan fasilitas publik lainnya di Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Jumat (17/3/2023).
Walhi juga merekomendasikan pemerintah untuk menambah ruang terbuka hijau yang dapat menampung air ketika hujan. Setiap kebijakan pemerintah diharapkan mempertimbangkan perspektif ekologis, daya dukung, dan daya tampung lingkungan hidup.
Dalam penanganan banjir, pemerintah juga disarankan untuk tidak terpaku pada batas-batas administratif. Penanganan banjir harus dilakukan bersama tanpa mengenal batas karena daerah aliran sungai juga membentang tak mengenal batas.
”Buat dan buka laporan investigasi banjir kepada publik. Berikan juga ruang kepada publik untuk mendiskusikan dan mencari solusi bersama,” kata Cholis.